DELI SERDANG – Almarhum Abdullah Enteng merupakah salah satu putra terbaik Sumatera Utara. Tidak hanya sebagai tokoh polotik, Abdullah Eteng satu-satunya sosok yang pernah menjabat Bupati di 3 kabupaten di Sumut. Jejak langkah Abdullah Eteng layak menjadi inspirasi bagi generasi muda.
Demikian yang disampaikan Wakil Gubernur Sumatera Utara Ir H Tengku Erry Nuradi MSi dalam acara mengenang 25 tahun kepergian almarhum Abdullah Eteng di kediamannya, Jl. Sisingamangaja – Deli Serdang, km 13,5 Tanjung Morawa, Minggu (22/9).
Hadir dalam acara tersebut mantan Meteri Lingkungan Hidup Panangian Siregar, Anggota DPR RI Irmadi Abbas, anggota DPD Parlindungan Purba, Wakil Bupati Deli Serdang Zainuddin Mars, Sekda Kabupaten Asahan Sofyan, Ketua DPRD Deli Serdang Wagirin Arman, mantan DPRD Tukijan Pranoto, tokoh masyarakat Umbar Subroto, tokoh politik Alamria Abbas, Pattiwi Bowie, tokoh pengusaha Imral Nasution, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Deli serdang, Angka Wijaya SH dan sejumlah tokoh Sumut lainnya.
Menurut Wagubsu, Abdullah Eteng pernah menjabat Bupati di Asahan selama 8 tahun yakni periode 1956-1964, Bupati Karo selama 4 tahun dan menjabat Bupati Deli Serdang lebih kurang 1 tahun. Peran Eteng sangat besar dalam perkembangan tiga kabupaten tersebut.
“Bahkan Almarhum Abdullah Eteng merupakan bupati pertama Asahan yang diangkat tahun 1946. Sempat menjabat selama 8 tahun. Almarhum juga merangkap jabatan sebagai Walikota Kotapraja Tanjung Balai,” ujarnya.
Dalam perjalanan hidupnya, Abdullah Eteng berperan dalam perjuangan mengusir penjajah Belanda dengan memimpin Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) Cabang Asahan tahun 1938 hingga 1942. Almarhum juga sebagai jurnalis yang gigih dan idialis di Harian Sinar Deli tahun 1938-1942 dan sempat menjabat sebagai Pemimpin Redaksi (Pemred) Mingguan Suara Rakyat di Tanjung Balai tahun 1945 – 1946.
Pada jaman penjajahan Jepang, Abdullah Eteng memimoin Latihan Militer Pemuda Pergerakan Hunung Rintis (Kenkoku Taisin Tai) Asahan dan Labuhanbatu (1944-1945) yang setelah merdeka berubah nama menjadi Napindo. Setelah kemerdekaan diproklamirkan, Abdullah Eteng mengorganisir pemuda, burun tani dan menjadi Laskar Rakyat.
“Salah satu focus petjuangan AlmarhumAbdullah Eteng adalah seputar persoalan pembebasan tanah. Perjuangan Almarhum ini layak diteruskan generasi muda saat ini,” katanya.
Pria kelahiran Kampung Mesjid, Kualuh Hilir, Labuhanbatu Utara (Labura), 12 Maret 1912 ini dikenal sebagai tokoh politik yang cerdas, tegas, idealis dan merakyat. Sepak terjang perjuangan Abdullah Eteng tidak pernah berhenti. Ia memimpin Komite Nasional (KNI) di Asahan bersama Syech Abdul Wahab periode 5 Maret 1945 hingga 3 Agustus 1945. Bahkan Abdullah Eteng dalam menghadapi agresi Belanda tahun 1947 membangun Angkatan Laut RI bersama Mayor AL Nugrohadi, Mayor Syukur Siregar, Nata dan sejumlah nama lainnya. Komite Nasional Indonesia kemudian melengkapinya satu Batalyon Angkatan Laut RI pada masa itu.
“Setelah itu, Almarhum diangkat menjadi Bupati Asahan pertama tahun 1946. Setelah menyelesaikan tugas sebagai Bupati Asahan, Almarhum kemudian dipercaya menjadi Bupati di Karo sekaligus memikul tanggungjawab menghadapi PRRI Simbolon tahun 1954-1958 kemudian menjadi Bupati Deli Serdang tahun 1958 – 1959,”papar Erry.
Sementara dalam bidang politik, Abdullah Eteng memulai karirnya sebagai Ketua DPD Partai Nasional Indonesia (PNI) Sumut periode 1968-1973. Kemudian menjadi Ketua DPD Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Sumut tahun 1973 – 1981. Ini pula yang mengantar Abdullah Eteng menjadi anggota DPR RI periode 1977 – 1982. Almarhum diberhentikan (recall) pada 14 September 1981 karena dianggap berseberangan dengan pemerintah saat itu.
“Dengan memahami perjalanan almarhum Abdullah Eteng, kita bisa belajar banyak tentang berbagai hal. Ini baik menjadi inspirasi bagi generasi muda. Khusus kepada Pemkan Asahan, tolong perhatikan jasa-jasa almarhum yang telah banyak mengabdi saat menjabat Bupati pertama Asahan,” tambahnya.
Sementara anak tertua almarhum, Kemalawati mengatakan, peringatan mengenang 25 tahun kepergian Sang Ayah tidak sekadar mengingat apa yang telah dilakukan almarhum semasa hidupnya, tetapi sebagai moment melanjutkan perjuangan almarhum.
“Apa yang kita lakukan dalam perjuangan adalah tanggungjawab sebagai anak bangsa. Jangan mengaku murid almarhum jika tidak mau meneruskan pejuangan beliau,” sebut Kemalawati tegas.
Kemalawati juga berharap Wagubsu Tengku Erry turut terlibat aktif memperjuangkan derajat masyarakat kelas bawah, buruh dan kaum tani yang saat ini terus hidup dalam garis kemiskinan.
“Ibarat pepatah, membelah bambu, satu dipijak, satu diangkat. Yang dipijak adalah rakyat, sedang yang diangkat adalah pejabat. Kepada Pak Wagub kami sandarkan harapan,” kata Kemalawati lagi.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Meteri Lingkungan Hidup, Panagian Siregar mengatakan, Abdullah Eteng adalah guru politik sekaligus teman berbagi susah dan bahagia. Banyak ilmu yang didapatkan dari almarhum.
“Saat Pak Abdullah Eteng di recall, saya yang menggantikannya sebagai anggota DPR RI pergantian antar waktu. Pak Eteng berpesan kepada saya agar melanjutkan perjuangan mengangkat harkat martabat kaum lemah. Bimbingan Pak Eteng juga yang akhirnya mengantarkan saya menjadi menteri,” ujarnya.
Acara mengenang 25 tahun kepergian Abdullah Eteng dikemas secara apik. Selain menampilkan drum band yang menyuguhkan lagu-lagu perjuangan, acara tersebut juga dimeriahkan penampilan biola tunggal oleh seorang mahasiswa Fakultas Kesenian Universitas Negeri Medan (Unimed). Pagelaran biola tunggal tersebut dimaksudkan mengenang sosok almarhum Abdul Eteng yang menyukai biola.(kl)