30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Karyanya Tak Sempat Terekam

Mahidin Syafii yang akrab disapa Pak Emes (86) musisi senior asal Kota Tebingtinggi yang tinggal di Jalan Anturmangan Lingkungan I Kecamatan Rambutan Kota Tebingtinggi telah menciptakan beberapa lagu.

Tetapi sayang lagu ciptaannya hingga kini tidak terekam oleh pihak recording untuk dipasarkan di Kota Tebingtinggi dan luar daerah.

DITEMUI di rumahnya, Pak Emes masih tampak awet muda, walaupun kulit wajah dan tubuhnya sudah kendor dan pendengaran mulai samar. Pak Emes menceritakan kisah masa lalunya, dahulu ketika masih menjabat sebagai PNS bertugas di Dinas Pendapatan masa pemerintahan Kabupaten Deliserdang, beliau dikenal sebagai musisi sekaligus pencipta lagu-lagu melayu dalam dunia pernasyidan di wilayah Kota Tebingtinggi.

“Dahulu ketika masih muda, saya selalu mewakili pengiriman kontingen Tebingtinggi ke festival nasyid di Provinsi Sumut, Kisaran, Kabanjahe, Medan, Lubuk Pakam, Tanjung Balai dan kota lainnya. Saya ikut sebagai pelatih masa itu,”jelasnya.

Di rumah sederhananya, Pak Emes kembali menuturkan selain dipercaya sebagai juri pada setiap festival nasyid yang diadakan oleh Kota Tebingtinggi pernah mendapat piagam dari LPPSN Provinsi Sumut pada tahun 1997 di Asrama Haji Medan.

Pak Emes yang mempunyai 32 cucu dan 10 cicit dahulu sering kelihatan berada di tengah-tengah kesibukan pesta Rakyat melayu di Kota Pagurawan di Kabupaten Asahan.

Selain itu, Pak Emes sangat dikenal di pesisir pantai seperti Bandah Khalifah, Serdangbedagai dan Tanjungtiram dan Kota Tebingtinggi pada tahun 1950 hingga 1970-an. Dia dikenal sebagai salah seorang personil musik Orkes Gambus Radhatul Akmal( Ogra) yang merupakan cikal bakal terbentuknya orkes senandung melayu Kota Tebingtinggi jaman itu.

Dikalausianyamasihmuda, PakEmes di kelompok musiknya mengemban tugas rangkap, selain sebagai pembawa acara (MC), ia juga berperan sebagai violis dan sekaligus penyanyi. Lewat suaranya yang khas, Pak Emes piawai membawakan lagu ciptaannya sendiri.

“Itulah keunggulan orkestra Senandung Melayu Tebingtinggi waktu itu, saya dianggap teman-teman sebagai seorang komponis yang tidak pernah menonjolkan diri,” kenang Pak Emes.

Pada masa itu, Pak Emes juga mengatakan sering mengisi siaran di Radio Republik Indonesia (RRI) Nusantara III pada jam siaran angkatan bersenjata pada pukul 17.00 hingga 18.00 WIB.

Pada masa itu, siaran tersebut selalu diisi oleh Orkes Daerah Senandung Melayu Tebingtinggi. Dan pada saat itulah lagu-lagu hasil ciptaannya mulai didengar orang banyak.

“Lagu-lagu yang saya tampilkan dengan hasil ciptaan sendiri dari langgam melayu (irama) yang berjudul seperti Air Mata, Dewi Ilham, Layu di Tangkai dan lagu lainnya. Lagu itu dahulu sempat menggema di RRI,” cerita Pak Emes.

Tetapi dari lagu ciptaan Pak Emes, sayangnya hingga sekarang tidak pernah masuk dapur rekaman atau recording untuk diterbitkan dalam bentuk kaset atauCD. Pak Emes juga merasa maklum, karena pada zaman tersebut belum ada alat rekam secanggih zaman sekarang dan siaran televisipun masih jarang.

“Tetapi jika saat ini ada sponsor ataupun orang yang mau membiayai untuk membuat rekaman lagu lagam melayu hasil ciptaan saya, saya siap,” katanya.

Untuk yang baru-baru ini, Pak Emes telah menciptakan lagu berirama melayu dengan judul Tebingtinggi Bersejarah dan Balada 13 Desember.

Tapibaru satu lagu yang ditanggapi oleh Pemerintah Kota Tebingtinggi untuk diangkat ke permukaan yaitu dengan judul Tebingtinggi Bersejarah.

Pak Emes sedikit menceritakan kisah masa dengan teman-teman musisi Kota Tebingtinggi pada waktu itu. Dengan sedikit berlinang air mata mengenang temannya sudah meninggal seperti Datuk Hood, Abdul Majid, Zainal, Anwar Razak alias Jadam Kelana semuanya tidak asing di Kota Lemang ini.

