32.8 C
Medan
Thursday, May 9, 2024

KPK Sebut Tahap Pencalegan Kurang Transparan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, pelaksanaan Pemilu 2024 mengalami kemunduran dibandingkan Pemilu 2019. Khususnya dalam hal transparansi. Tidak adanya prasyarat bakal calon anggota legislatif (Bacaleg) untuk menyetorkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) menjadi salah satu faktor.

“Kita agak mundur dalam transparansinya,” kata Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, Rabu (27/9) petang.

Seperti diketahui, dalam PKPU tentang pencalonan anggota legislatif yang baru, tidak ada kewajiban soal calon harus menyetorkan LKHPN saat pendaftaran. Pahala mengatakan, dari hasil koordinasi, KPU menjelaskan, saat ini aturannya telah berubah. Penyampaian LHKPN baru diwajibkan ketika para anggota legislatif itu terpilih dalam kontestasi pemilu. “Kalau tidak disampaikan LHKPN-nya, baru tidak dilantik,” paparnyan

Menurut dia, penyampaian LHKPN saat pencalegan justru penting agar masyarakat bisa memantau siapa yang menjadi wakil mereka. Sementara KPU menyebut, syarat menyetor LKHPN dalam pencalonan itu hanya berlaku dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Muhammad Ihsan Maulana menambahkan, melemahnya transparansi Pemilu 2024 juga dirasakan masyarakat sipil. Dalam tahap pencalonan anggota legislatif misalnya, akses publik untuk menguliti bacaleg sangat terbatas. Sebab, data awal yang disampaikan KPU sedikit. “Publik atau pemilih tidak mengetahui rekam jejak dari daftar calon sementara karena tidak dibuka oleh KPU,” ujarnya.

Imbasnya, sulit bagi masyarakat memberikan masukan. Jika dibandingkan Pemilu 2019, proses yang berlangsung sekarang lebih tertutup. “(Pada) Pemilu 2019 yang CV hingga status mantan terpidana dari caleg dibuka luas,” jelasnya.

Dalam berbagai kesempatan, Komisioner KPU RI Idham Holik menepis tudingan tahapan pencalegan tidak transparan. Dia beralasan, keterbatasan informasi yang disampaikan adalah konsekuensi dari terbitnya UU Perlindungan Data Pribadi dan pengecualian pada UU Keterbukaan Informasi.

KPU, kata Idham, memilih berhati-hati. Perihal LHKPN, KPU berpendapat lebih tepat disampaikan saat bacaleg resmi terpilih sebagai penyelenggara negara. (elo/far/c7/bay/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, pelaksanaan Pemilu 2024 mengalami kemunduran dibandingkan Pemilu 2019. Khususnya dalam hal transparansi. Tidak adanya prasyarat bakal calon anggota legislatif (Bacaleg) untuk menyetorkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) menjadi salah satu faktor.

“Kita agak mundur dalam transparansinya,” kata Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, Rabu (27/9) petang.

Seperti diketahui, dalam PKPU tentang pencalonan anggota legislatif yang baru, tidak ada kewajiban soal calon harus menyetorkan LKHPN saat pendaftaran. Pahala mengatakan, dari hasil koordinasi, KPU menjelaskan, saat ini aturannya telah berubah. Penyampaian LHKPN baru diwajibkan ketika para anggota legislatif itu terpilih dalam kontestasi pemilu. “Kalau tidak disampaikan LHKPN-nya, baru tidak dilantik,” paparnyan

Menurut dia, penyampaian LHKPN saat pencalegan justru penting agar masyarakat bisa memantau siapa yang menjadi wakil mereka. Sementara KPU menyebut, syarat menyetor LKHPN dalam pencalonan itu hanya berlaku dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Muhammad Ihsan Maulana menambahkan, melemahnya transparansi Pemilu 2024 juga dirasakan masyarakat sipil. Dalam tahap pencalonan anggota legislatif misalnya, akses publik untuk menguliti bacaleg sangat terbatas. Sebab, data awal yang disampaikan KPU sedikit. “Publik atau pemilih tidak mengetahui rekam jejak dari daftar calon sementara karena tidak dibuka oleh KPU,” ujarnya.

Imbasnya, sulit bagi masyarakat memberikan masukan. Jika dibandingkan Pemilu 2019, proses yang berlangsung sekarang lebih tertutup. “(Pada) Pemilu 2019 yang CV hingga status mantan terpidana dari caleg dibuka luas,” jelasnya.

Dalam berbagai kesempatan, Komisioner KPU RI Idham Holik menepis tudingan tahapan pencalegan tidak transparan. Dia beralasan, keterbatasan informasi yang disampaikan adalah konsekuensi dari terbitnya UU Perlindungan Data Pribadi dan pengecualian pada UU Keterbukaan Informasi.

KPU, kata Idham, memilih berhati-hati. Perihal LHKPN, KPU berpendapat lebih tepat disampaikan saat bacaleg resmi terpilih sebagai penyelenggara negara. (elo/far/c7/bay/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/