JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Bandul koalisi parpol menyambut Pilpres 2024 terus mengayun dinamis. Di awal-awal, muncul empat poros. Kini, ada potensi mengecurut jadi tiga poros. Yakni, PDIP, Koalisi Perubahan, dan Koalisi Besar. Koalisi terakhir ini merupakan peleburan dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).
Koalisi Perubahan yang beranggotakan Nasdem, Demokrat, dan PKS sudah mengumumkan mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres). Koalisi Besar, meski belum mengumumkan nama capres, namun tampaknya mengarah ke Prabowo Subianto. PDIP juga belum menyebut. Tapi, banyak kalangan sudah menduga nama Ganjar Pranowo.
Pengamat politik Ujang Komarudin menilai, kunjungan Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo, Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra, dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan ke rumah Prabowo dalam beberapa hari terakhir adalah tindaklanjut dari rencana pembentukan Koalisi Besar.
Ujang menyebut, tokoh di balik gagasan Koalisi Besar itu adalah Joko Widodo. Hal itu setidaknya terbaca dari pertemuan lima partai, yakni Golkar, Gerindra, PKB, PAN, dan PPP beberapa waktu lalu yang dihadiri Jokowi. Dia mengungkapkan, jika ingin terwujud maka rencana Koalisi Besar itu memang harus ada tindaklanjut. Mesti ada langkah politik konkret. ‘’Nah, Prabowo berusaha mewujudkan koalisi besar,” terangnya.
Dosen Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) itu mengatakan, Jokowi tentu berharap Koalisi Besar itu tidak hanya lima partai. Namun, harus mengajak banyak partai. Selain Perindo dan PBB, PSI tampaknya juga akan diajak untuk bergabung. Karena itu, Ujang menilai kunjungan ketua umum partai ke rumah Prabowo itu sudah direncanakan dengan matang.
“Kita tunggu saja manuver apalagi yang akan dilakukan berikutnya,” terang Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR).
Sementara itu, Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai, pembentukan Koalisi Besar merupakan strategi politik Jokowi bersama jaringannya. Tujuannya, mengepung PDIP agar bersedia menyerahkan golden ticket-nya kepada arus besar koalisi yang digagas itu. Namun, lanjut dia, PDIP tampaknya tidak begitu mudah diperdaya.
PDIP, kata Umam, membatasi ruang negosiasinya dengan menegaskan bahwa siap bergabung dengan koalisi besar itu. Asal, posisi capres diserahkan kepada PDIP. Menurut dia, langkah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak hadir dalam pertemuan di kantor DPP PAN pada 2 April lalu merupakan keputusan brilian. “Artinya, ketika ide Koalisi Besar diluncurkan, maka jelas dan terang bahwa PDIP bukan bagian dari gerbong tersebut,” tegasnya.
Umam menambahkan, sikap PDIP menunjukkan kematangannya dalam berpolitik. Mereka siap dengan segala konsekuensi. Baik menang maupun kalah dalam kontenstasi. “PDIP tidak seperti partai-partai lain yang lemah dan tidak kuat berpuasa dari kekuasaan,” pungkasnya. (lum/hud/jpg)