28.9 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Coblos Partai Bikin Lupa Urusi Rakyat

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar Dave Laksono menegaskan pihaknya menolak sistem proporsional tertutup atau coblos logo partai (bukan nama calegnya langsung) yang diberlakukan di Pemilu 2024. Dave menilai sistem pemilu tertutup dapat membuat para calon legislatif (caleg) melupakan turun ke bawah (turba) mengurusi rakyat.

“Yang kita ingin kejar itu adalah masyarakat tetap memiliki hak untuk memilih, masyarakat tetap memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya, dan juga dengan mendorong menjadi sistem proporsional tertutup itu bisa dilupakan turun ke bawah, reses-reses, pasti anggota-anggota (DPR), ‘Ya udah ngapain capek-capek. Nunggu di ujung aja, toh kan nanti nomor urut’,” kata Dave kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/2).

Dave berpandangan, pemberlakuan sistem proporsional tertutup bakal memberangus fungsi aspirasi anggota DPR. Sebabnya, menurut dia, sistem ini bakal membuat para caleg cukup bergantung pada keputusan partai, sehingga meminggirkan kewajibannya untuk turun ke rakyat. “Kalau misalnya kita itu sudah tidak lagi mencoblos nama, kembali ke proporsional tertutup, ya fungsi aspirasinya itu sudah otomatis akan berkurang bahkan hilang. Ya kita ngapain capek-capek turun ke bawah. Tinggal tunggu partai yang nentuin,” ujar anggota Komisi I DPR ini.

Lebih lanjut, Dave menilai sistem ini membuat partai hanya bertumpu pada segelintir figur saja. Dia menegaskan hal ini harus dihindari.

“Jadi akhirnya partai yang harus bekerja, partai yang harus turun, akhirnya partai apa, akan bertumpu kepada satu dua figur. Partai kan pasti akhirnya bertumpu kepada dua, tiga figur. Siapa yang, apa namanya, ketua umum ataupun juga siapapun figur yang partai jual akhirnya semua berlari ke sana, tidak lagi berlari kepada anggota parlemen,” kata Dave.

“Jadi kotaknya masyarakat itu akan semakin lama semakin hilang, semakin berkurang. Jadi itu yang harus kita patahkan, itu harus kita putus,” imbuhnya.

Untuk diketahui, sistem pemilu saat ini yang memberlakukan sistem proporsional terbuka atau coblos nama caleg langsung, bukan logo partai, sedang menjadi perkara gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Ada enam pemohon yang tertulis dalam gugatan UU Pemilu di MK tersebut. Mereka ialah:

1. Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo). 2. Yuwono Pintadi. 3. Fahrurrozi (bacaleg 2024). 4. Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel). 5. Riyanto (warga Pekalongan). 6. Nono Marijono (warga Depok).

Dalam gugatannya, pemohon meminta MK mengabulkan permohonan agar sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup atau coblos gambar partai bukan nama caleg. (jpc/bbs/azw)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar Dave Laksono menegaskan pihaknya menolak sistem proporsional tertutup atau coblos logo partai (bukan nama calegnya langsung) yang diberlakukan di Pemilu 2024. Dave menilai sistem pemilu tertutup dapat membuat para calon legislatif (caleg) melupakan turun ke bawah (turba) mengurusi rakyat.

“Yang kita ingin kejar itu adalah masyarakat tetap memiliki hak untuk memilih, masyarakat tetap memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya, dan juga dengan mendorong menjadi sistem proporsional tertutup itu bisa dilupakan turun ke bawah, reses-reses, pasti anggota-anggota (DPR), ‘Ya udah ngapain capek-capek. Nunggu di ujung aja, toh kan nanti nomor urut’,” kata Dave kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/2).

Dave berpandangan, pemberlakuan sistem proporsional tertutup bakal memberangus fungsi aspirasi anggota DPR. Sebabnya, menurut dia, sistem ini bakal membuat para caleg cukup bergantung pada keputusan partai, sehingga meminggirkan kewajibannya untuk turun ke rakyat. “Kalau misalnya kita itu sudah tidak lagi mencoblos nama, kembali ke proporsional tertutup, ya fungsi aspirasinya itu sudah otomatis akan berkurang bahkan hilang. Ya kita ngapain capek-capek turun ke bawah. Tinggal tunggu partai yang nentuin,” ujar anggota Komisi I DPR ini.

Lebih lanjut, Dave menilai sistem ini membuat partai hanya bertumpu pada segelintir figur saja. Dia menegaskan hal ini harus dihindari.

“Jadi akhirnya partai yang harus bekerja, partai yang harus turun, akhirnya partai apa, akan bertumpu kepada satu dua figur. Partai kan pasti akhirnya bertumpu kepada dua, tiga figur. Siapa yang, apa namanya, ketua umum ataupun juga siapapun figur yang partai jual akhirnya semua berlari ke sana, tidak lagi berlari kepada anggota parlemen,” kata Dave.

“Jadi kotaknya masyarakat itu akan semakin lama semakin hilang, semakin berkurang. Jadi itu yang harus kita patahkan, itu harus kita putus,” imbuhnya.

Untuk diketahui, sistem pemilu saat ini yang memberlakukan sistem proporsional terbuka atau coblos nama caleg langsung, bukan logo partai, sedang menjadi perkara gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Ada enam pemohon yang tertulis dalam gugatan UU Pemilu di MK tersebut. Mereka ialah:

1. Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo). 2. Yuwono Pintadi. 3. Fahrurrozi (bacaleg 2024). 4. Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel). 5. Riyanto (warga Pekalongan). 6. Nono Marijono (warga Depok).

Dalam gugatannya, pemohon meminta MK mengabulkan permohonan agar sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup atau coblos gambar partai bukan nama caleg. (jpc/bbs/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/