32 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Wakapolri Akui Polisi Mudah Tersandung Korupsi

Ulah Irjen Djoko Susilo melakukan korupsi Simulator SIM bisa jadi merupakan simbol dari anggota Polri yang tidak sabaran bergaji kecil. Sebab, menurut  Wakapolri Komjen Pol Nanan Sukarna, gaji kecil korps Bhayangkara membuat pemberantasan korupsi menjadi sangat susah terealisasi.

“Sehari-hari gaji kami tidak cukup. Kapan naiknya” Inilah kenapa kita sulit memberantas korupsi,” ujar Nanan saat menjadi pembicara di Seminar Nasional Komisi Kejaksaan RI di Hotel Atlet Century, Jakarta. Sebab, seseorang akan termotivasi mencari income diluar gaji untuk memenuhi kebutuhan itu.

Sebenarnya, lanjut Nanan, mencari penghasilan sampingan sah-sah saja. Apalagi, kalau usaha tersebut dilakukan dengan cara yang positif dan halal. Sayangnya, ada oknum yang memilih untuk melakukan praktik korupsi demi menggemukkan dompet. Dia lantas bertanya ke audience siapa yang bisa hidup hanya dari gaji.

“Tidak perlu munafik, termasuk saya kalau hanya dari gaji enggak cukup juga,” katanya. Yang pasti, katanya, komitmen untuk tetap bersih dan tidak menerima gratifikasi harus dilakukan meski tak mudah. Parahnya, semangat itu bisa luntur saat ada pimpinan yang bermental korup.
Tersirat, pria yang disebut-sebut bakal menjadi gubernur Jawa Barat itu mengakui kalau masih ada pimpinan yang mengajak anak buahnya untuk berbuat melawan hukum. Secara tegas dia meminta agar polisi (anggota) berani melawan perintah atasan tersebut. “Sudah saya bilang ke seluruh bawahan agar menolak perintah korupsi dari atasannya,” tegasnya.

Baginya itu penting, sebab masyarakat juga terus memasang mata kepada polisi karena sudah tidak ada kompromi lagi pada anggota korup. Meski demikian, Nanan mengakui kalau keberanian bawahan untuk menentang perintah atasan tidak mudah. Sebab, masih ada yang takut dikotak atau dicopot dari jabatannya.

Nanan lantas berbagi pengalamannya. Saat masih menjabat sebagai Kasat Serse misalnya, dia mengaku kerap bersitegang dengan atasannya. Apalagi, kalau perintah yang diberikan tidak sesuai dengan hati nurani. “Saya tidak akan bisa melawan korupsi kalau saya ada keterlibatan (korup, red),” tegasnya.
Contoh tersebut seolah menjadi “restu” bagi bawahan yang selama ini terjebak dalam perintah atasan untuk berbuat menyimpang. Langkah itu dia lakukan karena sudah menjadi sikap meski gaji jelas-jelas masih kecil. “Saya sering melawan Kapolres, Kapolwil, Kapolda jika memang tidak mematuhi undang-undang,” tandasnya.

Sementara itu, Sekretaris Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Logan Siagian sepakat dengan Wakapolri. Dia menyebut kalau gaji kecil seharusnya tidak menjadi alasan untuk melakukan korupsi. Itu penting untuk dicamkan karena polisi juga menjadi bagian dari sapu pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Logikanya, bagaimana bisa bersih kalau sapunya saja kotor,” tuturnya pada Jawa Pos. Purnawiranan itu menambahkan, menjadi anggota memang sulit karena dari dulu gaji tidak seberapa. Meski demikian, masih banyak yang bisa bertahan tetap bersih dan melakukan tindak pidana korupsi.
Agar kesejahteraan polisi tidak makin merosot, Logan berharap agar negara memenuhi kebutuhan korp seragam cokelat. Seperti biaya penyidikan misalnya, dia mendapati fakta kalau ongkos yang ditanggung negara hanya 30 persen saja. Meski tidak semua, untuk menutupi kekurangan itulah yang bisa menjadi bibit tindakan menyimpang. (bbs/jpnn)

Ulah Irjen Djoko Susilo melakukan korupsi Simulator SIM bisa jadi merupakan simbol dari anggota Polri yang tidak sabaran bergaji kecil. Sebab, menurut  Wakapolri Komjen Pol Nanan Sukarna, gaji kecil korps Bhayangkara membuat pemberantasan korupsi menjadi sangat susah terealisasi.

