30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Belum Dikelola, Limbah Ancam Lingkungan dan Kesehatan

Sampai saat ini masih banyak perusahaan di Sumatera Utara (Sumut) yang belum mengelola limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dengan benar.

LIMBAH: Limbah  mengalir  Sungai Deli
LIMBAH: Limbah yang mengalir di Sungai Deli

“Perusahaan-perusahaan itu diduga membuang limbah B3 itu ke sungai, tanah mau pun ke udara sehingga mencemarkan kualitas air, udara dan tanah di Sumut,” ujar Kepala BLH Provsu dr Hj Hidayati MSi saat membuka Workshop Manajemen Pengolahan Limbah B3 yang diselenggarakan kerjasama Badan Pengurus Daerah Asosiasi Pengelolaan Limbah Indonesia (BPD APLI Sumut dengan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provsu, di Hotel Tiara, Kamis (8/11).

Hidayati juga mengatakan, banyaknya perusahaan belum mengelola limbah B3 dengan benar dikarenakan sulitnya mereka dalam mengurus izin ke Jakarta. “Jadi pengurusan izinnya ini sangat berat, karena untuk mengurus izin administrasi pengelolaan B3 itu mereka harus ke Jakarta, “ jelas Hidayati.
Untuk hal itu, lanjut dia, pihaknya berupaya bagaimana cara atau jalannya supaya pengusaha di Sumut dapat memperoleh izin dengan cepat dalam mengelola B3. Sampai saat ini dari 1600 perusahaan di Sumut baru sekitar puluhan perusahaan yang memiliki pengelolaan B3 yang benar.

“Adapun yang memproduksi limbah B3 di Sumut, antara lain rumah sakit, industri (pabrik), bengkel-bengkel, pelabuhan laut, pelabuhan udara dan lain-lain,” papanya.

Menurut Hidayati, sesuai Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Pelestarian Lingkungan dan PP 18 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah B3, penghasil limbah diwajibkan mengelola limbahnya sampai ramah lingkungan. “Apabila tidak sanggup harus diserahkan ke pihak ketiga, seperti ke anggota APLI misalnya. Di Sumut baru ada 7 yang mendapat izin pengelolaan B3. Jika tidak dilakukan maka bisa kena sanksi administrasi, denda dan pidana 5 tahun,” ucapnya.

Dia menuturkan, seluruh perusahaan di Sumut yang memproduksi B3 diharapkan kesadarannya dalam mengelola masalah limbah B3 dengan benar. “Kita menyadari bahwa limbah B3 sangat berbahaya bagi lingkungan terutama bagi tanah, dan air yang kita konsumsi setiap hari. Apabila pengusaha atau perusahaan tidak mengelola limbah B3 dengan baik tentu akan membahayakan kesehatan kita,” jelasnya.

Sementara hal yang sama juga disampaikan Ketua APLI Oscar Siagian, banyaknya perusahaan yang belum mengelola limbah B3 dengan benar membuat kualitas air di kota Medan sekitarnya kini terancam limbah B3. “Hal ini disebabkan pengolahan air limbah cair domestik yang tidak baik. Karena selama ini limbah rumah sakit, rumah tangga dan industri dibuang begitu saja ke saluran air yang pada gilirannya mengalir ke sungai sehingga dapat menurunkan kualitas air,” paparnya.

Dia mengungkapkan, demi menjamin keselamatan masyarakat banyak dan kelestarian lingkungan, perusahaan pengelola dan pemanfaat limbah B3 yang tidak taat hukum ini supaya segera dikenakan tindakan. “Untuk itu, APLI Sumut berharap Badan Lingkungan Hidup (BLH) memberlakukan tindakan tegas kepada penghasil limbah yang melanggar UU No.32 dan PP 18 tersebut, antara lain mencabut izin operasinya,” katanya. (des/red)

Jadi Perhatian Serius BLH

KEPALA Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut DR Ir Hj Hidayati MSi, mengatakan, persoalan terhadap lingkungan masih menjadi perhatian serius BLH.
Sebab, kata Hidayati, persoalan lingkungan harus tetap dikontrol agar tidak melewati ambang batas yang berdampak pada rusaknya lingkungan karena percemaran lingkungan itu sendiri.

“Untuk itu BLH konsisten melakukan pengawasan lingkungan agar tidak memberi dampak luas terhadap lingkungan,” ujarnya.
Untuk itu Hidayati mengimbau kepada masyarakat untuk menjaga dan lebih perduli terhadap lingkungan karena kondisi lingkungan di Sumatera Utara yang kian hari kian kritis.

