26 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Puluhan Tahun Berjuang, Berbuah Penghargaan dari Menteri

Perjuangan Palapa Menyelamatkan Ekosistem Tahura Bukit Barisan

Lailan  bersama dengan teman-temannya membentuk Perkumpulan Perlindungan Lingkungan Hidup dan Pelestarian Alam Indonesia (Palapa). Dari rasa keperdulian tersebut Lailan mendapat penghargaan dari Menteri Kehutanan (Menhut) Berupa Wana Lestari Award untuk kategori kader konservasi.

Palapa terbentuk pada tahun 1999. Lailan  menceritakan, keterlibatannya dalam melakukan konservasi sumber daya alam (SDA) hayati dan ekosistemnya di sebuah kawasan konservasi dengan luas 51.600 hektare di tiga kabupaten kawasan Tahura Bukit Barisan.

Untuk tahap awal Lailan dan teman-teman memulai dengan cara melakukan  investigasi kerusakan kawasan Tahura Bukit Barisan, seperti perambahan hutan untuk dijadikan perladangan, illegal logging dan pencurian tanah hutan untuk dijadikan pupuk.

“Berawal dari hasil investigasi dan kemudian kita analisis diketahui bahwa seringnya pasokan air bersih terganggu sampai kekonsumen PDAM Tirtanadi dikarenakan kerusakan kawasan Tahura  Bukit Barisan akibat dari pencurian tanah hutan atau humus, pembukaan lahan Tahura untuk dijadikan perladangan. Dan ternyata juga dari hasil analisis kita dampak dari kerusakan Tahura ini juga berdampak terhadap kawasan hilir dari Tahura yaitu Kota Medan dan sekitarnya, dampak ini berupa seringnya terjadi banjir di kawasan hilir,” kata Lailan.

Untuk itu, kata Lailan guna meminimalisasi kerusakan kawasan Tahura Bukit Barisan haruslah sedini mungkin melakukan pengorganisasian ke masyarakat untuk penyadaran, pemberdayaan dan peningkatan ekonomi masyarakat yang berada di sekitar kawasan Tahura Bukit Barisan pada tahun 2000 lalu .

Tujuannya agar kawasan Tahura terjaga keutuhannya, sedangkan kawasan yang rusak dapat diperbaiki fungsi ekologisnya.”Pada awalnya kita melakukan pengorganisasian di tiga desa dan hingga saat ini kita sudah melakukan pendamping di 8 desa,” papar Laila.

Pengorganisasian ini mereka lakukan dengan  masyarakat dimulai dengan melakukan diskusi ke  desa-desa, penyampaian perencanaan desa dan perlindungan kawasan Tahura Bukit Barisan, yang bisa meningkatkan sumber daya manusia masyarakat yang dilakukan melalui pendekatan pelatihan partisipatif.

Dari hasil pengorganisasian ini, katanya, memang belum maksimal, karena tidak mudah untuk merubah prilaku masyarakat yang salah sejak berpuluh-puluh tahun. Katanya, ketika itu setidaknya ada harapan dengan terjadi perubahan prilaku masyrakat pada awal pengorganisasian.

Ketika itu kata Lailan, masyarakat masih menggunkan humus atau tanah hutan untuk dijadikan suplemen atau pupuk bagi pertanian mereka saat ini, kendati masih ada  satu dua orang petani menggunakannya.
“Untuk menggantikannya kita melatih para masyarakat petani menggunakan kompos sebagai ganti humus, selain itu memaksimalkan lahan pertanian mereka dengan mengembangkan pola pertanian ramah lingkungan yang saat ini lagi tren dengan nama pertanian organik,”katanya.

Dengan melakukan kerja keras itu,  saat ini Lailan dan teman-temannya di 8 desa yang didampingi sudah berdiri 8 kelompok masyarakat atau organisasi rakyat peduli kawasan Tahura Bukit Barisan dengan anggota 30 hingga 40 orang setiap kelompoknya.

“Dengan kelompok ini kita mengharapkan upaya-upaya konservasi dapat dilakukan secara partsipatif atas inisiatif masyarakat sehingga kawasan Tahura Bukit Barisan secara makro dapat terjaga dan secara mikro yang berada di kabupaten Karo tidak mengganggu ekologis dari hulu ke hilir,”ucapnya.

Tak sia-sia yang dilakukan penolong ekosistem hutan ini, Lailan dan teman-temannya mendapat dukungan-dukungan dari Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) US, Rufford Small Grant-UK, USAID-ESP, Sumatra Sustainable Support-Kemitraan, FFI/FSF-UK, PBNF dari Belanda, Yayasan KEHATI-Jakarta dan lain sebagainya.

”Saya juga mendapat penghargaan dari Menteri Kehutanan Berupa Wana Lestari Award untuk kategori Kader Konservasi,” katanya.

Kata Lailan untuk ke depannya dengan memaksimalkan kondisi saat ini akan dikembangkan usaha kerakyatan yang berbasis konservasi sehingga keseimbangan ekosistem dan ekologi Tahura Bukit Barisan terjaga. Selain itu ekonomi masyarakat bisa meningkat, dan masyarakat dengan sukarela menjaga keutuhan dan kelestarian Tahura Bukit Barisan.

Walaupun sudah lebih dari 12 tahun melakukan upaya-upaya konservasi di kawasan Tahura Bukit Barisan secara khusus hasil yang dirasakannya belum maksimal. Masih ada tantangan untuk melakukan upaya konservasi.
“Jelas ini, menjadi membuat adrenalin saya untuk memberikan yang terbaik bagi konservasi, sehingga berdampak bagi masyarakat yang tidak hanya di kawasan Tahura  Bukit Barisan, namun juga masyarakat yang berada di luar kawasan Tahura Bukit Barisan di kawasan hilir,” ucapnya.(mag-19)

Perjuangan Palapa Menyelamatkan Ekosistem Tahura Bukit Barisan

Lailan  bersama dengan teman-temannya membentuk Perkumpulan Perlindungan Lingkungan Hidup dan Pelestarian Alam Indonesia (Palapa). Dari rasa keperdulian tersebut Lailan mendapat penghargaan dari Menteri Kehutanan (Menhut) Berupa Wana Lestari Award untuk kategori kader konservasi.

