JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Konflik yang terjadi dalam tubuh Partai Golkar tak hanya mengganggu stabilitas politik partai tersebut, tapi juga berimbas pada perwakilan fraksi di DPR. Kubu Agung Laksono bersikeras merombak pimpinan fraksi yang lebih dulu ada. Alhasil, nasib Golkar di DPR mirip dualisme yang dialami PPP. Suara Golkar yang terbelah ini kian melumpuhkan kekuatan kubu mantan capres Prabowo yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) di DPR.
“Karena saat ini statusnya adalah status qou maka ada kemungkinan Fraksi Golkar tidak bisa menyumbang suara di rapat-rapat di DPR. Sama seperti PPP,” kata Sekjen Golkar versi Munas Ancol, Zainuddin Amali, di kantor DPP Golkar, Jakarta, Kamis (18/12).
Dia mengatakan partai lain pasti tidak mau ada partai yang sedang terlibat konflik internal bisa memberikan suara saat voting terjadi. “Kemungkinan suara Golkar tidak dihitung alias nol,” lanjutnya.
Ini bisa berdampak cukup besar mengingat agenda terdekat yang akan dibahas di DPR RI adalah perihal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2014 tentang Pilkada Langsung. “Kemungkinan itu ada, makanya secara pribadi saya ingin ini cepat selesai. Kalau bisa besok selesai,” kata Zainuddin.
Zainuddin mengatakan dinamika masih bisa terjadi dalam perundingan antar dua kubu tersebut. Terkait nada pesimistis yang dilontarkan kubu Aburizal Bakrie (Ical) selaku Ketum Golkar versi hasil Munas Bali, Zainuddin enggan menanggapi.
“Pernyataan (pesimistis) itu belum sampai pada rundingan resmi, baru pernyataan yang keluar dari mulut saja,” kata Zainuddin saat ditemui di kantor DPP Partai Golkar, Kamis (18/12). Ia yakin dalam perundingan nanti pasti akan ada perubahan. “Dalam perundingan resmi pasti akan ada dinamika yang terjadi,” ujarnya.
Sayangnya, Zainuddin belum bisa memastikan kapan akan diadakan pertemuan antara juru runding dari kubu Agung dan kubu Aburizal. Alasannya adalah karena kubu Agung lebih bersikap pasif dalam perundingan tersebut.
Menurut Zainuddin, saat ini kubu Agung lebih bersikap menunggu. “Posisi kami saat ini sama, tidak ada yang lebih tinggi,” ujarnya. Dia juga memastikan pengurus harian DPP Partai Golkar tidak akan libur akhir tahun demi perundingan tersebut. “Kami siap kapan saja karena kami sudah sepakat,” katanya.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar versi hasil Munas Bali, Nurul Arifin menjelaskan jika jumlah suara Fraksi Golkar di DPR tetap berjumlah normal sebagaimana mestinya, 91 suara, dan menganggap pernyataan Amali tidak berdasar.
Pasalnya, mengacu pada keputusan Kementerian Hukum dan HAM atau Kemenkumham, Nurul berkeyakinan fraksi dan DPP berada dalam kepengurusan Aburizal Bakrie (Ical) sesuai dengan hasil Munas VIII di Riau pada 200- lalu.
“Suara Golkar di DPR masih normal, mengacu pada azas legalitas. Mengacu pada Kemenkumham itu ya, kepengurusan Aburizal, Munas Riau,” jelas Nurul.
Status quo yang melanda Fraksi Golkar di DPR maupun MPR terjadi setelah Kemenkumham memutuskan tidak mengesahkan salah satu dari dua kepengurusan Golkar yang didaftarkan pada mereka. Menkumham hanya mengakui penyelenggaraan kedua Munas, Munas Bali dan Munas Ancol tapi tidak mengesahkan salah satu dengan alasan kedua kubu harus lebih dulu berdamai.
Menkumham memberikan beberapa opsi mekanisme agar kedua kubu bisa berdamai, yaitu melalui Mahkamah Partai atau pengadilan. Namun kedua kubu berbeda pendapat soal penyelesaian tersebut karena Ical selaku Ketum Golkar versi hasil Munas Bali pesimistis bisa selesai melalui Mahkamah Partai sedangkan Agung Laksono selaku Ketum Golkar versi hasil Munas Ancol optimistis bisa selesai secara internal.
Hanya saja, Bendahara Umum Golkar versi hasil Munas Ancol, Bambang Soesatyo merasa pesimistis masalah internal Golkar bisa selesai di Mahkamah Partai. Politisi yang akrab disapa Bamsoet itu balik menantang kubu Agung untuk buka-bukaan di pengadilan.
Menurut Bambang kubu Ical sudah cukup bersabar menghadapi kubu Agung. “Ayo buka-bukaan di pengadilan, kami sudah cukup bersabar,” ujarnya menjawab wartawan, Kamis (18/12). Bagi Bamsoet, jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah internal Golkar yang terus berkepanjangan ini adalah lewat pengadilan.
“Biarlah pengadilan memutuskan berdasarkan bukti-bukti dan dokumen yang ada, proses Munas mana yg sah berdasarkan ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar dan Undang-Undang No.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik,” ujarnya menguraikan.
Bamsoet merasa Kemenkumham tidak memiliki keberanian untuk membuka dan mengadu keabsahan data Munas Bali dan Munas Ancol tersebut ke publik. Oleh sebab itu di pengadilan sangat dimungkinkan data-data dan dokumen-dokumen munas dibuka secara transparan.
“Biar pengadilan (hukum) dan publik melihat kepengurusan dewan pimpinan pusat mana sebenarnya yang lengkap didukung dan memiliki dewan pimpinan daerah tingkat satu ataupun dua serta didukung 10 organisasi yang ikut mendirikan dan didirikan Golkar,” lanjut Bamsoet.
Sebelumnya, kedua kubu Golkar yang sedang berseteru sudah membentuk tim perundingan demi menyelesaikan masalah internal Golkar seperti permintaan Kemenkumham.
Kedua kubu sudah menyiapkan masing-masing juru runding untuk menyelesaikan masalah internal partai. Kubu Ical mengutus dua orang yakni MS Hidayat dan Sharif Cicip Sutarjo. Sedangkan kubu Agung mengirim lima orang yaitu Agun Gunandjar, Andi Mattalatta, Yorrys Raweyai, Ibnu Munzir, dan Priyo Budi Santoso.
Namun, pertemuan antar kedua juru runding belum terjadi dengan alasan kubu Agung menunggu panggilan dari kubu Ical. Alasan mereka menunggu adalah karena kubu Ical lah yang saat ini membutuhkan kubu Agung.
“Kami mempersiapkan diri saja. Kami tidak butuh mereka, tapi mereka yang butuh kami,” ujar Waketum versi hasil Munas Ancol, Yorrys Raweyai. (bbs/val)