“BLH Sumut siap melakukan pengawasan terhadap Instalasi Pengolahan Air dan Limbah (IPAL) ke seluruh perusahaan yang ada di Sumut dengan berkoordinasi bersama BLH tingkat kabupaten/kota,” ujarnya.

Dalam melakukan pengawasan, kata Hidayati, BLH Sumut telah mempersiapkan berbagai program, terkait banyaknya kerusakan terhadap lingkungan yang berasal dari perusahaan yang bergerak di bidang industri, perkebunan, kesehatan, pertambangan dan lainnya.

Sedangkan bentuk program tersebut berupa pengendalian pencemaran, pengendalian kerusakan hutan, teknologi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan penataan hukum Amdal dan diterapkan dijajaran BLH TK II untuk dilaksanakan dengan BLH Sumut sebagai pusat kontrol.

“Karena berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No II tahun 2006 tentang rencana usaha atau kegiatan wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Untuk itu BLH Sumut akan konsisten melakukan kontrol,” tegasnya. (mag-19)

RTH Masih Sedikit di Medan

MEDAN- Pemerintah Kota Medan akan mewujudkan RTH (ruang terbuka hijau) paling sedikit 30 persen meliputi 20 persen RTH publik dan 10 RTH privat. Itu sesuai peraturan daerah (Perda) yang diberlakukan di Kota Medan.

Wahana Lingkungan hidup (Walhi) menganggap sampai sekarang Perda tersebut belum terpenuhi. Hal ini disampaikan oleh Direktur Walhi Sumut Kusnadi. “Kita lihat sampai sekarang masih sedikitnya ruang terbuka hijau yang ada di kota Medan dan ini menunjukkan belum terpenuhi ruang terbuka hijau tersebut,”katanya, Kamis (08/11).

Kusnadi mengatakan, masih sedikitnya ruang terbuka hijau di kota Medan sebaiknya Pemko Medan yang pertama harus mengerjakan itu yaitu mengidentifikasi masalah-masalah ruang terbuka hijau, seterusnya kata Kusnadi Pemko Medan segera mencari ruang terbuka hijau.

“Maunya ada identifikasi tentang masalah ini karena kita harus mengetahui daerah atau titik mana yang berpotensi ruang hijau di kota Medan,”katanya.
Daerah kawasan terbuka hijau di Medan terpantau masih minim, seperti terlihat pada kawasan taman Ahmad Yani, taman Sri Deli, taman Beringgin, Taman Kolam Raya Sri Deli, Taman Guru Patimpus, Taman Kantor Pos, Taman Sudirman, Taman Teladan. “Banyak dampak bila belum memenuhi taman di kota,” katanya. (mag-19)

Limbah Kakau Dijadikan Pakan Ternak

MEDAN- Limbah kakau (cokelat) atau juga disebut pada kakau juga dapat dijadikan makanan (pakan) ternak yang mengandung nutrisi, yang baik bagi hewan; kelinci, ayam, itik raja, babi, ayam daging dan lainnya.

Sebagaimana yang diteliti oleh Daud dan dibantu oleh Syarial sebagai  Fakuktas Peternakan (FK) Universitas Sumatera Utara dan juga tergabung sebagai anggota Compost centre USU , kampus Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
Penelitan mereka ini merupakan penelitian dari sebelumnya.

“Tujuan utama kami dalam penelitian ini supaya menekan biaya produksi karena jagung lebih mahal jadi kalau kita menggunakan pakan kakau yang berasal dari itu lebih murah dan meningkatan keuntungan, serta nilai gizi juga lebih baik karena terkandung nutrsi yang cukup banyak,”kata Daud di  Compost centre USU jalan Bioteknologi, USU, Jumat (09/11).

Kata Daud riset yang ini dilakukan karena banyaknya petani kakau yang menganggap limbah kakau tersebut tidak dapat dipergunakan lagi. Ia menceritakan banyaknya petani kakau yang ada di Sumut membuang kulit kakau, padahal bias dijadikan pupuk kompos.

Kawasan Sumut yang merupakan daerah kawasan yang sangat bercocok tanam kakau tersebut sangat berpotensial sebagai kawasan areal perkebunan cokelat.

Daud menjelaskan karena kawasan tersebut berpotensi maka jumlah petani cokelat meningkat. Seperti di daerah Asahan, Kabupaten Simalungun, Nias, Tapanuli Selatan, Deliserdang, Tapanuli Utara , Tapanuli Tengah, Mandailingnatal, Karo dan Langkat. (mag-19)

Sampai saat ini masih banyak perusahaan di Sumatera Utara (Sumut) yang belum mengelola limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dengan benar.

