25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Perempuan dan Anak-anak Dipindah

PETUGAS Rumah Detensi Imigran (Rudenim) Belawan akhirnya mengevakuasi 50 pengungsi pasca-penyerangan oleh sebagian pengungsi Rohingya yang menewaskan delapan nelayan warga negara Myanmar pada Jumat (5/4) dini hari. Relokasi dalam bentuk pengasingan tempat tinggal sementara diberikan secara khusus kepada imigran perempuan dan anak-anak.

Tiga nelayan asal Myanmar yang selamat dari penyerangan lantaran tidur di lantai lain juga ikut dipindahkan ke lokasi yang dirahasiakan. Kini jumlah penghuni Rudenim Belawan tinggal 233 orang dari sebelumnya 283 imigran asal berbagai negara.

Dari data pihak Rudenim, para imigran gelap itu terdiri atas 91 orang asal Sri Langka, Rohingya (84 orang), Afganistan (19 orang), Iran (14 orang), Bangladesh (5 orang), dan Pakistan dan Somalia (4 orang), serta Irak (2 orang).

Berdasarkan pantauan Sumut Pos, proses evakuasi dilakukan dengan mendatangkan empat bus ke kompleks Rudenim. Tiga lokasi dijadikan tempat tinggal sementara menunggu keputusan lanjutan dari pemerintah.

Begitupun proses evakuasi sempat terkendala lantaran ada sebagian pengungsi perempuan yang menolak dipindahkan jika suami mereka tidak diikutkan.

Seorang pengungsi perempuan yang dipindah, Hamida (39), mengatakan, mereka dipindahkan dengan alasan ruangan sudah tak muat lagi. “Ruangan penuh dan kami diliputi takut,” ucap Hamidah kepada Sumut Pos lewat bantuan rekannya Muhammad Husin yang sudah mulai bisa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.

Hamidah mengaku tak tahu banyak soal alasan pemindahan lantaran dia takut banyak bertanya. ‘’Saya ikut saja yang diperintahkan petugas,’’ katanya lagi.

Pengungsi lain bernama Romahimahatu (45) justru tak tahu kenapa harus dipindahkan.

‘’Saya ikut saja,’’ katanya.

Plh Kepala Rudenim Medan Yusup Umardani mengatakan kebijakan evakuasi itu dilakukan dengan kerja sama International Organization for Migration (IOM). “Untuk menghindarkan traumatis bagi pengungsi, terutama anak dan perempuan,” kata Yusup, Sabtu (6/4).

Ditekankan pula soal pemindahan tiga nelayan asal Myanmar yang selamat dari penyerangan oleh etnik Rohingya pada Jumat malam berdarah itu. Tindakan itu dilakukan untuk mencegah aksi balas dendam.

Sementara itu, tim Disaster Victim Identification (DVI) Sumut yang mengidentifikasi delapan jenazah korban penyerangan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Medan sudah meminta bantuan interpol Indonesia untuk mengontak Kedutaan Besar Myanmar.

Kontak itu diperlukan untuk memutuskan apakah para korban tewas itu diterbangkan ke Myanmar atau dimakamkan di Indonesia.

“Senin lusa (8/4) baru dapat jawaban dari Kedubes Myanmar di Jakarta,” ungkap Kabiddokkes Poldasu dr Harianto di RS dr Pirngadi Medan, Sabtu (6/4).

Hingga kini tim DVI masih mengotopsi seluruh jenazah di RSU dr Pirngadi untuk mengidentifikasi tubuh korban dengan data-data fisik sebelum korban tewas.

‘’Kami mengambil foto, sidik jari, dan DNA untuk menyamakan data korban. Sidik jari awal diperoleh pihak imigrasi. Tim dokter juga mengambil foto dan benda-benda yang dipakai korban sebelum meninggal untuk diserahkan kepada pihak keluarga atau teman korban. Proses DNA harus dapat izin tertulis dari Kedubes Myanmar jadi belum bisa dilakukan,” jelasnya.

Kepala Instalasi Forensik RSU dr Pirngadi Medan dr Surjith Singh mengatakan, sebagian besar korban mengalami benturan benda tumpul dan tajam pada bagian kepala dan dada.

“Kami mengidentifikasi secara akurat apakah korban tewas akibat hantaman benda tumpul atau benda tajam. Ini semacam laporan medis untuk Kedubes Myanmar,” ujar ahli forensik tersebut.

Hingga kemarin, pihak kepolisian masih meminta keterangan dari 18 imigran gelap asal Rohingya yang ditetapkan sebagai tersangka.

Tiga lainnya, termasuk Ustad Ali, sebagai orang yang dituakan di kelompok pengungsi Rohingya masih ditahan di Polres KP3 Belawan.

