28.9 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Rp100 Juta Diduga Hanya Uang Muka Irman Gusman

FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS Ketua DPD Irman Gusman  memakai rompi tahanan Komisi Peberantasan Korupsi (KPK) usai diperiksa  oleh penyidik KPK, Jakarta, Sabtu (17/9).
FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS
Ketua DPD Irman Gusman memakai rompi tahanan Komisi Peberantasan Korupsi (KPK) usai diperiksa oleh penyidik KPK, Jakarta, Sabtu (17/9).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Peran Irman Gusman dalam kasus suap kuota gula impor semakin dikuliti, untuk dibuka secara terang benderang. Mantan ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu diduga berperan mengalihkan kuota untuk DKI Jakarta ke Sumatera Barat (Sumbar). Dalam hal ini kepada CV Semesta Berjaya milik Xaveriandy Sutanto, pengusaha yang menyuap Irman Rp 100 juta.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyatakan, kuota yang dialihkan itu mencapai 3.000 ton gula. Yang dilakukan Irman adalah menghubungi pejabat Bulog dan mengabarkan bahwa di Sumbar ada CV Semesta Berjaya yang bisa mendistribusikan gula di wilayah tersebut. “IG (Irman Gusman, Red) memberikan rekomendasi,” katanya.

Apakah ada kesepakatan angka yang diminta Irman? Menurut Alex, dalam percakapan itu tidak ada kesepakatan. Irman hanya merekomendasikan, mengenai besaran uang, KPK terus melakukan penelusuran. Hingga saat ini barang bukti uang yang disita baru uang Rp 100 juta, diduga itu hanya ”uang muka” dari komitmen fee sebesar Rp 1 miliar untuk Irman.

Nominal Rp 100 juta memang terbilang ”kecil”. Menurut Alexander, yang didapatkan KPK sekarang merupakan ranting. Batang pohon belum tergambar. Karena itu, KPK terus melakukan pendalaman sehingga semua tampak jelas dan terlihat keseluruhan pohon. Hal ini diharapkan bisa menyasar impor gula secara keseluruhan. Tidak hanya sebatas distribusi.

Sementara itu, Komisi III DPR mendesak KPK agar mengusut mafia pangan. Anggota Komisi III Herman Hery mengatakan, komisi antirasuah itu tidak boleh berhenti hanya pada gula. “Kalau gula gampang,” katanya.

Masih banyak pangan yang harus mendapat perhatian. Seperti, jagung, beras, pakan ternak, dan komoditi lainnya. Banyak yang bermain dalam sektor pangan. Dalam bidang pangan, Bulog tidak berdaya. Hal itu karena Bulog tidak mempunyai kewenangan. “Bulog seperti boneka,” kata anggota Fraksi PDIP itu.

Selama ini pengadaan pangan seolah-olah untuk kepentingan masyarakat luas. Padahal, di balik semua itu ada permainan para mafia yang merugikan banyak orang. Mereka mendapatkan keuntungan hingga triliunan rupiah. Nah, KPK harus fokus mendalami perkara pangan yang berdampak besar terhadap masyarakat.

Hery mengatakan, KPK harus menunjukkan bahwa perkara yang ditangani tidak ada unsur politis dan fokus membongkar mafia pangan. Operasi tangkap tangan (OTT) memang cara cerdas untuk mengungkapkan praktik kotor yang sudah lama terjadi di sektor gula dan kebutuhan pokok lainnya.

Terpisah, KPK memeriksa Farizal, jaksa di Kejati Sumatera Barat yang diduga ikut menerima uang suap Rp 365 juta dari pengusaha Xaveriandy. Farizal datang ke gedung KPK di Jalan HR Rasuna Said sekitar pukul 11.50.

Dia diantar petugas dari Kejagung yang mengenakan seragam lengkap. Sebelumnya, jaksa nakal itu diperiksa Kejagung terkait pelanggaran yang dilakukannya sangat menangani perkara gula yang tidak ber-SNI yang menjerat Xaveriandy. Jaksa yang mengenakan baju berwarna coklat itu enggan berkomentar.

Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha menyatakan, Farizal diperiksa sebagai saksi terhadap Xaveriandy terkait kasus suap atas persidangan penjualan gula tanpa label standar nasional Indonesia (SNI). Menurut dia, hari ini, Rabu (21/9) merupakan penjadwalan ulang terhadap Farizal, karena sebelumnya dia akan diperiksa pada Senin (19/9) lalu.

Farizal tidak datang pada Senin lalu karena masih diminta keterangan oleh Jaksa Muda Pengawas (Jamwas). Jaksa senior itu diperiksa terkait etik. Pemeriksaan terhadap Farizal dilakukan secara paralel bersama Kejagung. Sehingga tidak ada aksi saling tunggu. “Penanganan perkara di KPK tetap berjalan,” ujarnya.

