26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Benda Asing

Cerpen Muhammad Ferdiansyah

Ini sebuah cerita tentang si kacau yang hidupnya kacau, pekerjaannya kacau sampai-sampai hubungan asmaranya juga kacau. Semua rentetan kekacauan ini bermula dari gaya hidup si kacau ini, katakanlah namanya Andra—nama-nama berikutnya yang muncul dalam cerita ini juga sekedar elemen-elemen pelengkap yang mengikuti saja, kalau pembaca mau silahkan diganti sendiri nama-nama, lokasi atau konflik dalam cerita ini. Terlepas dari itu semua, intinya adalah semua kejadian selalu berulang, selanjutnya tergantung bagaimana kita menyikapinya.

Kembali ke persoalan Andra. Orang seperti Andra ini bukan satu-satunya dalam dunia, masih banyak contoh Andra-Andra lainnya yang senasib. Kata lagu Mick Jagger “old habbits die hard”—kebiasaan lama susah dihilangkan, begitu kira-kira yang terjadi pada tokoh kita. Andra memulai paginya dengan santai di rumah kosnya. Andra memasang jam alarmnya pukul setengah tujuh pagi padahal jam kerjanya dimulai pukul setengah delapan. Walaupun santai Andra selalu panik ketika kamar mandi dipakai—yang hanya satu-satunya dipakai bergiliran untuk seluruh penghuni kos. Andra tidak terlalu peduli sarapan, kadang ia hanya makan mie instan kadang tidak makan sama sekali. Lama perjalanan dari rumah ke kantor kira-kira memakan waktu lima belas menit dengan sepeda motor. Hasilnya Andra selalu datang ke kantor mepet atau bahkan telat. Andra memang membuat skenario sedemikian rupa karena tidak punya motivasi lebih untuk datang lebih pagi. Andra sudah puas dengan kehidupannya. Ia hanya menjalani hidupnya selayaknya balok kayu yang tak pernah mengeluh mengikuti arus air sungai ke mana pun bermuara.

Setiba di kantor Andra bekerja dengan kapasitas biasa-biasa saja, asal beres saja. Andra tidak merasa perlu mengejar sesuatu yang lebih. Rekan kerjanya saja baru dipromosikan setelah bertahun-tahun lamanya kerja. Jadi tidak perlu terlalu ngoyo, tidak sadar mendadak sudah dipromosikan, begitu pikir Andra, kuncinya hanya sabar. Hubungan dengan rekan kerjanya cukup baik. Terkadang Andra menuangkan idenya untuk bersenang-senang bersama. Andra tidak pernah menolak ajakan rekan kerjanya untuk pergi bareng setelah pulang kerja. Andra sama sekali tidak merasakan kompetisi di kantornya. Yang tidak diketahui atau tidak disadari Andra rekan-rekan kerjanya sebenarnya saling menjatuhkan.
Lalu hubungan asmaranya dengan Devi yang sudah terajut sejak kuliah juga mulus-mulus saja. Bagi Andra hubungan asmaranya bagai air yang selalu hangat, tidak pernah menjadi dingin atau terlalu panas. Akhir pekan ini Andra akan mengajak Devi pergi ke pantai. Yah, akhir pekan adalah waktu yang khusus untuk dihabiskan bersama pacar. Entah pergi ke pantai, ke puncak atau sekedar pergi makan. Namun belakangan gelagat Devi agak berbeda. Devi mulai menolak acara jalan-jalan di akhir pekan—yang selama ini selalu mereka nikmati—dengan dalih berbenturan dengan pekerjaan. Pekerjaan apa yang dilakukan di akhir pekan? Devi mengatakan dirinya sering dikirim ke luar kota untuk urusan kerja. Andra tidak pernah menyelidiki lebih jauh perubahan Devi. Pikirnya, Devi hanya bekerja terlalu keras.

Andra selalu mengingatkan Devi untuk tidak terlalu keras pada dirinya sendiri. Ya, Devi bekerja dengan giat dan punya motivasi yang berlebihan—cenderung perfeksionis. Kadang Devi rela bekerja lembur tanpa mengeluh. Karirnya menanjak dengan cepat. Di satu sisi Andra merasa senang, tapi di sisi lain Andra mulai agak cemas karena status Devi semakin naik sedangkan karirnya bergerak lambat.

