25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Pilkada Medan 2020, PKS-Demokrat ke Akhyar, PDIP ke Bobby

BERPELUANG: Akhyar Nasution dan Bobby Afif Nasution sama-sama berpeluang untuk diusung PDI Perjuangan di Pilkada Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat sepakat mendukung pasangan calon (paslon) yang akan bersaing memperebutkan kursi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Medan pada Pilkada Medan Desember mendatang, yakni Plt Wali Kota Medan, Akhyar Nasution. Di pihak lain, calon rivalnya, Bobby Afif Nasution sudah mendapat sinyal akan didukung oleh PDI Perjuangann

“Partai Demokrat sejak awal sepakat mendukung Akhyar Nasution maju di Pilkada Medan. Kita sudah fix soal itu,” ucap Sekretaris DPC Demokrat Medan, Parlindungan Sipahutar kepada Sumut Pos, Kamis (23/7).

Menurut Parlindungan, nama Akhyar menjadi satu-satunya nama yang mereka usulkan untuk diusung sebagai Cawalkot. Dan mengingat Demokrat hanya memiliki 4 kursi di DPRD Medan, Demokrat intens berkomunikasi dengan PKS yang memiliki 7 kursi di DPRD Medan.

“Kita sudah usulkan nama Akhyar ke PKS. Jadi yang usulkan nama Akhyar itu ya Demokrat. Respon PKS pun sangat baik, mereka juga menilai Akhyar layak diusung,” ujar anggota Komisi I DPRD Medan ini.

Tak cuma komunikasi politik di tingkat daerah, komunikasi tentang koalisi yang dibangun oleh kedua partai pun disebut telah sampai ke tingkat pusat. Kedua pengurus DPP partai telah bertemu dan melakukan komunikasi politik, salahsatunya soal kesiapan keduanya di Pilkada Medan.

“Masing-masing Ketua DPP juga sudah bertemu. Responnya baik, tinggal menunggu keputusan DPP masing-masing. Kita juga masih menunggu sosok dari PKS untuk mendampingi Akhyar,” katanya.

Namun sampai saat ini, lanjut Parlindungan, belum ada keputusan dari DPP PKS untuk mendampingi Akhyar. “Kita tunggu saja keputusan DPP, dengan siapa Akhyar akan berpasangan,” tandasnya.

Terpisah, Sekretaris DPD PKS Medan, Rudiyanto Simangunsong, mengatakan komunikasi PKS dengan Partai Demokrat telah lama dibangun dan dipersiapkan untuk Pilkada Medan 2020.

“Kita sudah lama mempersiapkan perahu. Awalnya PKS intens dengan Demokrat dan PAN. Tapi sekarang intens dengan Demokrat saja. Alhamdulillah dengan Demokrat saja pun perahunya sudah cukup untuk berlayar,” ujar Rudiyanto, Kamis (23/7).

Ia mengakui, nama Akhyar sudah diusulkan Demokrat untuk bersanding dengan kader PKS. Namun pihaknya masih menunggu keputusan DPP. “ Yang pasti nama Akhyar memang sudah dikomunikasikan dengan baik oleh PKS dan Demokrat,” katanya.

Salman Siap Dampingi Akhyar

Terpisah, Ketua DPD PKS Medan Salman Alfarisi yang disempat dideklarasikan DPP PKS sebagai Bakal Calon Wali Kota Medan, membenarkan PKS memberi respon baik kepada Akhyar Nasution.

“Jadi Akhyar itu diusulkan oleh Demokrat. PKS juga menilai beliau layak diusung. Begitupun kita tunggu keputusan dari DPP ya,” kata Salman kepada Sumut Pos, Kamis (23/7).

Dijelaskan Salman, sampai saat ini namanya masih tercantum sebagai Bakal Calon Wali Kota Medan tunggal dari DPP PKS. Pun begitu, setiap kader PKS bisa saja ditunjuk oleh DPP untuk maju di Pilkada Medan 2020 guna mendampingi Akhyar. Termasuk dirinya.

