25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Terkait Sistem Pemilu 2024, Ada Bacaleg Pilih Proporsional Terbuka, Ada Juga Pilih Tertutup

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Para bakal calon legislatif (bacaleg) di tingkat Kota Medan turut menanti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilihan umum (pemilu), apakah tetap proporsional terbuka atau berubah menjadi proporsional tertutup.

Beragam pendapat pun disampaikan para Bacaleg tingkat Kota Medan. Ada yang mendukung tetap proporsional terbuka, namun ada juga yang mendukung agar berubah menjadi proporsional tertutup. Tentunya dengan berbagai alasan masing-masing.

Kepada Sumut Pos, Bacaleg petahana DPRD Kota Medan, Dedy Aksyari Nasution, mengatakan dirinya sangat berharap agar Pemilu tahun 2024 tetap berjalan dengan sistem proporsional terbuka seperti halnya Pemilu 2019.

“Harapan kita, pemilu tetap dalam sistem proporsional terbuka,” ucap Dedy yang saat ini duduk sebagai Anggota Komisi IV DPRD Medan tersebut.

Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, melalui pemilu dengan sistem proporsional terbuka, hubungan emosional antara rakyat dengan sosok yang akan dipilihnya sebagai wakil rakyat itu akan terbangun.

“Karena dengan sistem itu, interaksi antara pemilih dan yang dipilih itu ada kontak emosinal secara langsung, sehingga masyarakat pemilih tahu siapa yg akan dipilihnya,” ujarnya.

Selain itu, kata Dedy, bila tetap dengan sistem proporsional terbuka, keputusan atas siapa sosok yang akan duduk sebagai wakil rakyat ada di tangan rakyat itu sendiri. Sementara bila proporsional terbuka, maka sosok yang akan menjadi wakil rakyat sepenuhnya menjadi kewenangan partai politik.

“Kalau sistem proprosional tertutup, secara teknis keputusan di partai. Sedangkan kalau sistem proporsional terbuka, ini tergantung masyarakat pemilih,” katanya.

Selanjutnya, sambung Dedy, pemerintah juga tidak bisa serta merta merubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

“Jadi kalau itu pun tertutup, kan harus ada revisi undang-undang pemilu yang harus diajukan oleh pemerintah ke DPR RI. Ada proses lagi untuk revisi UU pemilunya,” sambungnya.

Kemeriahan pemilu proporsional tertutup juga diyakini tidak akan terasa bila dibandingkan dengan pemilu proporsional terbuka seperti halnya Pemilu 2019. Salah satu indikatornya, setiap sudut kota tidak akan diramaikan baliho-baliho caleg yang akan menyemarakkan pemilu itu sendiri.

“Kemudian, tidak caleg yang wara-wiri menjumpai masyarakat untuk mendengar dan menjemput aspirasi mereka juga akan sepi. Masyarakat akan sangat jarang melihat caleg turun ke masyarakat untuk menyampaikan visi misinya guna diperjuangkan saat nanti telah terpilih sebagai wakil rakyat,” terangnya.

Terakhir, sambung Dedy, setelah dewan terpilih, dipastikan tidak akan banyak Anggota DPRD yang menjaga silaturahmi dan menjaga hubungan sosialnya dengan para pemilih.

“Untuk itu, pemilu proporsional terbuka itu sudah yang paling baik di Indonesia, supaya sistem demokrasi dan sosial kultural tetap terjaga antara masyarakat dan legislatif. Untuj ” tutupnya.

Sementara itu, Bacaleg DPRD Kota Medan dari PDI Perjuangan, Boydo H.K Panjaitan, mengatakan bahwa dirinya mendukung Pemilu dengan sistem propoesional tertutup.

“Harapan saya sama dengan keputusan partai (PDI Perjuangan) yang menginginkan pemilu proporsional tertutup. Kita ikut dengan keputusan partai,” tutur Boydo kepada Sumut Pos, Rabu (14/6/2023).

Dijelaskan Boydo, seyogiyanya sistem politik yang ada di Indonesia adalah sistem kepartaian, bukan sistem perorangan.

“Sistem politik kita kan kepartaian, jadi sudah saatnya masyarakat melihat partai dan seluruh visi misi partai, khususnya dalam memilih caleg,” jelas mantan Anggota DPRD Medan periode 2014 – 2019 tersebut.

Boydo juga menerangkan, dengan sistem proporsional, tubuh partai politik menjadi lebih sehat. Pasalnya dengan menerapkan sistem proporsional tertutup, sistem pengkaderan partai dapat berjalan dengan lebih baik.

“Jadi sistem pengkaderan partai juga berjalan, sehingga partai dapat menempatkan kader-kader terbaiknya,” terangnya.

Tak cuma itu, Boydo juga menjelaskan bahwa dengan menerapkan sistem proporsional tertutup, maka praktik politik uang yang dilakukan oknum caleg dapat ditekan semaksimal mungkin.

“Kemudian juga dapat mengurangi praktik money politik yang dilakukan oknum legislatif yang mempunyai banyak uang,” jelasnya.

Untuk itu, sambung Boydo, pihaknya tidak mempermasalahkan kapan MK akan mengumumkan sistem pemilu di Indonesia.