Sebenarnya kekhawatiran Andra datang terlambat. Jauh hari sebelumnya, bukan, tapi berbulan-bulan sebelumnya atau bahkan mungkin bertahun-tahun, tetangga, rekan kerjanya, bos dan bahkan Devi sudah mulai kesal dengan tabiat Andra. Bosnya tiba-tiba memanggilnya ke ruangnya memberi evaluasi kinerjanya yang buruk selama ini. Peringatan dari bosnya menjadi pukulan yang sangat telak bagi Andra. Bukan karena kata-kata tajam bosnya, tapi karena pemanggilannya bosnya yang secara tidak langsung telah menyadarkannya pada segala konsekuensi yang diterimanya akibat akumulasi kekacauan yang diperbuatnya selama ini. Rekan-rekan kerjanya sama sekali tidak mendukungnya, justru ada kecenderungan untuk menjatuhkan Andra. Di titik inilah untuk pertama kalinya mulai kekecewaan pada diri Andra. Andra merasa dikhianati. Tapi di luar itu semua Andra masih merasa bersyukur karena masih memiliki Devi.
Orang-orang di belakangnya mulai menggunjingnya dan mengganti namanya dengan sebutan si kacau. Kicau orang-orang yang membicarakan sampai juga pada telinga Andra. Andra tidak pernah merasa peduli dengan sebutan itu sebelum pacarnya Devi memutuskan hubungannya yang sudah lama terjalin. Rupanya Devi sudah lama menjalin hubungan dengan pria lain—yang tentunya lebih baik dari Andra dari segi finansial.
Kekecewaan, ketidak percayaan dan penghianatan, hanya itu yang ada dalam benak Andra. Bahkan Devi juga memperlakukan dirinya sedemikian rupa.

Keesokan harinya teman-teman kerjanya tidak melihat Andra masuk kerja. Hari berikutnya Andra juga tidak masuk, begitu juga besok seterusnya. Pada momen-momen seperti ini orang-orang mulai percaya bahwa Andra depresi, mungkin gila. Ada pikiran ekstrim yang menyebutkan Andra nekat berbuat kriminal atau bunuh diri karena depresi. Andra tidak terlihat lagi di rumah kosnya. Penghuni lainnya tidak ada yang tahu ke mana perginya Andra. Isu berkembang liar terus sampai pada akhirnya orang-orang mulai jenuh dan sudah tidak tertarik lagi membicarakannya.

Sampai suatu malam terjadi kehebohan di rumah kos Andra. Malam itu sangat sepi dan tenang, tidak ada yang menyangka di menit-menit berikutnya terjadi keributan. Terdengar suara keras berasal dari rumah kos Andra. Seperti suara benturan yang amat keras. Orang-orang di sekitar rumah kos Andra merasa getarannya. Orang-orang mulai mengerumuni rumah Andra, mencari tahu apa yang terjadi. Genting rumah kos Andra berlubang, salah satu kamarnya—kamar yang dihuni Andra—hancur luluh-lantah. Dari lubangnya mengepul asap bercampur debu. Penghuni lainnya keluar panik dari kamarnya, menatap nanar pada kamar tetanggannya. Pemandangan berikutnya membuat warga terkejut, bukan dari asal kekacauan itu, tapi dari seseorang di antara kerumunan. Orang itu Andra, kebingungan melihat kamar kosnya yang kini dikerubuni dan menjadi tontonan.
“Ada apa Pak?” tanya Andra kepada salah satu tetangganya.

“Loh, kamu Andra kan? Dari mana saja selama ini?” tanya tetangganya yang juga kebingungan menyadari keberadaan Andra yang tiba-tiba.
Andra baru saja datang dari luar kota. Andra ingin mengambil barang-barangnya yang masih tertinggal untuk kemudian pergi lagi. Cerita kemujuran Andra bergema di sepenjuru negeri. Tentang nasib yang tidak bisa diduga-duga. Bagaimana seandainya Andra tidur terlelap di kamarnya atau seandainya bus yang ditumpangi Andra datang lebih cepat atau yang paling ekstrim, seandainya saja hidup Andra tidak kacau belakangan ini. Tentu saja Andra sudah tertiban sesuatu dari langit, mungkin Andra bisa mati, tapi kenyataannya tidak. Andra mujur, kata banyak orang dan kemujuran  itu hanyalah sebuah permulaan, kata banyak orang menambahkan.

