23.9 C
Medan
Sunday, June 23, 2024

Sinyal Bahaya Taman Budaya

Wali Kota Medan Rahudman Harahap, Kamis (14/2), mendatangi gedung TBSU di Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan. Pada kunjungan itu, Rahudman menegaskan pengelolaan akan diserahkan kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Medan bersama-sama dengan Dewan Kesenian Medan (DKM).

ALIH KELOLA: Kondisi Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU)  Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan. //AMINOER RASYID-SUMUT POS
ALIH KELOLA: Kondisi Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU) di Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan. //AMINOER RASYID-SUMUT POS

“Tanah atau lahan TBSU adalah milik Pemko Medan. Karena itu sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Daerah, maka TBSU akan kita kelola. Pengelolaannya kita serahkan kepada Disbudpar Kota Medan bersama-sama dengan DKM. Kita akan segera alokasikan anggaran untuk pengelolaannya,” tegasnya.

Sehari sebelumnya, Kabag Aset dan Perlengkapan Pemko Medan, SI Dongoran bahkan menyatakan mulai 1 Maret mendatang TBSU harus segera dikosongkan.

“Kita perintahkan agar gedung TBSU segera dikosongkan pada 1 Maret mendatang. Hal itu dilakukan agar proses renovasi gedung TBSU dapat berjalan lancar,” ungkapnya.

Lalu, pada Jumat (15/2), pernyataan dua pejabat Kota Medan di atas langsung disanggah pihak Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
“Tidak benar itu UPT Taman Budaya Sumatera Utara tersebut dipindahkan, sebab UPT tersebut harus tetap ada, kami akan bicarakan terlebih dahulu ke Pemko Medan,” kata Sekdaprovsu, Nurdin Lubis.

Nurdin mengungkapkan, gedung TBSU milik Pemprovsu, namun kepemilikan lahan masih tetap milik Pemko Medan. Hingga kini, pihaknya telah berkonsultasi terhadap Menteri Dalam Negeri terkait persoalan tersebut. Apalagi dahulu lahan tersebut milik Pemerintah Pusat.
“Jadi kita akan melakukan proses diskusi dahulu dengan Pemko Medan baru akan mengambil keputusan terkait arah perpindahan,” paparnya.
Dia menyatakan, kasus seperti ini telah biasa terjadi di pemerintahan.

Ada banyak aset-aset pemprovsu juga dikelola pemerintah kabupaten/kota. Jadi bukanlah hal yang sulit untuk mencapai kesepakatan terkait putusan penggunaan lahan untuk Pemko Medan tersebut.

“Jadi hasil dari Mendagri menyatakan bahwa UPT tersebut tidak boleh dihilangkan, UPT milik Kementerian Pariwisata dan harus tetap ada,” tegasnya.

Pertanyaanya, kenapa gedung yang dibangun pada 1977 yang selama ini adem ayem tiba-tiba diributi?
Semua berawal ketika muncul plang di kawasan TBSU. Di plang itu tertulis: tanah Taman Budaya dengan luas 145.815 M2 sertifikat adalah milik Pemko Medan. Hak pengelolaan no 1 Kampung durian dan akan dibangun serta dimanfaatkan.
Tak pelak, seniman meradang. Apalagi, selama ini berhembus isu kalau TBSU sangat ‘laku’. Letaknya sangat strategis dan layak dijual. Dan hal ini pun diakui anggota dewan.

“Memang secara bisnis lokasi TBSU itu sangat strategis sebab luasnya mencapai 14 hektar hingga ke Gelanggang Remaja Medan, tapi sebaiknya dipikirkan sisi lainnya bahwa lokasi itu juga strategis sebagai tempat berkesenian karena sejak dahulu lokasi itu memang untuk lokasi pagelaran seni,” ucap Ketua Fraksi Partai Demokrat, Herry Zulkarnain, Kamis (14/2) lalu.

Pakar ekonomi pun menyadari kestrategisan TBSU. Sebut saja, pengamat ekonomi dari UISU, Ramadona Simbolon.