“Kalau diperintahkan DPP, ya kita siap. Namanya kader PKS itu ya begitu, siap melaksanakan apapun yang diperintahkan partai. Apa alasan saya untuk tidak siap? DPP tahu apa yang terbaik untuk partai dan masyarakat. Siapapun kader yang ditunjuk dia harus siap. Saya dan semua kader PKS, kami siap menjalankan perintah partai,” tegasnya.

PDIP Menguat ke Bobby

Sementara itu, PDI Perjuangan membuka peluang mendukung menantu Presiden Joko Widodo, Bobby Afif Nasution menjadi bakal calon Wali Kota Medan pada pilkada serentak Desember mendatang. Hal ini lantaran PDIP menyatakan tidak akan berkoalisi dengan PKS dan Demokrat yang sudah mendeklarasikan dukungan bagi kader PDIP, Akhyar Nasution, yang juga merupakan Plt Walkot Medan.

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD PDIP Sumut Djarot Saiful Hidayat, Kamis (23/7) mencuatkan kemungkinan itu di Kantor PDIP Sumut. Kata Djarot, kinerja pemimpin Kota Medan sebelumnya kurang maksimal. Di mana tiga kali berturut-turut kepala daerahnya terjerat kasus korupsi. Pembangunan juga minim selama beberapa tahun belakangan. Karena itu, partai akan melihat calon pemimpin dari track recordnya.

“PDIP akan mendukung Bobby, karena ia merupakan sosok muda yang akan membawa perubahan di Kota Medan. Selain itu PDIP juga membutuhkan regenerasi guna melanjutkan perjuangan di tingkat lokal maupun nasional,” katanya.

Nama menantu Presiden Joko Widodo memiliki peluang yang sama dengan kader PDIP lainnya untuk dapat rekomendasi menjadi bakal calon Wali Kota Medan.

Nantinya dalam mengusung Bobby Nasution di Pilkada Medan, PDIP tetap berkoalisi dengan sejumlah partai lainnya. Rencananya, PDIP akan mengumumkan secara resmi pada akhir Juli atau awal Agustus mendatang.

Bobby sendiri terlihat percaya diri, karena berdasarkan survei yang dibuat timnya, elektabilitasnya tertinggi di Kota Medan.

“Sekarang yang kita lihat, sih. Insyallah kita sekarang masih paling unggul di Medan,” kata Bobby kepada wartawan saat mengunjungi kantor DPD PDIP Sumut, Kamis (23/7).

Bobby menjelaskan, tujuannya datang ke kantor PDIP Sumut hanya untuk bersilaturahmi dan menguatkan komunikasi sesama kader PDIP.

Ketika disinggung soal persiapannya menghadapi Pilwalkot Medan, Bobby mengaku masih terus mendengar aspirasi masyarakat. “Persiapan kita ya hampir sama saja kayak kemarin, sekarang kita memang masih (dengar aspirasi), ini kan pemilihan Wali Kota Medan yang pasti kita harus menarik aspirasi dari masyarakat Kota Medan, tetap berdoalah bang,” ucap dia.

Potensi Lawan Kotak Kosong

Terpisah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara menekankan, Pilkada yang hanya diikuti satu pasangan calon, sah secara konstitusional.

“Satu pekan terakhir ini, saya mendapat banyak pertanyaan dari sejumlah jurnalis dan aktivis politik yang mempertanyakan pemilihan dengan satu paslon. Pertanyaan tersebut mengemuka seiring dengan pemberitaan media tentang terbitnya rekomendasi sejumlah partai politik di berbagai daerah, khususnya di daerah Sumatera Utara, yang mengerucut kepada satu nama paslon,” kata anggota KPU Sumut, Benget Silitonga, menjawab Sumut Pos, Kamis (23/7).

Secara konstitusi, kata dia, pemilihan dengan satu paslon termaktub dalam UU No. 8/2015 tentang Perubahan UU No.1/2015 tentang Penetapan Perpu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU, yang menjadi dasar hukum Pemilihan 2015. UU itu tidak memberi ruang terhadap pemilihan dengan satu paslon.