Besoknya baru diketahui bahwa benda asing dari luar angkasalah yang telah memporak-porandakan kamar Andra. Benda asing itu dibawa untuk penelitian lebih lanjut oleh yang berwenang sementara orang-orang usil yakin sebenarnya Andra sempat mengambil sedikit bagian dari benda asing itu. Mereka yang iri dengan Andra yakin pada gagasan tersebut setelah satu tahun semenjak kejadian itu Andra sukses besar. Mereka yakin benda asing itulah yang membuat usaha Andra untung. Usaha rumah makannya benar-benar ramai pengunjung, bahkan rencananya Andra akan membuka cabang di luar kota.

Orang-orang yang menggunjingnya yakin selama ini Andra menghilang untuk pergi belajar ilmu hitam. Mungkin Andra pergi ke suatu gunung atau suatu gua atau suatu pantai atau di tempat mana saja yang keramat. Andra mungkin berguru pada orang sakti, meminta dihilangkan nasib buruk pada dirinya. Atau ada versi cerita lain lagi bahwa Andra bertemu makhluk mistis yang bijak. Apapun versi ceritanya berakhir pada cerita Andra akan mendapat keberuntungan dari suatu batu yang jatuh dari langit, entah siapa itu yang menjatuhkannya. Sebagai tumbalnya, kamar kos Andralah yang harus dihancurkan.

Kata-kata orang-orang yang menggunjingnya sampai juga pada telinga Andra. Andra hanya tersenyum saja. Andra tidak pernah menggubris kata-kata mereka. Andra tetap mejalani kehidupan biasa—dengan menghilangkan bagian kebiasaan kacaunya. Sebagian dari orang-orang itu tidak tahu bahwa sebenarnya Andra baru saja mendapatkan warisan dengan jumlah yang sangat banyak.(*)

Cerpen Muhammad Ferdiansyah

Ini sebuah cerita tentang si kacau yang hidupnya kacau, pekerjaannya kacau sampai-sampai hubungan asmaranya juga kacau. Semua rentetan kekacauan ini bermula dari gaya hidup si kacau ini, katakanlah namanya Andra—nama-nama berikutnya yang muncul dalam cerita ini juga sekedar elemen-elemen pelengkap yang mengikuti saja, kalau pembaca mau silahkan diganti sendiri nama-nama, lokasi atau konflik dalam cerita ini. Terlepas dari itu semua, intinya adalah semua kejadian selalu berulang, selanjutnya tergantung bagaimana kita menyikapinya.

Kembali ke persoalan Andra. Orang seperti Andra ini bukan satu-satunya dalam dunia, masih banyak contoh Andra-Andra lainnya yang senasib. Kata lagu Mick Jagger “old habbits die hard”—kebiasaan lama susah dihilangkan, begitu kira-kira yang terjadi pada tokoh kita. Andra memulai paginya dengan santai di rumah kosnya. Andra memasang jam alarmnya pukul setengah tujuh pagi padahal jam kerjanya dimulai pukul setengah delapan. Walaupun santai Andra selalu panik ketika kamar mandi dipakai—yang hanya satu-satunya dipakai bergiliran untuk seluruh penghuni kos. Andra tidak terlalu peduli sarapan, kadang ia hanya makan mie instan kadang tidak makan sama sekali. Lama perjalanan dari rumah ke kantor kira-kira memakan waktu lima belas menit dengan sepeda motor. Hasilnya Andra selalu datang ke kantor mepet atau bahkan telat. Andra memang membuat skenario sedemikian rupa karena tidak punya motivasi lebih untuk datang lebih pagi. Andra sudah puas dengan kehidupannya. Ia hanya menjalani hidupnya selayaknya balok kayu yang tak pernah mengeluh mengikuti arus air sungai ke mana pun bermuara.

