27.8 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Cuma Unggul Tipis dari Akhyar-Salman, Pengusung Bobby-Aulia Dinilai Tak Kerja Maksimal

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pasangan Calon (paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Medan nomor urut 2, Muhammad Bobby Afif Nasution dan Aulia Rachman resmi diumumkan sebagai pemenang Pilkada Medan 2020. Bobby-Aulia unggul tipis dengan perolehan 393.327 suara (53,5 persen). Sedangkan lawannya yang merupakan paslon nomor urut 1, Akhyar Nasution-Salman Alfarisi memperoleh 342.580 suara (46,5 persen).

MENANG: Bobby Nasution dan Aulia Rahman bersama tim relawan memberi keterangan usai menyaksikan hasil quick count. istimewa/sumutpos.
MENANG: Bobby Nasution dan Aulia Rahman bersama tim relawan memberi keterangan usai menyaksikan hasil quick count. istimewa/sumutpos.

Padahal, Bobby-Aulia yang merupakan menantu Presiden RI Jokowi itu diusung 8 partai politik yang memiliki total 39 dari 50 kursi di DPRD Medan, yakni PDIP, Gerindra, PAN, Golkar, NasDem, Hanura, PSI dan PPP. Ditambah lagi, dukungan dari Partai Gelora Indonesia yang belum ikut Pemilu.

Harusnya dengan didukungan banyak parpol Bobby-Aulia bisa menang telak atau meraup suara lebih banyak lagi. Apalagi rivalnya, Akhyar-Salman hanya diusung dua parpol yakni PKS dan Partai Demokrat yang hanya memiliki 11 kursi di DPRD Medan.

Melihat kenyataan ini, pengamat politik dari USU, Agus Suriadi menilai, mesin politik parpol pengusung Bobby-Aulia tidak bekerja maksimal. “Jelas sekali, kalau mesin partai politik pendukung Bobby-Aulia tidak sepenuhnya berjalan. Hanya ada beberapa parpol saja yang terlihat sungguh-sungguh, sisanya terlihat setengah hati dan terkesan menjadi formalitas saja dalam mendukung Bobby-Aulia,” kata Agus kepada Sumut Pos, Rabu (16/12).

Sebaliknya, kata Agus, mesin partai politik pendukung Akhyar-Salman (Aman), terlihat sangat serius dalam memenangkan paslon Akhyar dan Salman untuk menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Medan. “Walaupun pada akhirnya kalah, tetapi perolehan 46,5 persen itu adalah sebuah prestasi. Melawan Bobby-Aulia dengan kekuatan partai yang sangat besar, mereka hanya berselisih 7 persen suara, ini bukti kerja keras dan sesungguhan mereka,” tandasnya.

Masyarakat Apatis

Sementara itu, KPU Kota Medan mencatat, sebanyak 886.964 orang atau 54,22 persen dari 1.635.846 total pemilih di Pilkada Medan tidak menggunakan hak pilihnya alias golput, pada 9 Desember kemarin. Selain alasan pandemi Covid-19, pengamat politik dari USU, Dr Warjio menilai, rendahnya tingkat partisipasi masyarakat di Pilkada Medan merupakan bentuk ketidakpercayaan terhadap proses Pilkada yang dapat melahirkan pemimpin yang terbaik bagi Kota Medan.

“Banyak masyarakat menilai, kedua paslon bukan sebagai paslon yang mewakili representasi masyarakat dalam membangun Kota Medan yang lebih baik. Masyarakat sudah cukup apatis dengan pemerintahan di Kota Medan yang telah berkali-kali mengecewakan para pemilihnya,” kata Warjio kepada Sumut Pos, Selasa (16/12).

Dikatakan Warjio, bagi kebanyakan pemilih, memilih calon petahana bukanlah solusi. Pasalnya, petahana dinilai sebagai bagian dari kegagalan pemerintahan sebelumnya yang tidak mampu berbuat banyak dalam membangun Kota Medan yang lebih baik, termasuk dalam membangun infrastruktur, peningkatan pelayanan kepada masyarakat hingga bebas dari praktik-praktik korupsi.

“Apapun namanya, terlibat ataupun tidak, sosok Akhyar sudah terlanjur melekat dengan Eldin yang sekarang sedang menjalani masa hukumannya akibat kasus korupsi. Ini juga jadi faktor utama kenapa masyarakat enggan memilihnya,” ujarnya.

Sedangkan pasangan calon nomor urut 2, yakni Bobby-Aulia juga banyak dinilai masyarakat bukan sebagai calon yang terbaik bila dibandingkan dengan Akhyar. Sekalipun sudah pasti belum pernah tesentuh oleh praktik-praktik kurupsi sehingga dinilai sebagai anak muda yang jujur dan energik, namun Bobby dibilang sebagai anak muda yang belum punya pengalaman apapun dalam pemerintahan, termasuk dalam dunia politik dan birokrasi pemerintahan.

“Ditambah lagi, banyak masyarakat yang menolak adanya politik dinasti di Kota Medan. Walaupun pada akhirnya, masyarakat ternyata lebih suka terhadap sosok yang memberikan harapan baru dibandingkan sosok yang pernah gagal dalam membangun Kota Medan. Itu sebabnya, Bobby-Aulia unggul dari Akhyar-Salman,” katanya.