Artinya, jika terjadi situasi di mana peserta pemilihan kurang dari dua paslon, UU tersebut mengatur pemilihan ditunda.

Namun WNI bernama Efendi Ghazali mengajukan gugatan terhadap pasal 49 (9), pasal 50 (9), pasal 51 (2), dan pasal 52 (2) UU No.8/2015 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Penggugat menilai pasal-pasal tersebut telah menghambat pemenuhan hak konstitusionalnya sebagai warga negara, untuk memberi suara dalam pemilihan karena tidak terpenuhinya setidaknya dua paslon.

“MK kemudian membuat Putusan No.100/PUU-XIII/2015 yang isinya secara umum menyebut bahwa pasal 49 (9), pasal 50 (9), pasal 51 (2), dan pasal 52 (2) UU No.8/2015 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (conditionally unconstitutional) sepanjang tidak dimaknai mencakup ‘menetapkan satu paslon gubernur dan calon wakil gubernur atau satu paslon bupati dan calon wakil bupati atau satu paslon wali kota dan calon wakil wali kota dalam hal hanya terdapat satu paslon gubernur dan calon wakil gubernur atau satu paslon bupati dan calon wakil bupati atau satu paslon wali kota dan calon wakil wali kota’,” terangnya.

Berdasarkan Putusan MK No. 100/PUU-XIII/2015 pula, kata Benget, pemilihan dengan satu paslon menemukan alas konstitusionalnya.

KPU kemudian menerbitkan PKPU No.14/2015 tentang Pemilihan dengan Satu Pasangan Calon yang kemudian dirubah dengan PKPU No.13/2018. UU No.10/2016 tentang perubahan kedua UU No.1/2015 kemudian juga mengadopsi Putusan MK No.100/PUU-XIII/2015 tersebut.

Lalu bagaimana mekanisme pemilihan ditetapkan dengan satu paslon? Benget menyebut, berdasarkan PKPU No.14/2015, pemilihan dengan satu paslon ditetapkan dalam hal memenuhi kondisi; Pertama, hanya ada satu paslon yang mendaftar sampai dengan berakhirnya masa pendaftaran reguler (Pemilihan Serentak 2020 jadwal pendaftaran paslon adalah 4-6 September 2020). KPU akan menunda tahapan dan kemudian memperpanjang masa pendaftaran (3 hari).

“Namun jika tetap hanya terdapat satu paslon yang mendaftar, dan berdasarkan hasil penelitian, hanya satu paslon tersebut yang dinyatakan memenuhi syarat.

Kedua, terdapat lebih dari satu paslon yang mendaftar, dan berdasarkan hasil penelitian dokumen syarat calon hanya terdapat satu paslon yang dinyatakan memenuhi syarat. KPU akan menunda tahapan dan membuka kembali pendaftaran. Namun sampai dengan berakhirnya masa pembukaan kembali pendaftaran, tidak terdapat paslon yang mendaftar, atau paslon yang mendaftar berdasarkan hasil penelitian dinyatakan tidak memenuhi syarat, yang mengakibatkan hanya terdapat satu paslon yang memenuhi syarat,” urainya.

Ketiga, sambung dia, sejak penetapan paslon sampai dengan saat dimulainya masa kampanye, terdapat paslon yang berhalangan tetap, parpol atau gabungan parpol tidak mengusulkan calon/paslon pengganti, atau calon/paslon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat satu paslon yang memenuhi syarat.

“Kempat, sejak dimulainya masa kampanye sampai dengan hari pemungutan suara, terdapat paslon yang berhalangan tetap. Namun parpol atau gabungan parpol tidak mengusulkan calon/paslon pengganti, atau calon/paslon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat satu paslon yang memenuhi syarat. Kelima, terdapat paslon yang dikenakan sanksi pembatalan sebagai peserta pemilihan, paling lambat 30 hari sebelum hari pemungutan suara, yang mengakibatkan hanya terdapat satu paslon yang memenuhi syarat,” katanya.