“Untuk kita di PDI Perjuangan, tidak masalah diumumkan (MK) kapan saja, karena sistem dan aturan partai kita sudah ada dan berjalan dalam menentukan serta menyusun para caleg,” pungkasnya.
(map/ram)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Para bakal calon legislatif (bacaleg) di tingkat Kota Medan turut menanti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilihan umum (pemilu), apakah tetap proporsional terbuka atau berubah menjadi proporsional tertutup.

Beragam pendapat pun disampaikan para Bacaleg tingkat Kota Medan. Ada yang mendukung tetap proporsional terbuka, namun ada juga yang mendukung agar berubah menjadi proporsional tertutup. Tentunya dengan berbagai alasan masing-masing.

Kepada Sumut Pos, Bacaleg petahana DPRD Kota Medan, Dedy Aksyari Nasution, mengatakan dirinya sangat berharap agar Pemilu tahun 2024 tetap berjalan dengan sistem proporsional terbuka seperti halnya Pemilu 2019.

“Harapan kita, pemilu tetap dalam sistem proporsional terbuka,” ucap Dedy yang saat ini duduk sebagai Anggota Komisi IV DPRD Medan tersebut.

Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, melalui pemilu dengan sistem proporsional terbuka, hubungan emosional antara rakyat dengan sosok yang akan dipilihnya sebagai wakil rakyat itu akan terbangun.

“Karena dengan sistem itu, interaksi antara pemilih dan yang dipilih itu ada kontak emosinal secara langsung, sehingga masyarakat pemilih tahu siapa yg akan dipilihnya,” ujarnya.

Selain itu, kata Dedy, bila tetap dengan sistem proporsional terbuka, keputusan atas siapa sosok yang akan duduk sebagai wakil rakyat ada di tangan rakyat itu sendiri. Sementara bila proporsional terbuka, maka sosok yang akan menjadi wakil rakyat sepenuhnya menjadi kewenangan partai politik.

“Kalau sistem proprosional tertutup, secara teknis keputusan di partai. Sedangkan kalau sistem proporsional terbuka, ini tergantung masyarakat pemilih,” katanya.

Selanjutnya, sambung Dedy, pemerintah juga tidak bisa serta merta merubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

“Jadi kalau itu pun tertutup, kan harus ada revisi undang-undang pemilu yang harus diajukan oleh pemerintah ke DPR RI. Ada proses lagi untuk revisi UU pemilunya,” sambungnya.

Kemeriahan pemilu proporsional tertutup juga diyakini tidak akan terasa bila dibandingkan dengan pemilu proporsional terbuka seperti halnya Pemilu 2019. Salah satu indikatornya, setiap sudut kota tidak akan diramaikan baliho-baliho caleg yang akan menyemarakkan pemilu itu sendiri.

“Kemudian, tidak caleg yang wara-wiri menjumpai masyarakat untuk mendengar dan menjemput aspirasi mereka juga akan sepi. Masyarakat akan sangat jarang melihat caleg turun ke masyarakat untuk menyampaikan visi misinya guna diperjuangkan saat nanti telah terpilih sebagai wakil rakyat,” terangnya.

Terakhir, sambung Dedy, setelah dewan terpilih, dipastikan tidak akan banyak Anggota DPRD yang menjaga silaturahmi dan menjaga hubungan sosialnya dengan para pemilih.

“Untuk itu, pemilu proporsional terbuka itu sudah yang paling baik di Indonesia, supaya sistem demokrasi dan sosial kultural tetap terjaga antara masyarakat dan legislatif. Untuj ” tutupnya.

Sementara itu, Bacaleg DPRD Kota Medan dari PDI Perjuangan, Boydo H.K Panjaitan, mengatakan bahwa dirinya mendukung Pemilu dengan sistem propoesional tertutup.

“Harapan saya sama dengan keputusan partai (PDI Perjuangan) yang menginginkan pemilu proporsional tertutup. Kita ikut dengan keputusan partai,” tutur Boydo kepada Sumut Pos, Rabu (14/6/2023).

Dijelaskan Boydo, seyogiyanya sistem politik yang ada di Indonesia adalah sistem kepartaian, bukan sistem perorangan.

“Sistem politik kita kan kepartaian, jadi sudah saatnya masyarakat melihat partai dan seluruh visi misi partai, khususnya dalam memilih caleg,” jelas mantan Anggota DPRD Medan periode 2014 – 2019 tersebut.

Boydo juga menerangkan, dengan sistem proporsional, tubuh partai politik menjadi lebih sehat. Pasalnya dengan menerapkan sistem proporsional tertutup, sistem pengkaderan partai dapat berjalan dengan lebih baik.

“Jadi sistem pengkaderan partai juga berjalan, sehingga partai dapat menempatkan kader-kader terbaiknya,” terangnya.

Tak cuma itu, Boydo juga menjelaskan bahwa dengan menerapkan sistem proporsional tertutup, maka praktik politik uang yang dilakukan oknum caleg dapat ditekan semaksimal mungkin.

“Kemudian juga dapat mengurangi praktik money politik yang dilakukan oknum legislatif yang mempunyai banyak uang,” jelasnya.

Untuk itu, sambung Boydo, pihaknya tidak mempermasalahkan kapan MK akan mengumumkan sistem pemilu di Indonesia.

“Untuk kita di PDI Perjuangan, tidak masalah diumumkan (MK) kapan saja, karena sistem dan aturan partai kita sudah ada dan berjalan dalam menentukan serta menyusun para caleg,” pungkasnya.
(map/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/