25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Pilkada Serentak di 23 Kabupaten/Kota se-Sumut, Mantan Koruptor Berpeluang Dicalonkan

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan narapidana korupsi diperbolehkan maju sebagai kepala atau wakil kepala daerah di Pilkada serentak 2020 pada 23 kabupaten dan kota di Sumatera Utara. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut, Herdensi Adnin, mengamini hal tersebut.

Menurutnya, selama Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1/2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota Menjadi UU masih berlaku, pencalonan eks pelaku kriminal dan koruptor tetap bisa diakomodir “Pada prinsipnya aturan yang sudah dibuat KPU (pusat), ya kami jalankan,” katanya menjawab Sumut Pos, Jumat (13/12).

Meski demikian, turunan dari UU tersebut yakni PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pencalonan Kepala Daerah, ada meminta partai politik untuk mengutamakan sosok yang akan diusung bukan mantan koruptor. “Poinnya di situ.

Artinya, dari PKPU tersebut diatur lebih teknis mengenai syarat pencalonan. Memang sejauh tidak dilarang (sesuai norma UU), berarti boleh (mencalon). UU itu memang tidak melarang. Hanya saja, penekanannya parpol diminta merekomendasikan calon yang tidak pernah tersandung kasus hukum,” terangnya.

Meski KPU tidak melarang mantan koruptor dicalonkan pada Pilkada 2020, namun Sekretaris DPD PDI Perjuangan Sumut, Soetarto menegaskan, partainya sudah berkomitmen penuh untuk tidak mengusung calon yang cacat hukum di Pilkada 2020. Bahkan diakui dia, selain komitmen membusung sosok yang bersih, pihaknya juga bakal memberlakukan pakta integritas bagi setiap calon yang diusung dari PDI Perjuangan.

“DPP partai melalui Pak Hasto sudah menegaskan hal itu. Dan kami mengacu pada instruksi DPP. Berencana juga untuk membuat penandatanganan pakta integritas bagi semua calon yang akan diusung, sehingga menjadi sebuah dokumen resmi secara tertulis sebagai bentuk komitmen,” katanya.

Pihaknya, imbuh dia, punya prinsip bahwa bagaimana si calon mampu memperbaiki dirinya dan mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih, jika yang diusung adalah orang yang pernah tersandung persoalan hukum. “PDI Perjuangan sejak dulu sangat tegas untuk itu. Jadi kami takkan mungkin mengusung calon bekas narapidana, apalagi eks koruptor,” tegasnya.

Sebelumnya Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung menilai PKPU Nomor 18/2019 tentang Pencalonan Kepala Daerah merupakan jalan tengah terkait polemik diperbolehkan atau tidak mantan terpidana kasus korupsi maju dalam kontestasi pemilihan kepala daerah. “Ini jalan tengah keinginan kita semua untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang lebih bersih dan sungguh-sungguh melawan korupsi, namun dalam penyusunan perundang-undangannya tidak saling bertentangan,” katanya.

Dikatakannya, dalam pasal 3A ayat 3 dan 4 PKPU Nomor 18 Tahun 2019 menyebutkan bahwa mengimbau partai politik mengusulkan calon kepala daerah yang tidak pernah menjadi terpidana kasus korupsi. Menurut dia, KPU dalam beberapa kali konsultasi dengan Komisi II DPR sebelum membuat PKPU tentang pencalonan kepala daerah, menginginkan memasukkan aturan larangan terpidana kasus korupsi ikut maju dalam pilkada.

“Dalam rapat konsultasi yang dilakukan KPU dengan Komisi II DPR, KPU ingin memasukkan larangan tersebut, lalu kami katakan tidak masalah asalkan tidak bertentangan dengan UU yang ada di atasnya,” ujarnya.

Doli mengatakan, isi PKPU Nomor 18/2019 merupakan harmonisasi antara KPU dengan Kementerian Hukum dan HAM sebagai pihak yang mengundangkan PKPU, agar aturan tersebut tidak bertentangan dengan UU di atasnya atau Keputusan MK terkait larangan tersebut. Karenanya diambil jalan tengah yaitu larangan terpidana kasus korupsi maju pilkada tidak dimasukkan dalam PKPU, namun mengimbau parpol tidak memberikan rekomendasi bagi calon yang pernah terjerat kasus korupsi.

“Ini jalan tengah tanpa mengurangi semangat untuk mendorong pemerintahan di daerah bersih dan bebas korupsi,” katanya lagi.

Menurut dia, setelah keluarnya PKPU tersebut, tinggal parpol yang mempertimbangkan dan memutuskan calon kepala daerah yang diusungnya dalam pilkada berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Diketahui, KPU membuat PKPU Nomor 18/2019 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. KPU hanya mengatur larangan bagi dua mantan terpidana ikut dalam pilkada, yaitu bukan mantan terpidana bandar narkoba dan bukan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak yang tertuang dalam pasal 4 ayat H.

KPU menambahkan satu pasal dalam PKPU yang mengimbau partai politik untuk mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi, dan aturan ini dituangkan dalam pasal 3A ayat 3 dan 4. Pasal 3A ayat 3 disebutkan bahwa: “Dalam seleksi bakal calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi.” Lalu dalam pasal 3A ayat 4 disebutkan bahwa: “Bakal calon perseorangan yang dapat mendaftar sebagai calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota diutamakan bukan mantan terpidana korupsi. (prn)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan narapidana korupsi diperbolehkan maju sebagai kepala atau wakil kepala daerah di Pilkada serentak 2020 pada 23 kabupaten dan kota di Sumatera Utara. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut, Herdensi Adnin, mengamini hal tersebut.