“Kalau TBSU dijadikan mal, bisa dipastikan kalau pegawai di kantor pemerintah dan swasta di sekitar lokasi, menjadi pengunjung setia, termasuk mahasiswa dan mahasiswi dari kampus Nommensen serta para pengunjung yang menginap di hotel yang dekat TBSU. Jalur untuk sampai ke lokasi itu juga sangat mudah karena bisa ditempuh dari segala penjuru Kota Medan,” katanya, Selasa (12/2) lalu.
Tapi seniman tak perlu cemas. Setidaknya Rahudman sempat berjanji ketika mengunjungi TBSU beberapa hari lalu.

“Nanti akan kita benahi agar para komunitas seni di Kota Medan dapat melakukan berbagai aktivitas seni, terutama dalam rangka mengembangkan seni budaya di Sumut,” ungkapnya.

Dan hal itu yang disambut baik oleh seorang seniman yang sering mangkal di TBSU, Teja Purnama. Menurutnya, kehadiran Rahudman di TBSU harus disambut baik karena wali kota bisa saja datang untuk menjaring aspirasi para seniman.

“Komunikasi itu penting, agar aspirasi seniman dapat ditangkap dan dipahami dengan kearifan seorang Rahudman,” katanya.
Ya, meski beberapa kalangan masih meragukan hal itu. Misalnya pegiat seni, Darma Lubis. Dia menyebutkan, belajar dari sejumlah pengalaman di Kota Medan, tempat pagelaran seni berubah bentuknya, seperti studio film, dan Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) menjadi Medan Fair Plaza.

“Jadi kami tidak mau kalau TBSU ditransfer ke pihak ketiga dan dijadikan sebagai lahan bisnis, kami meminta lahan TBSU tetap dijadikan sebagai wadah seniman atau budayawan mengekspresikan kesenian,” ucapnya didampingi penggiat seni lainnya, Afrizon. (ril/ial/mag-7/mag-10)

Wali Kota Medan Rahudman Harahap, Kamis (14/2), mendatangi gedung TBSU di Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan. Pada kunjungan itu, Rahudman menegaskan pengelolaan akan diserahkan kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Medan bersama-sama dengan Dewan Kesenian Medan (DKM).

ALIH KELOLA: Kondisi Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU)  Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan. //AMINOER RASYID-SUMUT POS
ALIH KELOLA: Kondisi Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU) di Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan. //AMINOER RASYID-SUMUT POS

“Tanah atau lahan TBSU adalah milik Pemko Medan. Karena itu sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Daerah, maka TBSU akan kita kelola. Pengelolaannya kita serahkan kepada Disbudpar Kota Medan bersama-sama dengan DKM. Kita akan segera alokasikan anggaran untuk pengelolaannya,” tegasnya.

Sehari sebelumnya, Kabag Aset dan Perlengkapan Pemko Medan, SI Dongoran bahkan menyatakan mulai 1 Maret mendatang TBSU harus segera dikosongkan.

“Kita perintahkan agar gedung TBSU segera dikosongkan pada 1 Maret mendatang. Hal itu dilakukan agar proses renovasi gedung TBSU dapat berjalan lancar,” ungkapnya.

Lalu, pada Jumat (15/2), pernyataan dua pejabat Kota Medan di atas langsung disanggah pihak Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
“Tidak benar itu UPT Taman Budaya Sumatera Utara tersebut dipindahkan, sebab UPT tersebut harus tetap ada, kami akan bicarakan terlebih dahulu ke Pemko Medan,” kata Sekdaprovsu, Nurdin Lubis.

Nurdin mengungkapkan, gedung TBSU milik Pemprovsu, namun kepemilikan lahan masih tetap milik Pemko Medan. Hingga kini, pihaknya telah berkonsultasi terhadap Menteri Dalam Negeri terkait persoalan tersebut. Apalagi dahulu lahan tersebut milik Pemerintah Pusat.
“Jadi kita akan melakukan proses diskusi dahulu dengan Pemko Medan baru akan mengambil keputusan terkait arah perpindahan,” paparnya.
Dia menyatakan, kasus seperti ini telah biasa terjadi di pemerintahan.