Walaupun pemilihan dengan satu paslon konstitusional, kata dia lagi, pemilihan yang diikuti hanya oleh satu paslon mestilah ditempatkan sebagai upaya terakhir, semata-mata demi memenuhi hak konstitusional warga negara, setelah sebelumnya diusahakan dengan sungguh-sungguh untuk menemukan paling sedikit dua paslon.

“Itu artinya KPU tentu harus memastikan jangan sampai aturan pemilihan, khususnya pencalonan, “mengkondisikan” pemilihan dengan satu paslon berlangsung dengan mudah. Dengan kata lain, jangan sampai aturan pencalonan justru menutup pintu terhadap partisipasi politik pemilih untuk berhak mencalonkan diri,” katanya.

Atas dasar itu KPU kemudian menerbitkan Surat Ketua KPU No.160/PL.02.2-SD/06/KPU/II/2018 yang mengatur bahwa dalam hal kondisi kedua sebagaimana disebut diatas terjadi maka apabila masih ada parpol atau gabungan parpol yang belum mendaftarkan paslon dan jumlah kursinya tidak mencapai paling sedikit 20% atau jumlah perolehan suaranya tidak mencapai paling sedikit 25%, maka komposisi parpol atau gabungan parpol yang paslonnya telah ditetapkan memenuhi syarat sebagai peserta pemilihan, dapat diubah.

Bahkan apabila telah semua parpol mendukung satu paslon, alias tidak ada lagi parpol yang belum mendaftar paslon, maka komposisi parpol atau gabungan parpol yang paslonnya telah ditetapkan memenuhi syarat sebagai peserta pemilihan, dapat diubah.

“Dengan aturan ini KPU ingin memastikan bahwa pemilihan dengan satu paslon adalah pilihan terakhir setelah diusahakan sungguh-sungguh untuk menemukan paling sedikit dua paslon. Patut digarisbawahi, bahwa ketentuan perubahan dukungan parpol atau gabungan tersebut tentu hanya berlaku spesifik dalam kondisi pencalonan pemilihan dengan satu paslon, namun tidak berlaku untuk kondisi pencalonan lebih dari satu paslon,” demikian Benget. (map/prn/net)

BERPELUANG: Akhyar Nasution dan Bobby Afif Nasution sama-sama berpeluang untuk diusung PDI Perjuangan di Pilkada Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat sepakat mendukung pasangan calon (paslon) yang akan bersaing memperebutkan kursi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Medan pada Pilkada Medan Desember mendatang, yakni Plt Wali Kota Medan, Akhyar Nasution. Di pihak lain, calon rivalnya, Bobby Afif Nasution sudah mendapat sinyal akan didukung oleh PDI Perjuangann

“Partai Demokrat sejak awal sepakat mendukung Akhyar Nasution maju di Pilkada Medan. Kita sudah fix soal itu,” ucap Sekretaris DPC Demokrat Medan, Parlindungan Sipahutar kepada Sumut Pos, Kamis (23/7).

Menurut Parlindungan, nama Akhyar menjadi satu-satunya nama yang mereka usulkan untuk diusung sebagai Cawalkot. Dan mengingat Demokrat hanya memiliki 4 kursi di DPRD Medan, Demokrat intens berkomunikasi dengan PKS yang memiliki 7 kursi di DPRD Medan.

“Kita sudah usulkan nama Akhyar ke PKS. Jadi yang usulkan nama Akhyar itu ya Demokrat. Respon PKS pun sangat baik, mereka juga menilai Akhyar layak diusung,” ujar anggota Komisi I DPRD Medan ini.

Tak cuma komunikasi politik di tingkat daerah, komunikasi tentang koalisi yang dibangun oleh kedua partai pun disebut telah sampai ke tingkat pusat. Kedua pengurus DPP partai telah bertemu dan melakukan komunikasi politik, salahsatunya soal kesiapan keduanya di Pilkada Medan.

“Masing-masing Ketua DPP juga sudah bertemu. Responnya baik, tinggal menunggu keputusan DPP masing-masing. Kita juga masih menunggu sosok dari PKS untuk mendampingi Akhyar,” katanya.

