MEDAN – Komisi III DPR-RI akhirnya menyepakati membentuk tim kecil dan akan melakukan peninjauan langsung ke tiga lokasi tanah yang menjadi objek perkara yang diduga melibatkan sindikat mafia peradilan (hukum) dan mafia tanah di Deli Serdang, Sumatera Utara.
Dijadwalkan, tim yang terdiri dari anggota Komisi III DPR-RI ini akan turun ke Deli Serdang dalam bulan ini juga. Tiga lokasi yang akan dikunjungi adalah tanah milik PB Al Jam’iyatul Washliyah (Al Washliyah) seluas 32 hektar di Pasar IV Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang.
Selanjutnya milik Tuti Rotua Panggabean seluas 4.000 m2 yang terletak di Jalan Raya Medan Binjai KM 11,5 yang menjadi korban salah eksekusi PN Lubuk Pakam, tanah milik PT Kawasan Industri Medan (KIM) seluas 46 ha yang juga salah eksekusi.
Keputusan komisi yang membidangi hukum ini diambil setelah mendengar pengaduan Tuti Rotua Panggabean, Dirut PT Kawasan Industri Medan (KIM) Drs Gandhi D Tambunan didampingi pengacaranya Rasudin Gultom dan Pengurus Besar Al Washliyah Yusuf Pardamean dan Ismail Effendi yang didampingi penasehat hukumnya Ade Zainab Taher saat rapat dengar pendapat di ruang rapat Komisi III, gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/3). Hadir juga dalam rapat ini kuasa hukum investor PT KIM Luhut Situmorang SH.
Wakil Ketua Komisi III DPR-RI yang memimpin rapat, Tjatur Sapto Edy (F-PAN) juga menegaskan, sikap komisinya mendorong agar negara tidak kalah dengan mafia tanah dan mafia peradilan.
Untuk itu, dalam kunjungan yang akan dilakukan dalam bulan ini, Komisi III DPR juga akan menyertakan lembaga terkait yakni Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. “Negara tidak boleh kalah oleh mafia tanah dan mafia peradilan,”ujarnya.
Rapat dengar pendapat diawali dengan mendengar penjelasan (ekspos) dari ketiga pihak yang menjadi korban praktek mafia hukum dan mafia tanah di Sumatera Utara.
Dari penjelasan yang disampaikan ketiga pihak tersebut dan fakta dokumen yang ada, seluruh anggota Komisi III yang hadir meyakini ada oknum-oknum penegak hukum yang berkolaborasi dengan mafia tanah dalam kasus tersebut. Kasus serupa juga banyak terjadi di daerah lainnya di Indonesia.
Edy Ramli Sitanggang, anggota DPR asal daerah pemilihan Sumatera Utara, mengaku kaget atas kasus eksekusi salah obyek dan peradilan tidak benar di PN Lubuk Pakam dan PN Medan tersebut.
Sehingga dia sangat yakin ada praktik mafia hukum dan mafia tanah di Sumut dengan terjadinya eksekusi salah obyek tersebut. “Kejadian seperti ini sangat buruk bagi penegakan hukum, apalagi hal ini menyangkut kepentingan masyarakat,”ujarnya.
Oleh karena itu, Edy Ramli menyatakan sangat mendukung langkah Kapoldasu untuk mengusut tuntas kasus tanah ini dengan menetapkan Panitera Sekretaris dan Juru Sita PN Lubuk Pakam, sebagai tersangka. “Apapun resikonya, meskipun harus mengeluarkan biaya kami komit membantu dan mendukung pengusutan kasus ini,”tegasnya.
Sementara itu, Ichsan Soelistio (F-PDIP) menilai, munculnya perkara tanah ini juga tidak lepas dari lemahnya sistem pertanahan yang dibangun oleh Badan Pertanahan nasional (BPN). Sistem pertanahan yang ada membuka celah masuknya mafia hukum dan mafia tanah.
“Sudah saatnya BPN untuk penerbitan sertifikat menerapkan sistem komputerisasi, untuk menutup celah permainan mafia tanah. Kalau ini tidak diterapkan sampai kapan pun permainan mafia tanah akan tetap terjadi. BPN juga harus direvolusi,”ujarnya. (*/ila)