LIMBAH: Limbah  mengalir  Sungai Deli
LIMBAH: Limbah yang mengalir di Sungai Deli

“Perusahaan-perusahaan itu diduga membuang limbah B3 itu ke sungai, tanah mau pun ke udara sehingga mencemarkan kualitas air, udara dan tanah di Sumut,” ujar Kepala BLH Provsu dr Hj Hidayati MSi saat membuka Workshop Manajemen Pengolahan Limbah B3 yang diselenggarakan kerjasama Badan Pengurus Daerah Asosiasi Pengelolaan Limbah Indonesia (BPD APLI Sumut dengan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provsu, di Hotel Tiara, Kamis (8/11).

Hidayati juga mengatakan, banyaknya perusahaan belum mengelola limbah B3 dengan benar dikarenakan sulitnya mereka dalam mengurus izin ke Jakarta. “Jadi pengurusan izinnya ini sangat berat, karena untuk mengurus izin administrasi pengelolaan B3 itu mereka harus ke Jakarta, “ jelas Hidayati.
Untuk hal itu, lanjut dia, pihaknya berupaya bagaimana cara atau jalannya supaya pengusaha di Sumut dapat memperoleh izin dengan cepat dalam mengelola B3. Sampai saat ini dari 1600 perusahaan di Sumut baru sekitar puluhan perusahaan yang memiliki pengelolaan B3 yang benar.

“Adapun yang memproduksi limbah B3 di Sumut, antara lain rumah sakit, industri (pabrik), bengkel-bengkel, pelabuhan laut, pelabuhan udara dan lain-lain,” papanya.

Menurut Hidayati, sesuai Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Pelestarian Lingkungan dan PP 18 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah B3, penghasil limbah diwajibkan mengelola limbahnya sampai ramah lingkungan. “Apabila tidak sanggup harus diserahkan ke pihak ketiga, seperti ke anggota APLI misalnya. Di Sumut baru ada 7 yang mendapat izin pengelolaan B3. Jika tidak dilakukan maka bisa kena sanksi administrasi, denda dan pidana 5 tahun,” ucapnya.

Dia menuturkan, seluruh perusahaan di Sumut yang memproduksi B3 diharapkan kesadarannya dalam mengelola masalah limbah B3 dengan benar. “Kita menyadari bahwa limbah B3 sangat berbahaya bagi lingkungan terutama bagi tanah, dan air yang kita konsumsi setiap hari. Apabila pengusaha atau perusahaan tidak mengelola limbah B3 dengan baik tentu akan membahayakan kesehatan kita,” jelasnya.

Sementara hal yang sama juga disampaikan Ketua APLI Oscar Siagian, banyaknya perusahaan yang belum mengelola limbah B3 dengan benar membuat kualitas air di kota Medan sekitarnya kini terancam limbah B3. “Hal ini disebabkan pengolahan air limbah cair domestik yang tidak baik. Karena selama ini limbah rumah sakit, rumah tangga dan industri dibuang begitu saja ke saluran air yang pada gilirannya mengalir ke sungai sehingga dapat menurunkan kualitas air,” paparnya.

Dia mengungkapkan, demi menjamin keselamatan masyarakat banyak dan kelestarian lingkungan, perusahaan pengelola dan pemanfaat limbah B3 yang tidak taat hukum ini supaya segera dikenakan tindakan. “Untuk itu, APLI Sumut berharap Badan Lingkungan Hidup (BLH) memberlakukan tindakan tegas kepada penghasil limbah yang melanggar UU No.32 dan PP 18 tersebut, antara lain mencabut izin operasinya,” katanya. (des/red)

Jadi Perhatian Serius BLH

KEPALA Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut DR Ir Hj Hidayati MSi, mengatakan, persoalan terhadap lingkungan masih menjadi perhatian serius BLH.
Sebab, kata Hidayati, persoalan lingkungan harus tetap dikontrol agar tidak melewati ambang batas yang berdampak pada rusaknya lingkungan karena percemaran lingkungan itu sendiri.

“Untuk itu BLH konsisten melakukan pengawasan lingkungan agar tidak memberi dampak luas terhadap lingkungan,” ujarnya.
Untuk itu Hidayati mengimbau kepada masyarakat untuk menjaga dan lebih perduli terhadap lingkungan karena kondisi lingkungan di Sumatera Utara yang kian hari kian kritis.

