25 C
Medan
Thursday, November 21, 2024
spot_img

Spanduk Caleg Harus Seizin Partai

JAKARTA – Revisi peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait dengan pembatasan alat peraga kampanye tinggal menunggu hitungan hari untuk disahkan. Dalam hal ini, sempat muncul wacana, KPU melarang caleg untuk menggunakan alat peraga kampanye. Aturan tersebut disepakati lebih lunak, yakni caleg tetap bisa memasang atribut kampanye dengan koordinasi partai.

“Kalau caleg mau pasang baliho, harus seizin partai. Pemasangan spanduk juga dibatasi,” ungkap Komisioner KPU, Arief Budiman, Senin (19/8).
KPU kini tinggal menunggu stempel penetapan dari Kementerian Hukum dan HAM untuk mengatur pembatasan alat peraga kampanye menjadi peraturan KPU yang sah.

“Revisi PKPU kampanye sudah kami tanda tangani, sudah kami kirim ke Kemenkum HAM untuk masuk lembaran negara,” ujarnya.

Arief menyatakan, pleno pada Rabu (15/8) lalu itu menyepakati sejumlah pembatasan kampanye. Diantaranya, KPU hanya mengatur pembatasan alat peraga kampanye yang meliputi pemasangan banner, spanduk, dan baliho. Sementara itu, untuk atribut kampanye, KPU masih memberikan ruang seluas-luasnya kepada parpol, terutama caleg, untuk menyampaikan sosialisasi ke publik. “Kalau untuk kartu nama atau flyer, itu bebas,” ujarnya.
Untuk pemasangan spanduk, KPU hanya memberikan peluang pemasangan oleh caleg di satu zona. Bagaimana cara membatasinya” Arief menyatakan, KPU akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Pemdalah yang akan mengatur dan memiliki otoritas untuk menentukan zona tersebut. “Mana titik yang boleh, mana yang tidak boleh. Kalau sudah ditentukan, di situlah berlaku ketentuan pembatasannya,” ujarnya.

Yang dimaksud dengan zona, lanjut Arief, adalah penentuan titik yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Ketentuan zona berdasar peraturan KPU tidak dibatasi apakah wilayah itu merupakan desa atau kecamatan tertentu. “Karena yang mengetahui luas desa dan wilayah adalah pemda sehingga bisa saja satu kecamatan dibagi dua zona jika wilayahnya terlalu luas,” jelasnya.

KPU, kata Arief, juga akan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pemilu dan aparat keamanan untuk bisa menertibkan zona yang dilarang untuk dipasang alat peraga kampanye. Koordinasi itu menyangkut sosialisasi dari pemda, wilayah mana yang ditentukan untuk menjadi lokasi pemasangan alat peraga kampanye. “Kami mesti sepaham dengan apa yang kita buat, supaya Bawaslu betul-betul menegakkan ketentuan itu,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow tidak sepenuhnya sependapat dengan aturan pembatasan alat peraga kampanye. Menurut Jeirry, di satu sisi, banyaknya baliho caleg membuat lingkungan terganggu. Banyak omongan kosong caleg yang disampaikan, padahal calon wakil rakyat itu belum tentu terjun langsung ke masyarakat. “Namun, salah satu media untuk mendekatkan para calon dengan rakyat, ya alat peraga,” ujar Jeirry secara terpisah.

Menurut Jeirry, jika dilihat dari sisi pemilih, pembatasan alat peraga justru membatasi hak rakyat untuk mengetahui caleg yang akan dipilihnya. Menurut dia, pembatasan itu jangan hanya dilihat dari sisi bahwa alat peraga akan mengotori lingkungan. “Alat peraga yang dipasang di luar ketentuan itu bisa ditindak, tapi jangan dibatasi,” ujarnya. (bay/c10/fat/jpnn)

JAKARTA – Revisi peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait dengan pembatasan alat peraga kampanye tinggal menunggu hitungan hari untuk disahkan. Dalam hal ini, sempat muncul wacana, KPU melarang caleg untuk menggunakan alat peraga kampanye. Aturan tersebut disepakati lebih lunak, yakni caleg tetap bisa memasang atribut kampanye dengan koordinasi partai.

“Kalau caleg mau pasang baliho, harus seizin partai. Pemasangan spanduk juga dibatasi,” ungkap Komisioner KPU, Arief Budiman, Senin (19/8).
KPU kini tinggal menunggu stempel penetapan dari Kementerian Hukum dan HAM untuk mengatur pembatasan alat peraga kampanye menjadi peraturan KPU yang sah.

“Revisi PKPU kampanye sudah kami tanda tangani, sudah kami kirim ke Kemenkum HAM untuk masuk lembaran negara,” ujarnya.

Arief menyatakan, pleno pada Rabu (15/8) lalu itu menyepakati sejumlah pembatasan kampanye. Diantaranya, KPU hanya mengatur pembatasan alat peraga kampanye yang meliputi pemasangan banner, spanduk, dan baliho. Sementara itu, untuk atribut kampanye, KPU masih memberikan ruang seluas-luasnya kepada parpol, terutama caleg, untuk menyampaikan sosialisasi ke publik. “Kalau untuk kartu nama atau flyer, itu bebas,” ujarnya.
Untuk pemasangan spanduk, KPU hanya memberikan peluang pemasangan oleh caleg di satu zona. Bagaimana cara membatasinya” Arief menyatakan, KPU akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Pemdalah yang akan mengatur dan memiliki otoritas untuk menentukan zona tersebut. “Mana titik yang boleh, mana yang tidak boleh. Kalau sudah ditentukan, di situlah berlaku ketentuan pembatasannya,” ujarnya.

Yang dimaksud dengan zona, lanjut Arief, adalah penentuan titik yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Ketentuan zona berdasar peraturan KPU tidak dibatasi apakah wilayah itu merupakan desa atau kecamatan tertentu. “Karena yang mengetahui luas desa dan wilayah adalah pemda sehingga bisa saja satu kecamatan dibagi dua zona jika wilayahnya terlalu luas,” jelasnya.

KPU, kata Arief, juga akan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pemilu dan aparat keamanan untuk bisa menertibkan zona yang dilarang untuk dipasang alat peraga kampanye. Koordinasi itu menyangkut sosialisasi dari pemda, wilayah mana yang ditentukan untuk menjadi lokasi pemasangan alat peraga kampanye. “Kami mesti sepaham dengan apa yang kita buat, supaya Bawaslu betul-betul menegakkan ketentuan itu,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow tidak sepenuhnya sependapat dengan aturan pembatasan alat peraga kampanye. Menurut Jeirry, di satu sisi, banyaknya baliho caleg membuat lingkungan terganggu. Banyak omongan kosong caleg yang disampaikan, padahal calon wakil rakyat itu belum tentu terjun langsung ke masyarakat. “Namun, salah satu media untuk mendekatkan para calon dengan rakyat, ya alat peraga,” ujar Jeirry secara terpisah.

Menurut Jeirry, jika dilihat dari sisi pemilih, pembatasan alat peraga justru membatasi hak rakyat untuk mengetahui caleg yang akan dipilihnya. Menurut dia, pembatasan itu jangan hanya dilihat dari sisi bahwa alat peraga akan mengotori lingkungan. “Alat peraga yang dipasang di luar ketentuan itu bisa ditindak, tapi jangan dibatasi,” ujarnya. (bay/c10/fat/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/