JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sistem perhitungan rekapitulasi untuk Pilkada serentak 2020, diputuskan dengan cara manual. Tidak lagi menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Hal itu ditegaskan Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia terkait keputusan tidak mengunakan Sirekap tersebut berdasarkan kesepakatan antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Hasil resmi penghitungan dan rekapitulasi suara di Pilkada serentak didasari berita acara dan sertifikat penghitungan dan rekapitulasi manual,” kata Doli di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (12/11).
Politikus Partai Golkar ini menambahkan, Sirekap hanyalah untuk uji coba saja. Sehingga tidak akan digunakan untuk hajatan serentak 9 Desember mendatang. “Penggunaan Sirekap hanya merupakan uji coba dan alat bantu penghitungan dan rekapitulasi serta publikasi,” katanya.
Sebelum Sirekap tersebut nantinya digunakan, KPU harus memastikan kemampuan penyelenggara pemilu untuk bisa menggunakan aplikasi tersebut. “Tetap harus lebih dulu memastikan kecakapan penyelenggara Pemilu di setiap tingkatan untuk dapat memahami penggunaan Sirekap. Sehingga kesalahan dalam penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara dapat diminimalisir,” tambahnya.
Sebelumnya, Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik menyampaikan draf revisi perubahan KPU (PKPU) kepada Komisi II DPR RI terkait PKPU Nomor 9 Tahun 2018 tentang rekapitulasi penghitungan suara. KPU berencana menggunakan aplikasi Sirekap dalam rekapitulasi Pilkada 2020. “Kemudian penambahan Pasal 24 a, dalam kegiatan Sirekap perlu didukung perlengkapan memadai, jadi di dalam pasal 24 inilah kita sudah mengatur, pertama perlengkapan yang diperlukan dalam penggunaan sirekap terdiri atas, a, ponsel pintar, b, aplikasi Sirekap, c, jaringan internet dan paket data internet,” kata Evi.
Untuk menunjang aplikasi Sirekap dalam rekapitulasi Pilkada 2020, paling sedikit 2 anggota KPPS harus memiliki ponsel pintar. Nantinya, KPU akan menyediakan paket data internet.
Sementara, Ketua Bawaslu RI, Abhan meminta KPU RI mempertimbangkan kembali rencana penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) hasil pemungutan suara Pilkada Serentak 2020. Alasannya, ada beberapa kendala yang ditemukan Bawaslu di lapangan. “Ada beberapa catatan kami yang perlu dipertimbangkan KPU terkait dengan hasil monitoring simulasi Sirekap di beberapa tempat,” kata Abhan.
Pertama menurut dia, masih terjadi kendala jaringan di beberapa tempat sehingga harus dipastikan terkait pemetaan kekuatan jaringan di tiap TPS tanpa harus berpindah lokasi ketika hendak mengunggah dokumen dalam sistem Sirekap. Menurut dia, kalau berpindah tempat, akan muncul potensi adanya manipulasi apalagi dalam PKPU tentang Rekapitulasi Suara Pilkada diatur waktunya maksimal 24 jam.
Dia mengatakan proses unggah dokumen ketika jaringan buruk di TPS yang mengharuskan KPPS berpindah tempat yang ada jaringan internet. Akibatnya, berpotensi terjadi manipulasi data karena dapat dapat diubah ketika proses tersebut. “Berikutnya, dari hasil pengawasan kami, masih ada daerah yang terkendala internet misalnya di Bali ada 91 kelurahan, ada kendala internet di 408 titik lokasi TPS,” ujarnya.
Selain itu menurut dia, ada juga daerah yang terkendala listrik misalnya di 771 kelurahan di Kalimantan Barat dan ada 1.937 titik TPS. Dia menjelaskan, terkait keaslian dan keamanan terhadap dokumen digital juga harus lebih diperkuat. Karena dalam pelaksanaannya siapa saja yang memiliki akses terhadap Sirekap dapat mengubah dokumen tanpa ada perbedaan hasil asli dengan yang telah diubah.
“Pengawas TPS dan saksi juga harus diberikan akses untuk menyaksikan secara dekat saat validasi hasil scan form hasil KWK. Lalu perlu penekanan dalam setiap bimbingan teknis karena pada saat simulasi di TPS, masih belum familiar dengan penggunaan Sirekap,” katanya.
Abhan merekomendasikan sistem Sirekap hanya dijadikan sebagai fungsi publikasi namun bukan sebagai mekanisme penetapan hasil Pilkada.
Dalam RDP tersebut, anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar juga menjelaskan, lembaganya telah memetakan di berbagai TPS di seluruh Indonesia khususnya terkait kondisi dan kesiapan jaringan internet serta listrik. Menurut dia, dari hasil pengawasan tersebut, ada 33.412 TPS yang tidak memiliki jaringan internet dan 4.423 TPS tidak memiliki listrik.
“Ada beberapa daerah yang secara jumlah sangat signifikan misalnya di Kalimantan Timur ada 7.876 TPS tidak memiliki akses internet dan di Jawa Timur masih ada 3.313 TPS yang tidak memiliki akses internet,” ujarnya. (jpg)