“Sekitar tahun 1975 kami pernah bergabung pada suatu orkestra yang diorbitkan oleh wali kota masa itu. Okestra kami senandung Melayu juga pernah main di lapangan merdeka pada peringatan kemerdekaan RI di Kota Tebingtinggi,” ujarnya.

Tetapi sayangnya pada penampilan itu, Pak Emes dkk hanya sekali tampil.

Sesudah itu penampilan orkestra itu tidak pernah muncul kembali hingga sekarang dan bubar karena tidak mendapatkan pembinaan dari pemerintah setempat. Sebagai anak kelahiran Kota Tebing tinggi pada tanggal 12 April 1927, Muhidin Syafii alias Pak Emes sangat ingin menyumbangkan sesuatu yang terbaik bagi Kota Tebing tinggi. Selain itu lagu-lagu hasil ciptaannya yang dikenal fundamental, monumental, gambaran historis dan ciri-ciri khas alam serta warga Kota Tebingtinggi diharapkan dapat dilestarikan dan berkesinambungan untuk generasi penerus.

“Sekali-kali itu bisa menjadi penambah koleksi pembendaharaan yang telah ada,” harap Pak Emis.

Pak Emes menjelaskan inspirasi dan motif pada penciptaan lagu ini untuk memperkenalkan budaya Kota Tebingtinggi itu sendiri.

Seperti kota Jakarta, Surabaya, Bandung dan Tanjung Balai mempunyai lagu ciri khas daerahnya untuk ditampilkan diluar daerah. Menurut Pak Emes, Kota Tebingtinggi harus punya ciri khas lagu tersendiri untuk diperkenalkan pada dunia luar.

Kepada Pemerintah Kota Tebing tinggi dan anggota DPRD dimintakan kepeduliannya untuk perkembangan dunia musik jenis lagam melayu sebagai ciri khas tersendiri. Lagu-lagu yang diciptakan oleh Muhidin Syafii diharapkan bisa digarap untuk dipublikasikan kepada masyarakat. Ini merupakan salah satu peninggalan untuk menggiatkan industri musik melayu.

“Saya berharap wali kota dan anggota DPRD bisa mempublikasikan lagu saya.

Pada perayaan HUT Kota Tebingtinggi ke 96 lalu, lagu Tebingtinggi Bersejarah bisa diperdengarkan sayangnya mereka tidak mengenal siapa penciptanya,” pungkas Pak Emes. (ian)

Mahidin Syafii yang akrab disapa Pak Emes (86) musisi senior asal Kota Tebingtinggi yang tinggal di Jalan Anturmangan Lingkungan I Kecamatan Rambutan Kota Tebingtinggi telah menciptakan beberapa lagu.

Tetapi sayang lagu ciptaannya hingga kini tidak terekam oleh pihak recording untuk dipasarkan di Kota Tebingtinggi dan luar daerah.

DITEMUI di rumahnya, Pak Emes masih tampak awet muda, walaupun kulit wajah dan tubuhnya sudah kendor dan pendengaran mulai samar. Pak Emes menceritakan kisah masa lalunya, dahulu ketika masih menjabat sebagai PNS bertugas di Dinas Pendapatan masa pemerintahan Kabupaten Deliserdang, beliau dikenal sebagai musisi sekaligus pencipta lagu-lagu melayu dalam dunia pernasyidan di wilayah Kota Tebingtinggi.

“Dahulu ketika masih muda, saya selalu mewakili pengiriman kontingen Tebingtinggi ke festival nasyid di Provinsi Sumut, Kisaran, Kabanjahe, Medan, Lubuk Pakam, Tanjung Balai dan kota lainnya. Saya ikut sebagai pelatih masa itu,”jelasnya.

Di rumah sederhananya, Pak Emes kembali menuturkan selain dipercaya sebagai juri pada setiap festival nasyid yang diadakan oleh Kota Tebingtinggi pernah mendapat piagam dari LPPSN Provinsi Sumut pada tahun 1997 di Asrama Haji Medan.

Pak Emes yang mempunyai 32 cucu dan 10 cicit dahulu sering kelihatan berada di tengah-tengah kesibukan pesta Rakyat melayu di Kota Pagurawan di Kabupaten Asahan.

Selain itu, Pak Emes sangat dikenal di pesisir pantai seperti Bandah Khalifah, Serdangbedagai dan Tanjungtiram dan Kota Tebingtinggi pada tahun 1950 hingga 1970-an. Dia dikenal sebagai salah seorang personil musik Orkes Gambus Radhatul Akmal( Ogra) yang merupakan cikal bakal terbentuknya orkes senandung melayu Kota Tebingtinggi jaman itu.