“BLH Sumut siap melakukan pengawasan terhadap Instalasi Pengolahan Air dan Limbah (IPAL) ke seluruh perusahaan yang ada di Sumut dengan berkoordinasi bersama BLH tingkat kabupaten/kota,” ujarnya.

Dalam melakukan pengawasan, kata Hidayati, BLH Sumut telah mempersiapkan berbagai program, terkait banyaknya kerusakan terhadap lingkungan yang berasal dari perusahaan yang bergerak di bidang industri, perkebunan, kesehatan, pertambangan dan lainnya.

Sedangkan bentuk program tersebut berupa pengendalian pencemaran, pengendalian kerusakan hutan, teknologi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan penataan hukum Amdal dan diterapkan dijajaran BLH TK II untuk dilaksanakan dengan BLH Sumut sebagai pusat kontrol.

“Karena berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No II tahun 2006 tentang rencana usaha atau kegiatan wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Untuk itu BLH Sumut akan konsisten melakukan kontrol,” tegasnya. (mag-19)

RTH Masih Sedikit di Medan

MEDAN- Pemerintah Kota Medan akan mewujudkan RTH (ruang terbuka hijau) paling sedikit 30 persen meliputi 20 persen RTH publik dan 10 RTH privat. Itu sesuai peraturan daerah (Perda) yang diberlakukan di Kota Medan.

Wahana Lingkungan hidup (Walhi) menganggap sampai sekarang Perda tersebut belum terpenuhi. Hal ini disampaikan oleh Direktur Walhi Sumut Kusnadi. “Kita lihat sampai sekarang masih sedikitnya ruang terbuka hijau yang ada di kota Medan dan ini menunjukkan belum terpenuhi ruang terbuka hijau tersebut,”katanya, Kamis (08/11).

Kusnadi mengatakan, masih sedikitnya ruang terbuka hijau di kota Medan sebaiknya Pemko Medan yang pertama harus mengerjakan itu yaitu mengidentifikasi masalah-masalah ruang terbuka hijau, seterusnya kata Kusnadi Pemko Medan segera mencari ruang terbuka hijau.

“Maunya ada identifikasi tentang masalah ini karena kita harus mengetahui daerah atau titik mana yang berpotensi ruang hijau di kota Medan,”katanya.
Daerah kawasan terbuka hijau di Medan terpantau masih minim, seperti terlihat pada kawasan taman Ahmad Yani, taman Sri Deli, taman Beringgin, Taman Kolam Raya Sri Deli, Taman Guru Patimpus, Taman Kantor Pos, Taman Sudirman, Taman Teladan. “Banyak dampak bila belum memenuhi taman di kota,” katanya. (mag-19)

Limbah Kakau Dijadikan Pakan Ternak

MEDAN- Limbah kakau (cokelat) atau juga disebut pada kakau juga dapat dijadikan makanan (pakan) ternak yang mengandung nutrisi, yang baik bagi hewan; kelinci, ayam, itik raja, babi, ayam daging dan lainnya.

Sebagaimana yang diteliti oleh Daud dan dibantu oleh Syarial sebagai  Fakuktas Peternakan (FK) Universitas Sumatera Utara dan juga tergabung sebagai anggota Compost centre USU , kampus Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
Penelitan mereka ini merupakan penelitian dari sebelumnya.

“Tujuan utama kami dalam penelitian ini supaya menekan biaya produksi karena jagung lebih mahal jadi kalau kita menggunakan pakan kakau yang berasal dari itu lebih murah dan meningkatan keuntungan, serta nilai gizi juga lebih baik karena terkandung nutrsi yang cukup banyak,”kata Daud di  Compost centre USU jalan Bioteknologi, USU, Jumat (09/11).

Kata Daud riset yang ini dilakukan karena banyaknya petani kakau yang menganggap limbah kakau tersebut tidak dapat dipergunakan lagi. Ia menceritakan banyaknya petani kakau yang ada di Sumut membuang kulit kakau, padahal bias dijadikan pupuk kompos.

Kawasan Sumut yang merupakan daerah kawasan yang sangat bercocok tanam kakau tersebut sangat berpotensial sebagai kawasan areal perkebunan cokelat.

Daud menjelaskan karena kawasan tersebut berpotensi maka jumlah petani cokelat meningkat. Seperti di daerah Asahan, Kabupaten Simalungun, Nias, Tapanuli Selatan, Deliserdang, Tapanuli Utara , Tapanuli Tengah, Mandailingnatal, Karo dan Langkat. (mag-19)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/