“Sehari-hari gaji kami tidak cukup. Kapan naiknya” Inilah kenapa kita sulit memberantas korupsi,” ujar Nanan saat menjadi pembicara di Seminar Nasional Komisi Kejaksaan RI di Hotel Atlet Century, Jakarta. Sebab, seseorang akan termotivasi mencari income diluar gaji untuk memenuhi kebutuhan itu.

Sebenarnya, lanjut Nanan, mencari penghasilan sampingan sah-sah saja. Apalagi, kalau usaha tersebut dilakukan dengan cara yang positif dan halal. Sayangnya, ada oknum yang memilih untuk melakukan praktik korupsi demi menggemukkan dompet. Dia lantas bertanya ke audience siapa yang bisa hidup hanya dari gaji.

“Tidak perlu munafik, termasuk saya kalau hanya dari gaji enggak cukup juga,” katanya. Yang pasti, katanya, komitmen untuk tetap bersih dan tidak menerima gratifikasi harus dilakukan meski tak mudah. Parahnya, semangat itu bisa luntur saat ada pimpinan yang bermental korup.
Tersirat, pria yang disebut-sebut bakal menjadi gubernur Jawa Barat itu mengakui kalau masih ada pimpinan yang mengajak anak buahnya untuk berbuat melawan hukum. Secara tegas dia meminta agar polisi (anggota) berani melawan perintah atasan tersebut. “Sudah saya bilang ke seluruh bawahan agar menolak perintah korupsi dari atasannya,” tegasnya.

Baginya itu penting, sebab masyarakat juga terus memasang mata kepada polisi karena sudah tidak ada kompromi lagi pada anggota korup. Meski demikian, Nanan mengakui kalau keberanian bawahan untuk menentang perintah atasan tidak mudah. Sebab, masih ada yang takut dikotak atau dicopot dari jabatannya.

Nanan lantas berbagi pengalamannya. Saat masih menjabat sebagai Kasat Serse misalnya, dia mengaku kerap bersitegang dengan atasannya. Apalagi, kalau perintah yang diberikan tidak sesuai dengan hati nurani. “Saya tidak akan bisa melawan korupsi kalau saya ada keterlibatan (korup, red),” tegasnya.
Contoh tersebut seolah menjadi “restu” bagi bawahan yang selama ini terjebak dalam perintah atasan untuk berbuat menyimpang. Langkah itu dia lakukan karena sudah menjadi sikap meski gaji jelas-jelas masih kecil. “Saya sering melawan Kapolres, Kapolwil, Kapolda jika memang tidak mematuhi undang-undang,” tandasnya.

Sementara itu, Sekretaris Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Logan Siagian sepakat dengan Wakapolri. Dia menyebut kalau gaji kecil seharusnya tidak menjadi alasan untuk melakukan korupsi. Itu penting untuk dicamkan karena polisi juga menjadi bagian dari sapu pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Logikanya, bagaimana bisa bersih kalau sapunya saja kotor,” tuturnya pada Jawa Pos. Purnawiranan itu menambahkan, menjadi anggota memang sulit karena dari dulu gaji tidak seberapa. Meski demikian, masih banyak yang bisa bertahan tetap bersih dan melakukan tindak pidana korupsi.
Agar kesejahteraan polisi tidak makin merosot, Logan berharap agar negara memenuhi kebutuhan korp seragam cokelat. Seperti biaya penyidikan misalnya, dia mendapati fakta kalau ongkos yang ditanggung negara hanya 30 persen saja. Meski tidak semua, untuk menutupi kekurangan itulah yang bisa menjadi bibit tindakan menyimpang. (bbs/jpnn)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Rekening Gendut Akil dari Sumut?

Pedagang Emas Kian Ketar-ketir

Selalu Menghargai Sesama

Dahlan Iskan & Langkanya Daging Sapi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/