Menurutnya, selama Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1/2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota Menjadi UU masih berlaku, pencalonan eks pelaku kriminal dan koruptor tetap bisa diakomodir “Pada prinsipnya aturan yang sudah dibuat KPU (pusat), ya kami jalankan,” katanya menjawab Sumut Pos, Jumat (13/12).

Meski demikian, turunan dari UU tersebut yakni PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pencalonan Kepala Daerah, ada meminta partai politik untuk mengutamakan sosok yang akan diusung bukan mantan koruptor. “Poinnya di situ.

Artinya, dari PKPU tersebut diatur lebih teknis mengenai syarat pencalonan. Memang sejauh tidak dilarang (sesuai norma UU), berarti boleh (mencalon). UU itu memang tidak melarang. Hanya saja, penekanannya parpol diminta merekomendasikan calon yang tidak pernah tersandung kasus hukum,” terangnya.

Meski KPU tidak melarang mantan koruptor dicalonkan pada Pilkada 2020, namun Sekretaris DPD PDI Perjuangan Sumut, Soetarto menegaskan, partainya sudah berkomitmen penuh untuk tidak mengusung calon yang cacat hukum di Pilkada 2020. Bahkan diakui dia, selain komitmen membusung sosok yang bersih, pihaknya juga bakal memberlakukan pakta integritas bagi setiap calon yang diusung dari PDI Perjuangan.

“DPP partai melalui Pak Hasto sudah menegaskan hal itu. Dan kami mengacu pada instruksi DPP. Berencana juga untuk membuat penandatanganan pakta integritas bagi semua calon yang akan diusung, sehingga menjadi sebuah dokumen resmi secara tertulis sebagai bentuk komitmen,” katanya.

Pihaknya, imbuh dia, punya prinsip bahwa bagaimana si calon mampu memperbaiki dirinya dan mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih, jika yang diusung adalah orang yang pernah tersandung persoalan hukum. “PDI Perjuangan sejak dulu sangat tegas untuk itu. Jadi kami takkan mungkin mengusung calon bekas narapidana, apalagi eks koruptor,” tegasnya.

Sebelumnya Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung menilai PKPU Nomor 18/2019 tentang Pencalonan Kepala Daerah merupakan jalan tengah terkait polemik diperbolehkan atau tidak mantan terpidana kasus korupsi maju dalam kontestasi pemilihan kepala daerah. “Ini jalan tengah keinginan kita semua untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang lebih bersih dan sungguh-sungguh melawan korupsi, namun dalam penyusunan perundang-undangannya tidak saling bertentangan,” katanya.

Dikatakannya, dalam pasal 3A ayat 3 dan 4 PKPU Nomor 18 Tahun 2019 menyebutkan bahwa mengimbau partai politik mengusulkan calon kepala daerah yang tidak pernah menjadi terpidana kasus korupsi. Menurut dia, KPU dalam beberapa kali konsultasi dengan Komisi II DPR sebelum membuat PKPU tentang pencalonan kepala daerah, menginginkan memasukkan aturan larangan terpidana kasus korupsi ikut maju dalam pilkada.

“Dalam rapat konsultasi yang dilakukan KPU dengan Komisi II DPR, KPU ingin memasukkan larangan tersebut, lalu kami katakan tidak masalah asalkan tidak bertentangan dengan UU yang ada di atasnya,” ujarnya.

Doli mengatakan, isi PKPU Nomor 18/2019 merupakan harmonisasi antara KPU dengan Kementerian Hukum dan HAM sebagai pihak yang mengundangkan PKPU, agar aturan tersebut tidak bertentangan dengan UU di atasnya atau Keputusan MK terkait larangan tersebut. Karenanya diambil jalan tengah yaitu larangan terpidana kasus korupsi maju pilkada tidak dimasukkan dalam PKPU, namun mengimbau parpol tidak memberikan rekomendasi bagi calon yang pernah terjerat kasus korupsi.

“Ini jalan tengah tanpa mengurangi semangat untuk mendorong pemerintahan di daerah bersih dan bebas korupsi,” katanya lagi.

Menurut dia, setelah keluarnya PKPU tersebut, tinggal parpol yang mempertimbangkan dan memutuskan calon kepala daerah yang diusungnya dalam pilkada berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Diketahui, KPU membuat PKPU Nomor 18/2019 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. KPU hanya mengatur larangan bagi dua mantan terpidana ikut dalam pilkada, yaitu bukan mantan terpidana bandar narkoba dan bukan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak yang tertuang dalam pasal 4 ayat H.

KPU menambahkan satu pasal dalam PKPU yang mengimbau partai politik untuk mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi, dan aturan ini dituangkan dalam pasal 3A ayat 3 dan 4. Pasal 3A ayat 3 disebutkan bahwa: “Dalam seleksi bakal calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi.” Lalu dalam pasal 3A ayat 4 disebutkan bahwa: “Bakal calon perseorangan yang dapat mendaftar sebagai calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota diutamakan bukan mantan terpidana korupsi. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/