Namun sampai saat ini, lanjut Parlindungan, belum ada keputusan dari DPP PKS untuk mendampingi Akhyar. “Kita tunggu saja keputusan DPP, dengan siapa Akhyar akan berpasangan,” tandasnya.

Terpisah, Sekretaris DPD PKS Medan, Rudiyanto Simangunsong, mengatakan komunikasi PKS dengan Partai Demokrat telah lama dibangun dan dipersiapkan untuk Pilkada Medan 2020.

“Kita sudah lama mempersiapkan perahu. Awalnya PKS intens dengan Demokrat dan PAN. Tapi sekarang intens dengan Demokrat saja. Alhamdulillah dengan Demokrat saja pun perahunya sudah cukup untuk berlayar,” ujar Rudiyanto, Kamis (23/7).

Ia mengakui, nama Akhyar sudah diusulkan Demokrat untuk bersanding dengan kader PKS. Namun pihaknya masih menunggu keputusan DPP. “ Yang pasti nama Akhyar memang sudah dikomunikasikan dengan baik oleh PKS dan Demokrat,” katanya.

Salman Siap Dampingi Akhyar

Terpisah, Ketua DPD PKS Medan Salman Alfarisi yang disempat dideklarasikan DPP PKS sebagai Bakal Calon Wali Kota Medan, membenarkan PKS memberi respon baik kepada Akhyar Nasution.

“Jadi Akhyar itu diusulkan oleh Demokrat. PKS juga menilai beliau layak diusung. Begitupun kita tunggu keputusan dari DPP ya,” kata Salman kepada Sumut Pos, Kamis (23/7).

Dijelaskan Salman, sampai saat ini namanya masih tercantum sebagai Bakal Calon Wali Kota Medan tunggal dari DPP PKS. Pun begitu, setiap kader PKS bisa saja ditunjuk oleh DPP untuk maju di Pilkada Medan 2020 guna mendampingi Akhyar. Termasuk dirinya.

“Kalau diperintahkan DPP, ya kita siap. Namanya kader PKS itu ya begitu, siap melaksanakan apapun yang diperintahkan partai. Apa alasan saya untuk tidak siap? DPP tahu apa yang terbaik untuk partai dan masyarakat. Siapapun kader yang ditunjuk dia harus siap. Saya dan semua kader PKS, kami siap menjalankan perintah partai,” tegasnya.

PDIP Menguat ke Bobby

Sementara itu, PDI Perjuangan membuka peluang mendukung menantu Presiden Joko Widodo, Bobby Afif Nasution menjadi bakal calon Wali Kota Medan pada pilkada serentak Desember mendatang. Hal ini lantaran PDIP menyatakan tidak akan berkoalisi dengan PKS dan Demokrat yang sudah mendeklarasikan dukungan bagi kader PDIP, Akhyar Nasution, yang juga merupakan Plt Walkot Medan.

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD PDIP Sumut Djarot Saiful Hidayat, Kamis (23/7) mencuatkan kemungkinan itu di Kantor PDIP Sumut. Kata Djarot, kinerja pemimpin Kota Medan sebelumnya kurang maksimal. Di mana tiga kali berturut-turut kepala daerahnya terjerat kasus korupsi. Pembangunan juga minim selama beberapa tahun belakangan. Karena itu, partai akan melihat calon pemimpin dari track recordnya.

“PDIP akan mendukung Bobby, karena ia merupakan sosok muda yang akan membawa perubahan di Kota Medan. Selain itu PDIP juga membutuhkan regenerasi guna melanjutkan perjuangan di tingkat lokal maupun nasional,” katanya.

Nama menantu Presiden Joko Widodo memiliki peluang yang sama dengan kader PDIP lainnya untuk dapat rekomendasi menjadi bakal calon Wali Kota Medan.

Nantinya dalam mengusung Bobby Nasution di Pilkada Medan, PDIP tetap berkoalisi dengan sejumlah partai lainnya. Rencananya, PDIP akan mengumumkan secara resmi pada akhir Juli atau awal Agustus mendatang.