Jaksa tersebut diperiksa terkait perannya membantu Xaveriandy dalam menghadapi sidang perkara gula impor. Walaupun sebagai jaksa penuntut umum (JPU) dalam perkara itu, tapi Farizal seolah-olah sebagai kuasa hukum. Dia membantu menghadirkan saksi-saksi yang menguntungkan. Bahkan, ia membantu Xaveriandy untuk menyusun nota keberatan terhadap dakwaan jaksa. Bahkan, jaksa tersebut mendapat imbalan sebesa Rp 365 juta. KPK pun menetapkan Farizal sebagai tersangka. “Tapi sekarang dia diperiksa sebagai saksi bukan tersangka,” kata Priharsa.

Setelah enam jam diperiksa, sekitar pukul 18.00 dia pun keluar dari gedung KPK. Para awak media yang lama menunggu pun langsung mengerumuninya. Namun, Farizal tetap bungkam dan tidak mau memberikan keterangan terkait pemeriksaan yang dia jalan. Dia berusaha menghindar dari pertanyaan wartawan.

Bahkan, dia berusaha lari dan menuju Jalan HR Rasuna Said yang sedang padat. Ia berupaya mencegat taksi, tapi tidak ada mobil yang berhenti. Ia pun bingung dan kembali ke gedung KPK. Petugas keamanan lantas membantunya masuk ke dalam gedung dan berusaha mencarikan taksi untuk Farizal.

Seperti diberitakan, awalnya KPK menelisik perkara gula impor yang menjerat Xaveriandy dan Farizal. Dalam percakapan yang disadap KPK, terhadap pembicaraan yang menyinggung nama Irman Gusman. Komisi antirasuah pun berusaha mendalami informasi tersebut. Hasilnya, komisi pimpinan Agus Rahardjo itu berhasil menangkap Irman setelah menerima uang suap dari Xaveriandy di rumah dinasnya di Jalan Denpasar pada Jumat (16/9) malam lalu.

Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan, pihaknya hanya memeriksa Farizal dan tidak menahannya. Namun, dia tidak menjelaskan kenapa tersangka perkara suap itu tidak ditahan. Penahanan merupakan kewenangan penyidik yang memeriksa Farizal. “Tidak ada penahanan,” paparnya.

Yuyuk mengatakan, komisinya akan terus mendalami kasus tersebut dan memeriksa semua pihak yang diduga terlibat dalam perkara suap pangan itu. Semua temuan akan di-follow up.

FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS Ketua DPD Irman Gusman  memakai rompi tahanan Komisi Peberantasan Korupsi (KPK) usai diperiksa  oleh penyidik KPK, Jakarta, Sabtu (17/9).
FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS
Ketua DPD Irman Gusman memakai rompi tahanan Komisi Peberantasan Korupsi (KPK) usai diperiksa oleh penyidik KPK, Jakarta, Sabtu (17/9).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Peran Irman Gusman dalam kasus suap kuota gula impor semakin dikuliti, untuk dibuka secara terang benderang. Mantan ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu diduga berperan mengalihkan kuota untuk DKI Jakarta ke Sumatera Barat (Sumbar). Dalam hal ini kepada CV Semesta Berjaya milik Xaveriandy Sutanto, pengusaha yang menyuap Irman Rp 100 juta.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyatakan, kuota yang dialihkan itu mencapai 3.000 ton gula. Yang dilakukan Irman adalah menghubungi pejabat Bulog dan mengabarkan bahwa di Sumbar ada CV Semesta Berjaya yang bisa mendistribusikan gula di wilayah tersebut. “IG (Irman Gusman, Red) memberikan rekomendasi,” katanya.

Apakah ada kesepakatan angka yang diminta Irman? Menurut Alex, dalam percakapan itu tidak ada kesepakatan. Irman hanya merekomendasikan, mengenai besaran uang, KPK terus melakukan penelusuran. Hingga saat ini barang bukti uang yang disita baru uang Rp 100 juta, diduga itu hanya ”uang muka” dari komitmen fee sebesar Rp 1 miliar untuk Irman.

Nominal Rp 100 juta memang terbilang ”kecil”. Menurut Alexander, yang didapatkan KPK sekarang merupakan ranting. Batang pohon belum tergambar. Karena itu, KPK terus melakukan pendalaman sehingga semua tampak jelas dan terlihat keseluruhan pohon. Hal ini diharapkan bisa menyasar impor gula secara keseluruhan. Tidak hanya sebatas distribusi.

Sementara itu, Komisi III DPR mendesak KPK agar mengusut mafia pangan. Anggota Komisi III Herman Hery mengatakan, komisi antirasuah itu tidak boleh berhenti hanya pada gula. “Kalau gula gampang,” katanya.

