31.7 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

3 Institusi Sumber Konflik di Pemilu

JAKARTA – Potensi konflik dalam Pemilu 2014 terlihat mulai terang. Salah satu sumber konflik adalah soal daftar pemilih tetap (DPT) yang hingga kini tak kunjung rampung. Pengamat politik Heri Budianto mengatakan, ada tiga institusi sumber konflik dalam pemilu 2014. Pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Salah satunya permasalahan teknis. Lalu logistik. KPU tak bisa menyelesaikan tepat waktu. Rekapitulasi suara. Ini kalau tak hati-hati bisa berpotensi konflik,” kata Heri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/11).

Kedua, partai politik. Mengapa? Karena, menurut Heri, sistem proporsional terbuka memungkinkan masing-masing caleg tak hanya berkompetisi antarpartai.

“Ketiga, kalau terjadi sengketa pemilu di MK. Kalau tidak hati-hati, kita tahu, kan kemarin terjadi kasus di MK. Bisa berbahaya. Semua pihak harus melakukan inventarisir dalam persoalan ini,” ujar Heri.

Menurut Heri, kedewasaan parpol juga harus menjadi perhatian. Parpol harus siap menang dan siap kalah. “Jangan sampai kalau tidak terpilih nanti melakukan tindakan anarkis,” tambah Heri.

“Yang paling penting, kita harus bangun trust pada lembaga-lembaga KPU, parpol, dan MK. MK lagi di titik terendah, orang tidak menganggap MK bisa berlaku adil. Di tengah potensi konflik kita harus membangun kepercayaan pada lembaga negara,” tutupnya.

Lembaga Indonesian Parliamentary Center menyebutkan 14 kerawanan yang harus diwaspadai dalam penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014.

“Ada 14 potensi kerawanan yang dapat mengganggu kualitas penyelenggaran Pemilu Legislatif 2014,” kata Sulastio dari Indonesian Parliamentary Center, kemarin.

Menurut dia, 14 kerawanan tersebut yakni pertama, KPU terlambat menegeluarkan aturan terkait penyelenggaraan pemilu. Contohnya adalah pembatasan alat peraga, di mana KPU dinilai terlambat menerbitkan peraturan yang mengatur atribut kampanye tersebut.

Kedua, ketidakpuasan masyarakat terhadap daftar pemilih dimana banyak pemilih yang tidak terdaftar. “Termasuk ketidakpuasan kandidat atau caleg terhadap daftar calon tetap,” tambahnya. Kerawanan ketiga yakni kampanye yang menonjolkan unjuk kekuatan, serta kampanye di daerah konflik.

Keempat adalah saat pemungutan suara di mana persoalan yang timbul antara lain akibat pemungutan suara yang melewati batas waktu, penghitungan suara dilakukan hingga pagi hari dan lainnya. Berikutnya, surat suara banyak yang rusak tapi tetap dipakai dan kondisi surat suara tambahan yang kurang.

Sementara kerawanan keenam adalah surat undangan pemilih yang tidak sampai tetapi namanya terdaftar sebagai pemilih. “Ada juga kasus di mana nama terdaftar sebagai pemilih, tapi tidak memiliki surat undangan pemilih,” katanya.

Kerawanan ketujuh adalah nama terdaftar sebagai pemilih tapi tidak memiliki surat undangan memilih. Selain itu, jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) lebih dari ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan juga berpotensi menimbulkan kerawanan.

Kedelapan, terkait logistik pemilu yang kurang dari kebutuhan seperti tinta, fomulir, bilik suara, alat penanda, dan berbagai formulir lainnya. Kerawanan kesembilan, perbedaan persepsi tentang penandaan sahnya surat suara.

Sulastio menambahkan, kerawanan berikutnya adalah peraturan tentang sahnya suarat suara dimana Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 pasal 154 sudah memperjelas tata cara pencoblosan. “Kasus ini pernah menjadi persoalan pada Pemilu 2009 dimana Undang-Undang nomor 10 tahun 2008 tidak spesifik menyebut cara menandai surat suara,” katanya.

Kerawanan ke-11 yakni dugaan penggelembungan suara, ke-12 adanya perasaan kecewa pendukung caleg atau partai politik. Sedangkan kerawanan ke-13 adalah protes yang diabaikan penyelenggara pemilu dan terakhir yakni penyelenggara dinilai tidak transparan, jujur dan adil.

Sulastio menambahkan 14 potensi kerawanan tersebut saling berkaitan sehingga penyelenggara Pemilu harus bekerja dengan serius dan benar. “Termasuk peserta pemilu dan pemilih juga berperan dalam menimbulkan kerawanan jadi ketiga ‘aktor’ pemilu harus menjalankan peran dengan baik,” katanya. (flo/gil/jpnn)

14 Potensi Kerawanan Pemilu

1.    KPU terlambat mengeluarkan aturan terkait penyelenggaraan Pemilu
2.    Ketidakpuasan masyarakat terhadap daftar pemilih
3.    Kampanye yang menonjolkan unjuk kekuatan
4.    Pemungutan suara yang melewati batas waktu
5.    Surat suara banyak yang rusak tapi tetap dipakai
6.    Surat undangan pemilih yang tidak sampai
7.    Nama terdaftar sebagai pemilih tapi tak punya surat undangan memilih
8.    Terkait logistik Pemilu yang kurang dari kebutuhan
9.    Perbedaan persepsi tentang penandaan sahnya surat suara
10.    Peraturan tentang sahnya surat suara
11.    Dugaan penggelembungan suara
12.    Perasaan kecewa pendukung caleg atau partai politik
13.    Protes yang diabaikan penyelenggara Pemilu
14.    Penyelenggara dinilai tidak transparan, jujur, dan adil.