Palapa terbentuk pada tahun 1999. Lailan  menceritakan, keterlibatannya dalam melakukan konservasi sumber daya alam (SDA) hayati dan ekosistemnya di sebuah kawasan konservasi dengan luas 51.600 hektare di tiga kabupaten kawasan Tahura Bukit Barisan.

Untuk tahap awal Lailan dan teman-teman memulai dengan cara melakukan  investigasi kerusakan kawasan Tahura Bukit Barisan, seperti perambahan hutan untuk dijadikan perladangan, illegal logging dan pencurian tanah hutan untuk dijadikan pupuk.

“Berawal dari hasil investigasi dan kemudian kita analisis diketahui bahwa seringnya pasokan air bersih terganggu sampai kekonsumen PDAM Tirtanadi dikarenakan kerusakan kawasan Tahura  Bukit Barisan akibat dari pencurian tanah hutan atau humus, pembukaan lahan Tahura untuk dijadikan perladangan. Dan ternyata juga dari hasil analisis kita dampak dari kerusakan Tahura ini juga berdampak terhadap kawasan hilir dari Tahura yaitu Kota Medan dan sekitarnya, dampak ini berupa seringnya terjadi banjir di kawasan hilir,” kata Lailan.

Untuk itu, kata Lailan guna meminimalisasi kerusakan kawasan Tahura Bukit Barisan haruslah sedini mungkin melakukan pengorganisasian ke masyarakat untuk penyadaran, pemberdayaan dan peningkatan ekonomi masyarakat yang berada di sekitar kawasan Tahura Bukit Barisan pada tahun 2000 lalu .

Tujuannya agar kawasan Tahura terjaga keutuhannya, sedangkan kawasan yang rusak dapat diperbaiki fungsi ekologisnya.”Pada awalnya kita melakukan pengorganisasian di tiga desa dan hingga saat ini kita sudah melakukan pendamping di 8 desa,” papar Laila.

Pengorganisasian ini mereka lakukan dengan  masyarakat dimulai dengan melakukan diskusi ke  desa-desa, penyampaian perencanaan desa dan perlindungan kawasan Tahura Bukit Barisan, yang bisa meningkatkan sumber daya manusia masyarakat yang dilakukan melalui pendekatan pelatihan partisipatif.

Dari hasil pengorganisasian ini, katanya, memang belum maksimal, karena tidak mudah untuk merubah prilaku masyarakat yang salah sejak berpuluh-puluh tahun. Katanya, ketika itu setidaknya ada harapan dengan terjadi perubahan prilaku masyrakat pada awal pengorganisasian.

Ketika itu kata Lailan, masyarakat masih menggunkan humus atau tanah hutan untuk dijadikan suplemen atau pupuk bagi pertanian mereka saat ini, kendati masih ada  satu dua orang petani menggunakannya.
“Untuk menggantikannya kita melatih para masyarakat petani menggunakan kompos sebagai ganti humus, selain itu memaksimalkan lahan pertanian mereka dengan mengembangkan pola pertanian ramah lingkungan yang saat ini lagi tren dengan nama pertanian organik,”katanya.

Dengan melakukan kerja keras itu,  saat ini Lailan dan teman-temannya di 8 desa yang didampingi sudah berdiri 8 kelompok masyarakat atau organisasi rakyat peduli kawasan Tahura Bukit Barisan dengan anggota 30 hingga 40 orang setiap kelompoknya.

“Dengan kelompok ini kita mengharapkan upaya-upaya konservasi dapat dilakukan secara partsipatif atas inisiatif masyarakat sehingga kawasan Tahura Bukit Barisan secara makro dapat terjaga dan secara mikro yang berada di kabupaten Karo tidak mengganggu ekologis dari hulu ke hilir,”ucapnya.

Tak sia-sia yang dilakukan penolong ekosistem hutan ini, Lailan dan teman-temannya mendapat dukungan-dukungan dari Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) US, Rufford Small Grant-UK, USAID-ESP, Sumatra Sustainable Support-Kemitraan, FFI/FSF-UK, PBNF dari Belanda, Yayasan KEHATI-Jakarta dan lain sebagainya.

”Saya juga mendapat penghargaan dari Menteri Kehutanan Berupa Wana Lestari Award untuk kategori Kader Konservasi,” katanya.

Kata Lailan untuk ke depannya dengan memaksimalkan kondisi saat ini akan dikembangkan usaha kerakyatan yang berbasis konservasi sehingga keseimbangan ekosistem dan ekologi Tahura Bukit Barisan terjaga. Selain itu ekonomi masyarakat bisa meningkat, dan masyarakat dengan sukarela menjaga keutuhan dan kelestarian Tahura Bukit Barisan.

Walaupun sudah lebih dari 12 tahun melakukan upaya-upaya konservasi di kawasan Tahura Bukit Barisan secara khusus hasil yang dirasakannya belum maksimal. Masih ada tantangan untuk melakukan upaya konservasi.
“Jelas ini, menjadi membuat adrenalin saya untuk memberikan yang terbaik bagi konservasi, sehingga berdampak bagi masyarakat yang tidak hanya di kawasan Tahura  Bukit Barisan, namun juga masyarakat yang berada di luar kawasan Tahura Bukit Barisan di kawasan hilir,” ucapnya.(mag-19)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/