Setiba di kantor Andra bekerja dengan kapasitas biasa-biasa saja, asal beres saja. Andra tidak merasa perlu mengejar sesuatu yang lebih. Rekan kerjanya saja baru dipromosikan setelah bertahun-tahun lamanya kerja. Jadi tidak perlu terlalu ngoyo, tidak sadar mendadak sudah dipromosikan, begitu pikir Andra, kuncinya hanya sabar. Hubungan dengan rekan kerjanya cukup baik. Terkadang Andra menuangkan idenya untuk bersenang-senang bersama. Andra tidak pernah menolak ajakan rekan kerjanya untuk pergi bareng setelah pulang kerja. Andra sama sekali tidak merasakan kompetisi di kantornya. Yang tidak diketahui atau tidak disadari Andra rekan-rekan kerjanya sebenarnya saling menjatuhkan.
Lalu hubungan asmaranya dengan Devi yang sudah terajut sejak kuliah juga mulus-mulus saja. Bagi Andra hubungan asmaranya bagai air yang selalu hangat, tidak pernah menjadi dingin atau terlalu panas. Akhir pekan ini Andra akan mengajak Devi pergi ke pantai. Yah, akhir pekan adalah waktu yang khusus untuk dihabiskan bersama pacar. Entah pergi ke pantai, ke puncak atau sekedar pergi makan. Namun belakangan gelagat Devi agak berbeda. Devi mulai menolak acara jalan-jalan di akhir pekan—yang selama ini selalu mereka nikmati—dengan dalih berbenturan dengan pekerjaan. Pekerjaan apa yang dilakukan di akhir pekan? Devi mengatakan dirinya sering dikirim ke luar kota untuk urusan kerja. Andra tidak pernah menyelidiki lebih jauh perubahan Devi. Pikirnya, Devi hanya bekerja terlalu keras.

Andra selalu mengingatkan Devi untuk tidak terlalu keras pada dirinya sendiri. Ya, Devi bekerja dengan giat dan punya motivasi yang berlebihan—cenderung perfeksionis. Kadang Devi rela bekerja lembur tanpa mengeluh. Karirnya menanjak dengan cepat. Di satu sisi Andra merasa senang, tapi di sisi lain Andra mulai agak cemas karena status Devi semakin naik sedangkan karirnya bergerak lambat.

Sebenarnya kekhawatiran Andra datang terlambat. Jauh hari sebelumnya, bukan, tapi berbulan-bulan sebelumnya atau bahkan mungkin bertahun-tahun, tetangga, rekan kerjanya, bos dan bahkan Devi sudah mulai kesal dengan tabiat Andra. Bosnya tiba-tiba memanggilnya ke ruangnya memberi evaluasi kinerjanya yang buruk selama ini. Peringatan dari bosnya menjadi pukulan yang sangat telak bagi Andra. Bukan karena kata-kata tajam bosnya, tapi karena pemanggilannya bosnya yang secara tidak langsung telah menyadarkannya pada segala konsekuensi yang diterimanya akibat akumulasi kekacauan yang diperbuatnya selama ini. Rekan-rekan kerjanya sama sekali tidak mendukungnya, justru ada kecenderungan untuk menjatuhkan Andra. Di titik inilah untuk pertama kalinya mulai kekecewaan pada diri Andra. Andra merasa dikhianati. Tapi di luar itu semua Andra masih merasa bersyukur karena masih memiliki Devi.
Orang-orang di belakangnya mulai menggunjingnya dan mengganti namanya dengan sebutan si kacau. Kicau orang-orang yang membicarakan sampai juga pada telinga Andra. Andra tidak pernah merasa peduli dengan sebutan itu sebelum pacarnya Devi memutuskan hubungannya yang sudah lama terjalin. Rupanya Devi sudah lama menjalin hubungan dengan pria lain—yang tentunya lebih baik dari Andra dari segi finansial.
Kekecewaan, ketidak percayaan dan penghianatan, hanya itu yang ada dalam benak Andra. Bahkan Devi juga memperlakukan dirinya sedemikian rupa.

Keesokan harinya teman-teman kerjanya tidak melihat Andra masuk kerja. Hari berikutnya Andra juga tidak masuk, begitu juga besok seterusnya. Pada momen-momen seperti ini orang-orang mulai percaya bahwa Andra depresi, mungkin gila. Ada pikiran ekstrim yang menyebutkan Andra nekat berbuat kriminal atau bunuh diri karena depresi. Andra tidak terlihat lagi di rumah kosnya. Penghuni lainnya tidak ada yang tahu ke mana perginya Andra. Isu berkembang liar terus sampai pada akhirnya orang-orang mulai jenuh dan sudah tidak tertarik lagi membicarakannya.