Ada banyak aset-aset pemprovsu juga dikelola pemerintah kabupaten/kota. Jadi bukanlah hal yang sulit untuk mencapai kesepakatan terkait putusan penggunaan lahan untuk Pemko Medan tersebut.

“Jadi hasil dari Mendagri menyatakan bahwa UPT tersebut tidak boleh dihilangkan, UPT milik Kementerian Pariwisata dan harus tetap ada,” tegasnya.

Pertanyaanya, kenapa gedung yang dibangun pada 1977 yang selama ini adem ayem tiba-tiba diributi?
Semua berawal ketika muncul plang di kawasan TBSU. Di plang itu tertulis: tanah Taman Budaya dengan luas 145.815 M2 sertifikat adalah milik Pemko Medan. Hak pengelolaan no 1 Kampung durian dan akan dibangun serta dimanfaatkan.
Tak pelak, seniman meradang. Apalagi, selama ini berhembus isu kalau TBSU sangat ‘laku’. Letaknya sangat strategis dan layak dijual. Dan hal ini pun diakui anggota dewan.

“Memang secara bisnis lokasi TBSU itu sangat strategis sebab luasnya mencapai 14 hektar hingga ke Gelanggang Remaja Medan, tapi sebaiknya dipikirkan sisi lainnya bahwa lokasi itu juga strategis sebagai tempat berkesenian karena sejak dahulu lokasi itu memang untuk lokasi pagelaran seni,” ucap Ketua Fraksi Partai Demokrat, Herry Zulkarnain, Kamis (14/2) lalu.

Pakar ekonomi pun menyadari kestrategisan TBSU. Sebut saja, pengamat ekonomi dari UISU, Ramadona Simbolon.

“Kalau TBSU dijadikan mal, bisa dipastikan kalau pegawai di kantor pemerintah dan swasta di sekitar lokasi, menjadi pengunjung setia, termasuk mahasiswa dan mahasiswi dari kampus Nommensen serta para pengunjung yang menginap di hotel yang dekat TBSU. Jalur untuk sampai ke lokasi itu juga sangat mudah karena bisa ditempuh dari segala penjuru Kota Medan,” katanya, Selasa (12/2) lalu.
Tapi seniman tak perlu cemas. Setidaknya Rahudman sempat berjanji ketika mengunjungi TBSU beberapa hari lalu.

“Nanti akan kita benahi agar para komunitas seni di Kota Medan dapat melakukan berbagai aktivitas seni, terutama dalam rangka mengembangkan seni budaya di Sumut,” ungkapnya.

Dan hal itu yang disambut baik oleh seorang seniman yang sering mangkal di TBSU, Teja Purnama. Menurutnya, kehadiran Rahudman di TBSU harus disambut baik karena wali kota bisa saja datang untuk menjaring aspirasi para seniman.

“Komunikasi itu penting, agar aspirasi seniman dapat ditangkap dan dipahami dengan kearifan seorang Rahudman,” katanya.
Ya, meski beberapa kalangan masih meragukan hal itu. Misalnya pegiat seni, Darma Lubis. Dia menyebutkan, belajar dari sejumlah pengalaman di Kota Medan, tempat pagelaran seni berubah bentuknya, seperti studio film, dan Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) menjadi Medan Fair Plaza.

“Jadi kami tidak mau kalau TBSU ditransfer ke pihak ketiga dan dijadikan sebagai lahan bisnis, kami meminta lahan TBSU tetap dijadikan sebagai wadah seniman atau budayawan mengekspresikan kesenian,” ucapnya didampingi penggiat seni lainnya, Afrizon. (ril/ial/mag-7/mag-10)

Artikel Terkait

Rekening Gendut Akil dari Sumut?

Pedagang Emas Kian Ketar-ketir

Selalu Menghargai Sesama

Dahlan Iskan & Langkanya Daging Sapi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/