Bobby sendiri terlihat percaya diri, karena berdasarkan survei yang dibuat timnya, elektabilitasnya tertinggi di Kota Medan.

“Sekarang yang kita lihat, sih. Insyallah kita sekarang masih paling unggul di Medan,” kata Bobby kepada wartawan saat mengunjungi kantor DPD PDIP Sumut, Kamis (23/7).

Bobby menjelaskan, tujuannya datang ke kantor PDIP Sumut hanya untuk bersilaturahmi dan menguatkan komunikasi sesama kader PDIP.

Ketika disinggung soal persiapannya menghadapi Pilwalkot Medan, Bobby mengaku masih terus mendengar aspirasi masyarakat. “Persiapan kita ya hampir sama saja kayak kemarin, sekarang kita memang masih (dengar aspirasi), ini kan pemilihan Wali Kota Medan yang pasti kita harus menarik aspirasi dari masyarakat Kota Medan, tetap berdoalah bang,” ucap dia.

Potensi Lawan Kotak Kosong

Terpisah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara menekankan, Pilkada yang hanya diikuti satu pasangan calon, sah secara konstitusional.

“Satu pekan terakhir ini, saya mendapat banyak pertanyaan dari sejumlah jurnalis dan aktivis politik yang mempertanyakan pemilihan dengan satu paslon. Pertanyaan tersebut mengemuka seiring dengan pemberitaan media tentang terbitnya rekomendasi sejumlah partai politik di berbagai daerah, khususnya di daerah Sumatera Utara, yang mengerucut kepada satu nama paslon,” kata anggota KPU Sumut, Benget Silitonga, menjawab Sumut Pos, Kamis (23/7).

Secara konstitusi, kata dia, pemilihan dengan satu paslon termaktub dalam UU No. 8/2015 tentang Perubahan UU No.1/2015 tentang Penetapan Perpu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU, yang menjadi dasar hukum Pemilihan 2015. UU itu tidak memberi ruang terhadap pemilihan dengan satu paslon.

Artinya, jika terjadi situasi di mana peserta pemilihan kurang dari dua paslon, UU tersebut mengatur pemilihan ditunda.

Namun WNI bernama Efendi Ghazali mengajukan gugatan terhadap pasal 49 (9), pasal 50 (9), pasal 51 (2), dan pasal 52 (2) UU No.8/2015 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Penggugat menilai pasal-pasal tersebut telah menghambat pemenuhan hak konstitusionalnya sebagai warga negara, untuk memberi suara dalam pemilihan karena tidak terpenuhinya setidaknya dua paslon.

“MK kemudian membuat Putusan No.100/PUU-XIII/2015 yang isinya secara umum menyebut bahwa pasal 49 (9), pasal 50 (9), pasal 51 (2), dan pasal 52 (2) UU No.8/2015 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (conditionally unconstitutional) sepanjang tidak dimaknai mencakup ‘menetapkan satu paslon gubernur dan calon wakil gubernur atau satu paslon bupati dan calon wakil bupati atau satu paslon wali kota dan calon wakil wali kota dalam hal hanya terdapat satu paslon gubernur dan calon wakil gubernur atau satu paslon bupati dan calon wakil bupati atau satu paslon wali kota dan calon wakil wali kota’,” terangnya.

Berdasarkan Putusan MK No. 100/PUU-XIII/2015 pula, kata Benget, pemilihan dengan satu paslon menemukan alas konstitusionalnya.

KPU kemudian menerbitkan PKPU No.14/2015 tentang Pemilihan dengan Satu Pasangan Calon yang kemudian dirubah dengan PKPU No.13/2018. UU No.10/2016 tentang perubahan kedua UU No.1/2015 kemudian juga mengadopsi Putusan MK No.100/PUU-XIII/2015 tersebut.

Lalu bagaimana mekanisme pemilihan ditetapkan dengan satu paslon? Benget menyebut, berdasarkan PKPU No.14/2015, pemilihan dengan satu paslon ditetapkan dalam hal memenuhi kondisi; Pertama, hanya ada satu paslon yang mendaftar sampai dengan berakhirnya masa pendaftaran reguler (Pemilihan Serentak 2020 jadwal pendaftaran paslon adalah 4-6 September 2020). KPU akan menunda tahapan dan kemudian memperpanjang masa pendaftaran (3 hari).

