JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Muktamar VIII PPP di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, yang diniatkan untuk mewujudkan islah seutuhnya telah ditutup. Ketua umum baru juga sudah ditetapkan. Namun, sulit dielak, muktamar yang diinisiasi kelompok Suryadharma Ali dan M. Romahurmuziy itu tidak sepenuhnya menuntaskan kemelut konflik internal yang selama ini menerpa.
Beda Golkar, beda PPP. Kedua partai yang sama-sama didera konflik internal sebagai buntut pelaksanaan Pilpres 2014 itu sedang berusaha menyelesaikan persoalannya. Yakni, dualisme kepengurusan yang muncul selama ini. Meski begitu, dibandingkan dengan partai berlambang Kakbah, beringin kini jauh lebih tenang. Dua pihak yang berseteru sudah bisa duduk bersama untuk menggelar musyawarah nasional (munas).
Suasana acara penutupan pada hari ketiga muktamar PPP kemarin (10/4) memang sudah tenang. Dinamika yang muncul sehari sebelumnya juga sudah tidak terasa lagi di arena muktamar. Namun, kondisi tersebut lagi-lagi tidak berarti muktamar telah berhasil mencapai targetnya secara optimal.
Sesaat ditetapkan sebagai ketua umum pada Sabtu lalu (9/4), Romy –sapaan M Romahurmuziy– memang terus menyampaikan komitmen untuk merangkul semua pihak. Hingga kemarin, mantan Sekjen DPP hasil muktamar Bandung itu juga terus menegaskan bakal mengajak Ketua Umum hasil muktamar Jakarta Djan Faridz untuk kembali bersatu. Tentu, dalam kepengurusan yang dipimpinnya.
Dia berjanji menyerahkan jabatan apa pun yang diminta Djan. ”Sebagaimana tadi sudah disampaikan kepada kami melalui Pak Wapres, beliau (Jusuf Kalla, Red) juga sudah berinisiatif menghubungi Pak Djan Faridz. Agar sudahlah, yang sudah berlalu, ya sudah, marilah kita menatap masa depan baru,” kata Romy seusai acara penutupan.
Namun, ajakan tersebut tentu tidak semudah merealisasikannya. Bahkan, harapan untuk bisa menggandeng Djan dan kelompoknya dengan menawarkan jabatan apa pun sangat mungkin mental. Akhirnya, islah seutuhnya hanya akan jauh panggang dari api.