25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

10 Perempuan Ikut Bertarung dalam Pilkada Serentak 2020 di Sumut

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sebanyak sepuluh perempuan ikut bertarung memperebutkan kursi kepemimpinan di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Total ada 128 bakal pasangan calon (bapaslon) kepala daerah atau total 256 orang yang mendaftar ke 23 Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota yang ikut Pilkada Serentak di Sumatera Utara. Artinya, dari 256 orang tersebut, jumlah balon perempuan hanya 3,9 persen.

Sumber: KPU Sumut

Data diperoleh dari KPU Sumut, kesepuluh calon perempuan tersebut yakni Lisa Andriani (balon wali Kota Binjai), Ellya Rosa Siregar (balon Wakil Bupati Labuhan Batu), Rospita Sitorus (balon Bupati Simalungun), Atika Azmi Utammi (balon Bupati Mandailing Natal), Nurhajizah Marpaung (balon Bupati Asahan).

Selanjutnya, Winda Fitrika (balon Bupati Asahan), Cory Sriwaty Sebayang (balon Bupati Karo), Yus Falesky Surbakti (balon Bupati Karo), Susanti Dewayani (balon Wali Kota Pematangsiantar), dan Hasnah Harahap (balon Bupati Labuhanbatu Selatan).

Menilik potensi dan kans figur perempuan terpilih di edisi Pilkada Serentak kali ini, pengamat politik asal Universitas Sumatera Utara, Warjio, menilai, masih kurang menjanjikan. Menurutnya, dalam konteks politik, siapa yang dipilih tidak akan banyak pengaruhnya terhadap gender. Persoalan kemampuan, mesin partai, dan modalitas baik secara ekonomi dan sosial, akan lebih memengaruhi keterpilihan calon-calon tersebut.

“Nah, jika kriteria itu memenuhi, saya kira mereka akan dapat dipilih dan memenangkan pertarungan. Tetapi memang harus diakui, perubahan politik atau dukungan politik terhadap perempuan, misalnya berdasarkan hasil Pemilu Legislatif, belum menunjukkan hasil menggembirakan. Artinya dalam konteks kali ini, peluang calon perempuan untuk dipilih cukup kecil. Karena tidak akan banyak perubahan juga jika mereka pun terpilih nanti, dibanding calon pemimpin daerah dari kalangan laki-laki,” katanya menjawab Sumut Pos, Rabu (9/9).

Selain itu, kata dia, keterwakilan perempuan dari jumlah yang ikut kali ini, belum memenuhi ekspektasi. “Namun tetap patut kita apresiasi kemunculan mereka sebagai calon pemimpin daerah. Juga sudah ada keterbukaan politik dari elit-elit partai politik yang memberi kesempatan kepada perempuan maju sebagai pemimpin daerah,” katanya.

Lantas, kenapa sosok perempuan sebagai calon pemimpin daerah ini muncul?

Pertama, kata Warjio, dipengaruhi sejumlah faktor, salahsatunya pengalaman. Ada semacam kepercayaan atas keberhasilan kepala daerah dari kalangan perempuan di Pilkada. Seperti Surabaya dan Jawa Timur. Sehingga menjadi semacam imitasi keinginan di daerah-daerah lain, bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin.

“Parpol kemudian menilai, perlu memberikan ruang dan tempat kepada perempuan. Kedua, saya kira adanya akomodasi politik dari jumlah pemilih perempuan yang relatif cukup banyak,” pungkasnya.

Hal senada juga diutarakan akademisi asal USU, Agus Suriadi. “Kalau ditanya keterwakilan perempuan, saya lihat belum memenuhi harapan. Karena dari bapaslon yang ada kaum perempuan tidak sampai 10 persen. Namun demikian, bukan berarti tidak memenuhi persyaratan,” katanya.

Harus dipahami pula, lanjutnya, bahwa kultur perempuan belum begitu menarik perhatian di bidang politik, walaupun peran dan fungsi mereka sekarang sudah begitu maju di ruang-ruang publik.