Dikalausianyamasihmuda, PakEmes di kelompok musiknya mengemban tugas rangkap, selain sebagai pembawa acara (MC), ia juga berperan sebagai violis dan sekaligus penyanyi. Lewat suaranya yang khas, Pak Emes piawai membawakan lagu ciptaannya sendiri.

“Itulah keunggulan orkestra Senandung Melayu Tebingtinggi waktu itu, saya dianggap teman-teman sebagai seorang komponis yang tidak pernah menonjolkan diri,” kenang Pak Emes.

Pada masa itu, Pak Emes juga mengatakan sering mengisi siaran di Radio Republik Indonesia (RRI) Nusantara III pada jam siaran angkatan bersenjata pada pukul 17.00 hingga 18.00 WIB.

Pada masa itu, siaran tersebut selalu diisi oleh Orkes Daerah Senandung Melayu Tebingtinggi. Dan pada saat itulah lagu-lagu hasil ciptaannya mulai didengar orang banyak.

“Lagu-lagu yang saya tampilkan dengan hasil ciptaan sendiri dari langgam melayu (irama) yang berjudul seperti Air Mata, Dewi Ilham, Layu di Tangkai dan lagu lainnya. Lagu itu dahulu sempat menggema di RRI,” cerita Pak Emes.

Tetapi dari lagu ciptaan Pak Emes, sayangnya hingga sekarang tidak pernah masuk dapur rekaman atau recording untuk diterbitkan dalam bentuk kaset atauCD. Pak Emes juga merasa maklum, karena pada zaman tersebut belum ada alat rekam secanggih zaman sekarang dan siaran televisipun masih jarang.

“Tetapi jika saat ini ada sponsor ataupun orang yang mau membiayai untuk membuat rekaman lagu lagam melayu hasil ciptaan saya, saya siap,” katanya.

Untuk yang baru-baru ini, Pak Emes telah menciptakan lagu berirama melayu dengan judul Tebingtinggi Bersejarah dan Balada 13 Desember.

Tapibaru satu lagu yang ditanggapi oleh Pemerintah Kota Tebingtinggi untuk diangkat ke permukaan yaitu dengan judul Tebingtinggi Bersejarah.

Pak Emes sedikit menceritakan kisah masa dengan teman-teman musisi Kota Tebingtinggi pada waktu itu. Dengan sedikit berlinang air mata mengenang temannya sudah meninggal seperti Datuk Hood, Abdul Majid, Zainal, Anwar Razak alias Jadam Kelana semuanya tidak asing di Kota Lemang ini.

“Sekitar tahun 1975 kami pernah bergabung pada suatu orkestra yang diorbitkan oleh wali kota masa itu. Okestra kami senandung Melayu juga pernah main di lapangan merdeka pada peringatan kemerdekaan RI di Kota Tebingtinggi,” ujarnya.

Tetapi sayangnya pada penampilan itu, Pak Emes dkk hanya sekali tampil.

Sesudah itu penampilan orkestra itu tidak pernah muncul kembali hingga sekarang dan bubar karena tidak mendapatkan pembinaan dari pemerintah setempat. Sebagai anak kelahiran Kota Tebing tinggi pada tanggal 12 April 1927, Muhidin Syafii alias Pak Emes sangat ingin menyumbangkan sesuatu yang terbaik bagi Kota Tebing tinggi. Selain itu lagu-lagu hasil ciptaannya yang dikenal fundamental, monumental, gambaran historis dan ciri-ciri khas alam serta warga Kota Tebingtinggi diharapkan dapat dilestarikan dan berkesinambungan untuk generasi penerus.

“Sekali-kali itu bisa menjadi penambah koleksi pembendaharaan yang telah ada,” harap Pak Emis.

Pak Emes menjelaskan inspirasi dan motif pada penciptaan lagu ini untuk memperkenalkan budaya Kota Tebingtinggi itu sendiri.

Seperti kota Jakarta, Surabaya, Bandung dan Tanjung Balai mempunyai lagu ciri khas daerahnya untuk ditampilkan diluar daerah. Menurut Pak Emes, Kota Tebingtinggi harus punya ciri khas lagu tersendiri untuk diperkenalkan pada dunia luar.

Kepada Pemerintah Kota Tebing tinggi dan anggota DPRD dimintakan kepeduliannya untuk perkembangan dunia musik jenis lagam melayu sebagai ciri khas tersendiri. Lagu-lagu yang diciptakan oleh Muhidin Syafii diharapkan bisa digarap untuk dipublikasikan kepada masyarakat. Ini merupakan salah satu peninggalan untuk menggiatkan industri musik melayu.

“Saya berharap wali kota dan anggota DPRD bisa mempublikasikan lagu saya.

Pada perayaan HUT Kota Tebingtinggi ke 96 lalu, lagu Tebingtinggi Bersejarah bisa diperdengarkan sayangnya mereka tidak mengenal siapa penciptanya,” pungkas Pak Emes. (ian)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/