(rul/mag13)

PETUGAS Rumah Detensi Imigran (Rudenim) Belawan akhirnya mengevakuasi 50 pengungsi pasca-penyerangan oleh sebagian pengungsi Rohingya yang menewaskan delapan nelayan warga negara Myanmar pada Jumat (5/4) dini hari. Relokasi dalam bentuk pengasingan tempat tinggal sementara diberikan secara khusus kepada imigran perempuan dan anak-anak.

Tiga nelayan asal Myanmar yang selamat dari penyerangan lantaran tidur di lantai lain juga ikut dipindahkan ke lokasi yang dirahasiakan. Kini jumlah penghuni Rudenim Belawan tinggal 233 orang dari sebelumnya 283 imigran asal berbagai negara.

Dari data pihak Rudenim, para imigran gelap itu terdiri atas 91 orang asal Sri Langka, Rohingya (84 orang), Afganistan (19 orang), Iran (14 orang), Bangladesh (5 orang), dan Pakistan dan Somalia (4 orang), serta Irak (2 orang).

Berdasarkan pantauan Sumut Pos, proses evakuasi dilakukan dengan mendatangkan empat bus ke kompleks Rudenim. Tiga lokasi dijadikan tempat tinggal sementara menunggu keputusan lanjutan dari pemerintah.

Begitupun proses evakuasi sempat terkendala lantaran ada sebagian pengungsi perempuan yang menolak dipindahkan jika suami mereka tidak diikutkan.

Seorang pengungsi perempuan yang dipindah, Hamida (39), mengatakan, mereka dipindahkan dengan alasan ruangan sudah tak muat lagi. “Ruangan penuh dan kami diliputi takut,” ucap Hamidah kepada Sumut Pos lewat bantuan rekannya Muhammad Husin yang sudah mulai bisa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.

Hamidah mengaku tak tahu banyak soal alasan pemindahan lantaran dia takut banyak bertanya. ‘’Saya ikut saja yang diperintahkan petugas,’’ katanya lagi.

Pengungsi lain bernama Romahimahatu (45) justru tak tahu kenapa harus dipindahkan.

‘’Saya ikut saja,’’ katanya.

Plh Kepala Rudenim Medan Yusup Umardani mengatakan kebijakan evakuasi itu dilakukan dengan kerja sama International Organization for Migration (IOM). “Untuk menghindarkan traumatis bagi pengungsi, terutama anak dan perempuan,” kata Yusup, Sabtu (6/4).

Ditekankan pula soal pemindahan tiga nelayan asal Myanmar yang selamat dari penyerangan oleh etnik Rohingya pada Jumat malam berdarah itu. Tindakan itu dilakukan untuk mencegah aksi balas dendam.

Sementara itu, tim Disaster Victim Identification (DVI) Sumut yang mengidentifikasi delapan jenazah korban penyerangan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Medan sudah meminta bantuan interpol Indonesia untuk mengontak Kedutaan Besar Myanmar.

Kontak itu diperlukan untuk memutuskan apakah para korban tewas itu diterbangkan ke Myanmar atau dimakamkan di Indonesia.

“Senin lusa (8/4) baru dapat jawaban dari Kedubes Myanmar di Jakarta,” ungkap Kabiddokkes Poldasu dr Harianto di RS dr Pirngadi Medan, Sabtu (6/4).

Hingga kini tim DVI masih mengotopsi seluruh jenazah di RSU dr Pirngadi untuk mengidentifikasi tubuh korban dengan data-data fisik sebelum korban tewas.

‘’Kami mengambil foto, sidik jari, dan DNA untuk menyamakan data korban. Sidik jari awal diperoleh pihak imigrasi. Tim dokter juga mengambil foto dan benda-benda yang dipakai korban sebelum meninggal untuk diserahkan kepada pihak keluarga atau teman korban. Proses DNA harus dapat izin tertulis dari Kedubes Myanmar jadi belum bisa dilakukan,” jelasnya.

Kepala Instalasi Forensik RSU dr Pirngadi Medan dr Surjith Singh mengatakan, sebagian besar korban mengalami benturan benda tumpul dan tajam pada bagian kepala dan dada.

“Kami mengidentifikasi secara akurat apakah korban tewas akibat hantaman benda tumpul atau benda tajam. Ini semacam laporan medis untuk Kedubes Myanmar,” ujar ahli forensik tersebut.

Hingga kemarin, pihak kepolisian masih meminta keterangan dari 18 imigran gelap asal Rohingya yang ditetapkan sebagai tersangka.

Tiga lainnya, termasuk Ustad Ali, sebagai orang yang dituakan di kelompok pengungsi Rohingya masih ditahan di Polres KP3 Belawan.

(rul/mag13)

Artikel Terkait

Rekening Gendut Akil dari Sumut?

Pedagang Emas Kian Ketar-ketir

Selalu Menghargai Sesama

Dahlan Iskan & Langkanya Daging Sapi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/