“Namun angka segitu (10 orang) juga sudah menunjukkan perkembangan luar biasa di daerah yang perempuannya sudah berani mengambil tindakan untuk terjun ke politik. Walaupun bisa kita bilang terjunnya mereka karena dipengaruhi latar belakang lingkungan kehidupannya yang tak jauh dengan lingkungan politik,” terang Agus. (prn)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sebanyak sepuluh perempuan ikut bertarung memperebutkan kursi kepemimpinan di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Total ada 128 bakal pasangan calon (bapaslon) kepala daerah atau total 256 orang yang mendaftar ke 23 Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota yang ikut Pilkada Serentak di Sumatera Utara. Artinya, dari 256 orang tersebut, jumlah balon perempuan hanya 3,9 persen.

Sumber: KPU Sumut

Data diperoleh dari KPU Sumut, kesepuluh calon perempuan tersebut yakni Lisa Andriani (balon wali Kota Binjai), Ellya Rosa Siregar (balon Wakil Bupati Labuhan Batu), Rospita Sitorus (balon Bupati Simalungun), Atika Azmi Utammi (balon Bupati Mandailing Natal), Nurhajizah Marpaung (balon Bupati Asahan).

Selanjutnya, Winda Fitrika (balon Bupati Asahan), Cory Sriwaty Sebayang (balon Bupati Karo), Yus Falesky Surbakti (balon Bupati Karo), Susanti Dewayani (balon Wali Kota Pematangsiantar), dan Hasnah Harahap (balon Bupati Labuhanbatu Selatan).

Menilik potensi dan kans figur perempuan terpilih di edisi Pilkada Serentak kali ini, pengamat politik asal Universitas Sumatera Utara, Warjio, menilai, masih kurang menjanjikan. Menurutnya, dalam konteks politik, siapa yang dipilih tidak akan banyak pengaruhnya terhadap gender. Persoalan kemampuan, mesin partai, dan modalitas baik secara ekonomi dan sosial, akan lebih memengaruhi keterpilihan calon-calon tersebut.

“Nah, jika kriteria itu memenuhi, saya kira mereka akan dapat dipilih dan memenangkan pertarungan. Tetapi memang harus diakui, perubahan politik atau dukungan politik terhadap perempuan, misalnya berdasarkan hasil Pemilu Legislatif, belum menunjukkan hasil menggembirakan. Artinya dalam konteks kali ini, peluang calon perempuan untuk dipilih cukup kecil. Karena tidak akan banyak perubahan juga jika mereka pun terpilih nanti, dibanding calon pemimpin daerah dari kalangan laki-laki,” katanya menjawab Sumut Pos, Rabu (9/9).

Selain itu, kata dia, keterwakilan perempuan dari jumlah yang ikut kali ini, belum memenuhi ekspektasi. “Namun tetap patut kita apresiasi kemunculan mereka sebagai calon pemimpin daerah. Juga sudah ada keterbukaan politik dari elit-elit partai politik yang memberi kesempatan kepada perempuan maju sebagai pemimpin daerah,” katanya.

Lantas, kenapa sosok perempuan sebagai calon pemimpin daerah ini muncul?

Pertama, kata Warjio, dipengaruhi sejumlah faktor, salahsatunya pengalaman. Ada semacam kepercayaan atas keberhasilan kepala daerah dari kalangan perempuan di Pilkada. Seperti Surabaya dan Jawa Timur. Sehingga menjadi semacam imitasi keinginan di daerah-daerah lain, bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin.

“Parpol kemudian menilai, perlu memberikan ruang dan tempat kepada perempuan. Kedua, saya kira adanya akomodasi politik dari jumlah pemilih perempuan yang relatif cukup banyak,” pungkasnya.

Hal senada juga diutarakan akademisi asal USU, Agus Suriadi. “Kalau ditanya keterwakilan perempuan, saya lihat belum memenuhi harapan. Karena dari bapaslon yang ada kaum perempuan tidak sampai 10 persen. Namun demikian, bukan berarti tidak memenuhi persyaratan,” katanya.

Harus dipahami pula, lanjutnya, bahwa kultur perempuan belum begitu menarik perhatian di bidang politik, walaupun peran dan fungsi mereka sekarang sudah begitu maju di ruang-ruang publik.

“Namun angka segitu (10 orang) juga sudah menunjukkan perkembangan luar biasa di daerah yang perempuannya sudah berani mengambil tindakan untuk terjun ke politik. Walaupun bisa kita bilang terjunnya mereka karena dipengaruhi latar belakang lingkungan kehidupannya yang tak jauh dengan lingkungan politik,” terang Agus. (prn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/