“Namun jika tetap hanya terdapat satu paslon yang mendaftar, dan berdasarkan hasil penelitian, hanya satu paslon tersebut yang dinyatakan memenuhi syarat.

Kedua, terdapat lebih dari satu paslon yang mendaftar, dan berdasarkan hasil penelitian dokumen syarat calon hanya terdapat satu paslon yang dinyatakan memenuhi syarat. KPU akan menunda tahapan dan membuka kembali pendaftaran. Namun sampai dengan berakhirnya masa pembukaan kembali pendaftaran, tidak terdapat paslon yang mendaftar, atau paslon yang mendaftar berdasarkan hasil penelitian dinyatakan tidak memenuhi syarat, yang mengakibatkan hanya terdapat satu paslon yang memenuhi syarat,” urainya.

Ketiga, sambung dia, sejak penetapan paslon sampai dengan saat dimulainya masa kampanye, terdapat paslon yang berhalangan tetap, parpol atau gabungan parpol tidak mengusulkan calon/paslon pengganti, atau calon/paslon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat satu paslon yang memenuhi syarat.

“Kempat, sejak dimulainya masa kampanye sampai dengan hari pemungutan suara, terdapat paslon yang berhalangan tetap. Namun parpol atau gabungan parpol tidak mengusulkan calon/paslon pengganti, atau calon/paslon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat satu paslon yang memenuhi syarat. Kelima, terdapat paslon yang dikenakan sanksi pembatalan sebagai peserta pemilihan, paling lambat 30 hari sebelum hari pemungutan suara, yang mengakibatkan hanya terdapat satu paslon yang memenuhi syarat,” katanya.

Walaupun pemilihan dengan satu paslon konstitusional, kata dia lagi, pemilihan yang diikuti hanya oleh satu paslon mestilah ditempatkan sebagai upaya terakhir, semata-mata demi memenuhi hak konstitusional warga negara, setelah sebelumnya diusahakan dengan sungguh-sungguh untuk menemukan paling sedikit dua paslon.

“Itu artinya KPU tentu harus memastikan jangan sampai aturan pemilihan, khususnya pencalonan, “mengkondisikan” pemilihan dengan satu paslon berlangsung dengan mudah. Dengan kata lain, jangan sampai aturan pencalonan justru menutup pintu terhadap partisipasi politik pemilih untuk berhak mencalonkan diri,” katanya.

Atas dasar itu KPU kemudian menerbitkan Surat Ketua KPU No.160/PL.02.2-SD/06/KPU/II/2018 yang mengatur bahwa dalam hal kondisi kedua sebagaimana disebut diatas terjadi maka apabila masih ada parpol atau gabungan parpol yang belum mendaftarkan paslon dan jumlah kursinya tidak mencapai paling sedikit 20% atau jumlah perolehan suaranya tidak mencapai paling sedikit 25%, maka komposisi parpol atau gabungan parpol yang paslonnya telah ditetapkan memenuhi syarat sebagai peserta pemilihan, dapat diubah.

Bahkan apabila telah semua parpol mendukung satu paslon, alias tidak ada lagi parpol yang belum mendaftar paslon, maka komposisi parpol atau gabungan parpol yang paslonnya telah ditetapkan memenuhi syarat sebagai peserta pemilihan, dapat diubah.

“Dengan aturan ini KPU ingin memastikan bahwa pemilihan dengan satu paslon adalah pilihan terakhir setelah diusahakan sungguh-sungguh untuk menemukan paling sedikit dua paslon. Patut digarisbawahi, bahwa ketentuan perubahan dukungan parpol atau gabungan tersebut tentu hanya berlaku spesifik dalam kondisi pencalonan pemilihan dengan satu paslon, namun tidak berlaku untuk kondisi pencalonan lebih dari satu paslon,” demikian Benget. (map/prn/net)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/