Masih banyak pangan yang harus mendapat perhatian. Seperti, jagung, beras, pakan ternak, dan komoditi lainnya. Banyak yang bermain dalam sektor pangan. Dalam bidang pangan, Bulog tidak berdaya. Hal itu karena Bulog tidak mempunyai kewenangan. “Bulog seperti boneka,” kata anggota Fraksi PDIP itu.

Selama ini pengadaan pangan seolah-olah untuk kepentingan masyarakat luas. Padahal, di balik semua itu ada permainan para mafia yang merugikan banyak orang. Mereka mendapatkan keuntungan hingga triliunan rupiah. Nah, KPK harus fokus mendalami perkara pangan yang berdampak besar terhadap masyarakat.

Hery mengatakan, KPK harus menunjukkan bahwa perkara yang ditangani tidak ada unsur politis dan fokus membongkar mafia pangan. Operasi tangkap tangan (OTT) memang cara cerdas untuk mengungkapkan praktik kotor yang sudah lama terjadi di sektor gula dan kebutuhan pokok lainnya.

Terpisah, KPK memeriksa Farizal, jaksa di Kejati Sumatera Barat yang diduga ikut menerima uang suap Rp 365 juta dari pengusaha Xaveriandy. Farizal datang ke gedung KPK di Jalan HR Rasuna Said sekitar pukul 11.50.

Dia diantar petugas dari Kejagung yang mengenakan seragam lengkap. Sebelumnya, jaksa nakal itu diperiksa Kejagung terkait pelanggaran yang dilakukannya sangat menangani perkara gula yang tidak ber-SNI yang menjerat Xaveriandy. Jaksa yang mengenakan baju berwarna coklat itu enggan berkomentar.

Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha menyatakan, Farizal diperiksa sebagai saksi terhadap Xaveriandy terkait kasus suap atas persidangan penjualan gula tanpa label standar nasional Indonesia (SNI). Menurut dia, hari ini, Rabu (21/9) merupakan penjadwalan ulang terhadap Farizal, karena sebelumnya dia akan diperiksa pada Senin (19/9) lalu.

Farizal tidak datang pada Senin lalu karena masih diminta keterangan oleh Jaksa Muda Pengawas (Jamwas). Jaksa senior itu diperiksa terkait etik. Pemeriksaan terhadap Farizal dilakukan secara paralel bersama Kejagung. Sehingga tidak ada aksi saling tunggu. “Penanganan perkara di KPK tetap berjalan,” ujarnya.

Jaksa tersebut diperiksa terkait perannya membantu Xaveriandy dalam menghadapi sidang perkara gula impor. Walaupun sebagai jaksa penuntut umum (JPU) dalam perkara itu, tapi Farizal seolah-olah sebagai kuasa hukum. Dia membantu menghadirkan saksi-saksi yang menguntungkan. Bahkan, ia membantu Xaveriandy untuk menyusun nota keberatan terhadap dakwaan jaksa. Bahkan, jaksa tersebut mendapat imbalan sebesa Rp 365 juta. KPK pun menetapkan Farizal sebagai tersangka. “Tapi sekarang dia diperiksa sebagai saksi bukan tersangka,” kata Priharsa.

Setelah enam jam diperiksa, sekitar pukul 18.00 dia pun keluar dari gedung KPK. Para awak media yang lama menunggu pun langsung mengerumuninya. Namun, Farizal tetap bungkam dan tidak mau memberikan keterangan terkait pemeriksaan yang dia jalan. Dia berusaha menghindar dari pertanyaan wartawan.

Bahkan, dia berusaha lari dan menuju Jalan HR Rasuna Said yang sedang padat. Ia berupaya mencegat taksi, tapi tidak ada mobil yang berhenti. Ia pun bingung dan kembali ke gedung KPK. Petugas keamanan lantas membantunya masuk ke dalam gedung dan berusaha mencarikan taksi untuk Farizal.

Seperti diberitakan, awalnya KPK menelisik perkara gula impor yang menjerat Xaveriandy dan Farizal. Dalam percakapan yang disadap KPK, terhadap pembicaraan yang menyinggung nama Irman Gusman. Komisi antirasuah pun berusaha mendalami informasi tersebut. Hasilnya, komisi pimpinan Agus Rahardjo itu berhasil menangkap Irman setelah menerima uang suap dari Xaveriandy di rumah dinasnya di Jalan Denpasar pada Jumat (16/9) malam lalu.

Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan, pihaknya hanya memeriksa Farizal dan tidak menahannya. Namun, dia tidak menjelaskan kenapa tersangka perkara suap itu tidak ditahan. Penahanan merupakan kewenangan penyidik yang memeriksa Farizal. “Tidak ada penahanan,” paparnya.

Yuyuk mengatakan, komisinya akan terus mendalami kasus tersebut dan memeriksa semua pihak yang diduga terlibat dalam perkara suap pangan itu. Semua temuan akan di-follow up.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/