Hanya saja, terang Warjio, masyarakat Kota Medan yang bersikap apatis terhadap kedua paslon dan terhadap proses tahapan Pilkada Medan masih lebih banyak dari mereka yang menggunakan hak suaranya. Faktanya, masyarakat yang tidak memilih justru lebih dari 50 persen.

“Artinya masih sama dengan Pilkada Medan pada periode-periode sebelumnya, bahwa mereka yang golput sesungguhnya masih menjadi pemenang dalam setiap pelaksanaan Pilkada di Kota Medan. Hal ini sekaligus sebagai bentuk kemarahan masyarakat terhadap realitas politik di Kota Medan,” tegasnya.

Di sisi lain, Warjio turut menyoroti tipisnya keunggulan pasangan Bobby-Aulia di Pilkada Medan 2020 bila dibandingkan dengan perolehan suara Akhyar-Salman. Menurutnya, keunggulan Bobby-Aulia yang hanya berselisih 7 persen dari total suara yang dimiliki Akhyar-Salman adalah bentuk minumnya kesolidan para partai politik yang mengusung Bobby-Aulia di Pilkada Medan.

“Simpatisan dan para pemilih partai seperti Partai Gerindra dan beberapa partai politik lainnya yang tadinya merupakan pendukung Prabowo di Pilpres mulai jenuh untuk mendukung sosok yang diusung oleh partai-partai itu, mengingat Partai Gerindra dan beberapa partai lainnya yang tadinya ada di oposisi namun saat ini sudah menjadi koalisi pemerintah. Ini jelas sekali berpengaruh,” tegas Warjio.

Lalu, sejumlah partai politik yang mendukung Bobby-Aulia juga tidak sepenuhnya solid dalam memenangkan Bobby dan hanya sebagai partai pendukung secara tertulis, namun tidak mendukung secara fakta di lapangan. “Bersyukur, walaupun Partai Gelora belum punya kursi di DPRD Medan dan belum bisa menjadi partai pengusung dan hanya sebagai partai pendukung untuk Bobby-Aulia, tapi partai tersebut justru saya nilai sebagai partai yang cukup berpengaruh bagi kemenangan Bobby-Aulia. Pasalnya, kehadiran Gelora mampu memecah suara yang dimiliki PKS. Apalagi di kawasan Medan Utara, beberapa tokoh mantan PKS asal Medan Utara saat ini berada di Partai Gelora. Itu tentu sangat berpengaruh,” pungkasnya. (map)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pasangan Calon (paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Medan nomor urut 2, Muhammad Bobby Afif Nasution dan Aulia Rachman resmi diumumkan sebagai pemenang Pilkada Medan 2020. Bobby-Aulia unggul tipis dengan perolehan 393.327 suara (53,5 persen). Sedangkan lawannya yang merupakan paslon nomor urut 1, Akhyar Nasution-Salman Alfarisi memperoleh 342.580 suara (46,5 persen).

MENANG: Bobby Nasution dan Aulia Rahman bersama tim relawan memberi keterangan usai menyaksikan hasil quick count. istimewa/sumutpos.
MENANG: Bobby Nasution dan Aulia Rahman bersama tim relawan memberi keterangan usai menyaksikan hasil quick count. istimewa/sumutpos.

Padahal, Bobby-Aulia yang merupakan menantu Presiden RI Jokowi itu diusung 8 partai politik yang memiliki total 39 dari 50 kursi di DPRD Medan, yakni PDIP, Gerindra, PAN, Golkar, NasDem, Hanura, PSI dan PPP. Ditambah lagi, dukungan dari Partai Gelora Indonesia yang belum ikut Pemilu.

Harusnya dengan didukungan banyak parpol Bobby-Aulia bisa menang telak atau meraup suara lebih banyak lagi. Apalagi rivalnya, Akhyar-Salman hanya diusung dua parpol yakni PKS dan Partai Demokrat yang hanya memiliki 11 kursi di DPRD Medan.

Melihat kenyataan ini, pengamat politik dari USU, Agus Suriadi menilai, mesin politik parpol pengusung Bobby-Aulia tidak bekerja maksimal. “Jelas sekali, kalau mesin partai politik pendukung Bobby-Aulia tidak sepenuhnya berjalan. Hanya ada beberapa parpol saja yang terlihat sungguh-sungguh, sisanya terlihat setengah hati dan terkesan menjadi formalitas saja dalam mendukung Bobby-Aulia,” kata Agus kepada Sumut Pos, Rabu (16/12).

Sebaliknya, kata Agus, mesin partai politik pendukung Akhyar-Salman (Aman), terlihat sangat serius dalam memenangkan paslon Akhyar dan Salman untuk menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Medan. “Walaupun pada akhirnya kalah, tetapi perolehan 46,5 persen itu adalah sebuah prestasi. Melawan Bobby-Aulia dengan kekuatan partai yang sangat besar, mereka hanya berselisih 7 persen suara, ini bukti kerja keras dan sesungguhan mereka,” tandasnya.