JAKARTA – Potensi konflik dalam Pemilu 2014 terlihat mulai terang. Salah satu sumber konflik adalah soal daftar pemilih tetap (DPT) yang hingga kini tak kunjung rampung. Pengamat politik Heri Budianto mengatakan, ada tiga institusi sumber konflik dalam pemilu 2014. Pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Salah satunya permasalahan teknis. Lalu logistik. KPU tak bisa menyelesaikan tepat waktu. Rekapitulasi suara. Ini kalau tak hati-hati bisa berpotensi konflik,” kata Heri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/11).

Kedua, partai politik. Mengapa? Karena, menurut Heri, sistem proporsional terbuka memungkinkan masing-masing caleg tak hanya berkompetisi antarpartai.

“Ketiga, kalau terjadi sengketa pemilu di MK. Kalau tidak hati-hati, kita tahu, kan kemarin terjadi kasus di MK. Bisa berbahaya. Semua pihak harus melakukan inventarisir dalam persoalan ini,” ujar Heri.

Menurut Heri, kedewasaan parpol juga harus menjadi perhatian. Parpol harus siap menang dan siap kalah. “Jangan sampai kalau tidak terpilih nanti melakukan tindakan anarkis,” tambah Heri.

“Yang paling penting, kita harus bangun trust pada lembaga-lembaga KPU, parpol, dan MK. MK lagi di titik terendah, orang tidak menganggap MK bisa berlaku adil. Di tengah potensi konflik kita harus membangun kepercayaan pada lembaga negara,” tutupnya.

Lembaga Indonesian Parliamentary Center menyebutkan 14 kerawanan yang harus diwaspadai dalam penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014.

“Ada 14 potensi kerawanan yang dapat mengganggu kualitas penyelenggaran Pemilu Legislatif 2014,” kata Sulastio dari Indonesian Parliamentary Center, kemarin.

Menurut dia, 14 kerawanan tersebut yakni pertama, KPU terlambat menegeluarkan aturan terkait penyelenggaraan pemilu. Contohnya adalah pembatasan alat peraga, di mana KPU dinilai terlambat menerbitkan peraturan yang mengatur atribut kampanye tersebut.

Kedua, ketidakpuasan masyarakat terhadap daftar pemilih dimana banyak pemilih yang tidak terdaftar. “Termasuk ketidakpuasan kandidat atau caleg terhadap daftar calon tetap,” tambahnya. Kerawanan ketiga yakni kampanye yang menonjolkan unjuk kekuatan, serta kampanye di daerah konflik.

Keempat adalah saat pemungutan suara di mana persoalan yang timbul antara lain akibat pemungutan suara yang melewati batas waktu, penghitungan suara dilakukan hingga pagi hari dan lainnya. Berikutnya, surat suara banyak yang rusak tapi tetap dipakai dan kondisi surat suara tambahan yang kurang.

Sementara kerawanan keenam adalah surat undangan pemilih yang tidak sampai tetapi namanya terdaftar sebagai pemilih. “Ada juga kasus di mana nama terdaftar sebagai pemilih, tapi tidak memiliki surat undangan pemilih,” katanya.

Kerawanan ketujuh adalah nama terdaftar sebagai pemilih tapi tidak memiliki surat undangan memilih. Selain itu, jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) lebih dari ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan juga berpotensi menimbulkan kerawanan.

Kedelapan, terkait logistik pemilu yang kurang dari kebutuhan seperti tinta, fomulir, bilik suara, alat penanda, dan berbagai formulir lainnya. Kerawanan kesembilan, perbedaan persepsi tentang penandaan sahnya surat suara.

Sulastio menambahkan, kerawanan berikutnya adalah peraturan tentang sahnya suarat suara dimana Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 pasal 154 sudah memperjelas tata cara pencoblosan. “Kasus ini pernah menjadi persoalan pada Pemilu 2009 dimana Undang-Undang nomor 10 tahun 2008 tidak spesifik menyebut cara menandai surat suara,” katanya.

Kerawanan ke-11 yakni dugaan penggelembungan suara, ke-12 adanya perasaan kecewa pendukung caleg atau partai politik. Sedangkan kerawanan ke-13 adalah protes yang diabaikan penyelenggara pemilu dan terakhir yakni penyelenggara dinilai tidak transparan, jujur dan adil.

Sulastio menambahkan 14 potensi kerawanan tersebut saling berkaitan sehingga penyelenggara Pemilu harus bekerja dengan serius dan benar. “Termasuk peserta pemilu dan pemilih juga berperan dalam menimbulkan kerawanan jadi ketiga ‘aktor’ pemilu harus menjalankan peran dengan baik,” katanya. (flo/gil/jpnn)

14 Potensi Kerawanan Pemilu

1.    KPU terlambat mengeluarkan aturan terkait penyelenggaraan Pemilu
2.    Ketidakpuasan masyarakat terhadap daftar pemilih
3.    Kampanye yang menonjolkan unjuk kekuatan
4.    Pemungutan suara yang melewati batas waktu
5.    Surat suara banyak yang rusak tapi tetap dipakai
6.    Surat undangan pemilih yang tidak sampai
7.    Nama terdaftar sebagai pemilih tapi tak punya surat undangan memilih
8.    Terkait logistik Pemilu yang kurang dari kebutuhan
9.    Perbedaan persepsi tentang penandaan sahnya surat suara
10.    Peraturan tentang sahnya surat suara
11.    Dugaan penggelembungan suara
12.    Perasaan kecewa pendukung caleg atau partai politik
13.    Protes yang diabaikan penyelenggara Pemilu
14.    Penyelenggara dinilai tidak transparan, jujur, dan adil.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/