Sampai suatu malam terjadi kehebohan di rumah kos Andra. Malam itu sangat sepi dan tenang, tidak ada yang menyangka di menit-menit berikutnya terjadi keributan. Terdengar suara keras berasal dari rumah kos Andra. Seperti suara benturan yang amat keras. Orang-orang di sekitar rumah kos Andra merasa getarannya. Orang-orang mulai mengerumuni rumah Andra, mencari tahu apa yang terjadi. Genting rumah kos Andra berlubang, salah satu kamarnya—kamar yang dihuni Andra—hancur luluh-lantah. Dari lubangnya mengepul asap bercampur debu. Penghuni lainnya keluar panik dari kamarnya, menatap nanar pada kamar tetanggannya. Pemandangan berikutnya membuat warga terkejut, bukan dari asal kekacauan itu, tapi dari seseorang di antara kerumunan. Orang itu Andra, kebingungan melihat kamar kosnya yang kini dikerubuni dan menjadi tontonan.
“Ada apa Pak?” tanya Andra kepada salah satu tetangganya.

“Loh, kamu Andra kan? Dari mana saja selama ini?” tanya tetangganya yang juga kebingungan menyadari keberadaan Andra yang tiba-tiba.
Andra baru saja datang dari luar kota. Andra ingin mengambil barang-barangnya yang masih tertinggal untuk kemudian pergi lagi. Cerita kemujuran Andra bergema di sepenjuru negeri. Tentang nasib yang tidak bisa diduga-duga. Bagaimana seandainya Andra tidur terlelap di kamarnya atau seandainya bus yang ditumpangi Andra datang lebih cepat atau yang paling ekstrim, seandainya saja hidup Andra tidak kacau belakangan ini. Tentu saja Andra sudah tertiban sesuatu dari langit, mungkin Andra bisa mati, tapi kenyataannya tidak. Andra mujur, kata banyak orang dan kemujuran  itu hanyalah sebuah permulaan, kata banyak orang menambahkan.

Besoknya baru diketahui bahwa benda asing dari luar angkasalah yang telah memporak-porandakan kamar Andra. Benda asing itu dibawa untuk penelitian lebih lanjut oleh yang berwenang sementara orang-orang usil yakin sebenarnya Andra sempat mengambil sedikit bagian dari benda asing itu. Mereka yang iri dengan Andra yakin pada gagasan tersebut setelah satu tahun semenjak kejadian itu Andra sukses besar. Mereka yakin benda asing itulah yang membuat usaha Andra untung. Usaha rumah makannya benar-benar ramai pengunjung, bahkan rencananya Andra akan membuka cabang di luar kota.

Orang-orang yang menggunjingnya yakin selama ini Andra menghilang untuk pergi belajar ilmu hitam. Mungkin Andra pergi ke suatu gunung atau suatu gua atau suatu pantai atau di tempat mana saja yang keramat. Andra mungkin berguru pada orang sakti, meminta dihilangkan nasib buruk pada dirinya. Atau ada versi cerita lain lagi bahwa Andra bertemu makhluk mistis yang bijak. Apapun versi ceritanya berakhir pada cerita Andra akan mendapat keberuntungan dari suatu batu yang jatuh dari langit, entah siapa itu yang menjatuhkannya. Sebagai tumbalnya, kamar kos Andralah yang harus dihancurkan.

Kata-kata orang-orang yang menggunjingnya sampai juga pada telinga Andra. Andra hanya tersenyum saja. Andra tidak pernah menggubris kata-kata mereka. Andra tetap mejalani kehidupan biasa—dengan menghilangkan bagian kebiasaan kacaunya. Sebagian dari orang-orang itu tidak tahu bahwa sebenarnya Andra baru saja mendapatkan warisan dengan jumlah yang sangat banyak.(*)

Artikel Terkait

Ketika Perempuan Diberi Porsi ’Melawan’

Manca’

Lelaki yang (Mencoba) Tersenyum

Tukang Foto Mayat

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/