Masyarakat Apatis

Sementara itu, KPU Kota Medan mencatat, sebanyak 886.964 orang atau 54,22 persen dari 1.635.846 total pemilih di Pilkada Medan tidak menggunakan hak pilihnya alias golput, pada 9 Desember kemarin. Selain alasan pandemi Covid-19, pengamat politik dari USU, Dr Warjio menilai, rendahnya tingkat partisipasi masyarakat di Pilkada Medan merupakan bentuk ketidakpercayaan terhadap proses Pilkada yang dapat melahirkan pemimpin yang terbaik bagi Kota Medan.

“Banyak masyarakat menilai, kedua paslon bukan sebagai paslon yang mewakili representasi masyarakat dalam membangun Kota Medan yang lebih baik. Masyarakat sudah cukup apatis dengan pemerintahan di Kota Medan yang telah berkali-kali mengecewakan para pemilihnya,” kata Warjio kepada Sumut Pos, Selasa (16/12).

Dikatakan Warjio, bagi kebanyakan pemilih, memilih calon petahana bukanlah solusi. Pasalnya, petahana dinilai sebagai bagian dari kegagalan pemerintahan sebelumnya yang tidak mampu berbuat banyak dalam membangun Kota Medan yang lebih baik, termasuk dalam membangun infrastruktur, peningkatan pelayanan kepada masyarakat hingga bebas dari praktik-praktik korupsi.

“Apapun namanya, terlibat ataupun tidak, sosok Akhyar sudah terlanjur melekat dengan Eldin yang sekarang sedang menjalani masa hukumannya akibat kasus korupsi. Ini juga jadi faktor utama kenapa masyarakat enggan memilihnya,” ujarnya.

Sedangkan pasangan calon nomor urut 2, yakni Bobby-Aulia juga banyak dinilai masyarakat bukan sebagai calon yang terbaik bila dibandingkan dengan Akhyar. Sekalipun sudah pasti belum pernah tesentuh oleh praktik-praktik kurupsi sehingga dinilai sebagai anak muda yang jujur dan energik, namun Bobby dibilang sebagai anak muda yang belum punya pengalaman apapun dalam pemerintahan, termasuk dalam dunia politik dan birokrasi pemerintahan.

“Ditambah lagi, banyak masyarakat yang menolak adanya politik dinasti di Kota Medan. Walaupun pada akhirnya, masyarakat ternyata lebih suka terhadap sosok yang memberikan harapan baru dibandingkan sosok yang pernah gagal dalam membangun Kota Medan. Itu sebabnya, Bobby-Aulia unggul dari Akhyar-Salman,” katanya.

Hanya saja, terang Warjio, masyarakat Kota Medan yang bersikap apatis terhadap kedua paslon dan terhadap proses tahapan Pilkada Medan masih lebih banyak dari mereka yang menggunakan hak suaranya. Faktanya, masyarakat yang tidak memilih justru lebih dari 50 persen.

“Artinya masih sama dengan Pilkada Medan pada periode-periode sebelumnya, bahwa mereka yang golput sesungguhnya masih menjadi pemenang dalam setiap pelaksanaan Pilkada di Kota Medan. Hal ini sekaligus sebagai bentuk kemarahan masyarakat terhadap realitas politik di Kota Medan,” tegasnya.

Di sisi lain, Warjio turut menyoroti tipisnya keunggulan pasangan Bobby-Aulia di Pilkada Medan 2020 bila dibandingkan dengan perolehan suara Akhyar-Salman. Menurutnya, keunggulan Bobby-Aulia yang hanya berselisih 7 persen dari total suara yang dimiliki Akhyar-Salman adalah bentuk minumnya kesolidan para partai politik yang mengusung Bobby-Aulia di Pilkada Medan.

“Simpatisan dan para pemilih partai seperti Partai Gerindra dan beberapa partai politik lainnya yang tadinya merupakan pendukung Prabowo di Pilpres mulai jenuh untuk mendukung sosok yang diusung oleh partai-partai itu, mengingat Partai Gerindra dan beberapa partai lainnya yang tadinya ada di oposisi namun saat ini sudah menjadi koalisi pemerintah. Ini jelas sekali berpengaruh,” tegas Warjio.

Lalu, sejumlah partai politik yang mendukung Bobby-Aulia juga tidak sepenuhnya solid dalam memenangkan Bobby dan hanya sebagai partai pendukung secara tertulis, namun tidak mendukung secara fakta di lapangan. “Bersyukur, walaupun Partai Gelora belum punya kursi di DPRD Medan dan belum bisa menjadi partai pengusung dan hanya sebagai partai pendukung untuk Bobby-Aulia, tapi partai tersebut justru saya nilai sebagai partai yang cukup berpengaruh bagi kemenangan Bobby-Aulia. Pasalnya, kehadiran Gelora mampu memecah suara yang dimiliki PKS. Apalagi di kawasan Medan Utara, beberapa tokoh mantan PKS asal Medan Utara saat ini berada di Partai Gelora. Itu tentu sangat berpengaruh,” pungkasnya. (map)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/