JAKARTA- Peserta konvensi Partai Demokrat telah resmi diperkenalkan ke publik pada 15 September lalu. Sejak saat itu, 11 peserta itu mulai bersosialisasi ke masyarakat. Hasilnya, sejauh ini, elektabilitas 11 peserta itu masih jeblok.
Berdasarkan survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI), tingkat keterpilihan peserta Konvensi hanya berada di divisi kedua capres potensial. Sementara yang terbaru, Cyrus Network menunjukkan peserta Konvensi gagal menembus peringkat lima besar. Tingkat keterpilihan tertinggi hanya bercokol di angka 2,5 persen yang diduduki Dahlan Iskan.
Menurut pengamat politik Gun Gun Heryanto setidaknya ada empat penyebab kenapa elektabilitas peserta Konvensi Demokrat itu tidak ‘ngangkat’. Pertama, publik tidak yakin dengan mekanisme konvensi yang diselenggarakan Partai Demokrat. Karena mekanisme konvensi ini belum melembaga dalam sistem kepartaian.
“Demokrat juga tidak terlalu serius memasukkannya ke aturan partai. (Dalam) AD/ART (penentuan capres) masih ditentukan Ketua Majelis Tinggi. Terlebih sistemnya dengan dua kali survei itu. Benarkah pengabsahan konvensi ini survei,” ujar Gun Gun Heryanto, Selasa (17/12).
Kedua, cara peserta konvensi untuk mendekati publik tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan para tokoh yang bakal maju dalam Pilpres mendatang.
“Dalam tiba bulan bulan ini sepi sekali. Artinya sepi, tidak mempunyai nilai keberbedaan. Kan mereka belum running menjadi capres, masih mensosialisasikan diri sebagai peserta konvensi. Langgam sosialisasi nyaris tidak berbeda dengan capres lainnya. Akhirnya memori publik kembali ke sosok yang sudah kuat, seperti Jokowi,” jelasnya.
Ketiga momentum konvensi ini sangat tidak menguntungkan. Konvensi digelar pada saat Demokrat dibombardir dengan pemberitaan-pemberitaan negatif. “Ini menutup ruang image kekininan yang positif dari Demokrat,” bebernya.
Sementara keempat, kader Partai Demokrat juga dinilai tidak menyambut konvensi itu dengan gegap gempira. “Saya kira basis struktur partai tidak terlampau mendinamisasi konvesi ini sebagai sebuah sistem yang harusnya menjadi kebanggaan mereka. Saya melihat tidak ada gairah yang hidup setelah konvensi ini digulirkan,” tandasnya. (zul/rmol/ndi)