Persoalan litrik di Sumatera Utara belum juga tuntas. Justru kian memprihatinkan. Jika saja ada niat, pemerintah daerah sebenarnya bisa dengan gampang mengatasinya, yakni melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH).
“Dengan semangat otonomi daerah, pemerintah daerah sebenarnya bisa mengatasi krisis energi listrik di Sumut. Membantu suplai daya ke PLN dengan membangun pembangkit listrik tenaga mini hidro yang sangat potensial di Sumut. Pembangkit ini bisa menyalurkan 1.000 – 10.000 MW daya listrik,” kata Ketua Forum Pemberdayaan Ketenagalistrikan Indonesia (Electricity Empowerment Community, IEEC), Martua Sinurat, dalam diskusi Forum Curhat Rakyat di Gus Center, Jalan Pattimura Medan, beberapa waktu lalu. Juga hadir pembicara lain Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Farid Wajdi, serta moderator Arminsyah Nasution.
Menurut Sinurat, saat ini banyak perusahaan yang sudah mengantongi izin, tapi pembangunannya belum dapat direalisasikan. “Contohnya di Simalungun, meski izin lokasi dan kontrak jual beli arus dengan PLN sudah ada, tapi tidak dibangun,” paparnya.
Menurutnya, untuk membangun PLTMH, Pemda tidak perlu menggunakan APBD. Kalau sudah ada lokasi yang bisa dimanfaatkan dan dibebaskan Pemda, maka akan banyak investor lokal yang bersedia membangun pembangkit itu. “Tenaga teknis di Sumut ini juga banyak. Tinggal diberdayakan. Pembangkit mini hidro ini, biaya jual listriknya lebih tinggi,” ungkapnya.
Dikatakan Sinurat, beberapa daerah dikenal sebagai lokasi potensial pembangunan PLTMH, seperti Nias, Tapsel dan Taput. Dan untuk pembangunannya juga terbilang ekonomis karena tidak memerlukan izin AMDAL, tidak memerlukan teknologi tinggi, biaya operasional rendah, biaya investasi murah, pengoperasiannya mudah dan regulasi pemerintah yang mendukung atas pembangkit listrik terbarukan.
Sinurat mengatakan, saat ini 16 % dari 13 juta lebih penduduk Sumut masih belum tersinari listrik. Data ini merupakan angka yang dikeluarkan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sementara berdasarkan laporan Gubernur tahun lalu, kecukupan energi listrik juga masih dalam kondisi rawan. Beberapa power plant yang rencana awalnya selesai 2012 harus diundur hingga 2013. Pasokan listrik untuk memenuhi kebutuhan Sumut masih defisit jika dibandingkan dengan jumlah industri dan penduduk karena total daya listik provinsi ini hanya 1.500 megawatt.
Dari sekitar 5000, masih ada 870 desa yang belum mempunyai aliran listrik. Sedangkan di sektor industri, ada sekitar 300 pabrik yang belum bisa beroperasi karena belum teraliri listrik. “Jadi masih ada jutaan orang yang butuh listrik di Sumut. Pemerintah daerah bisa memenuhi itu jika memang memiliki visi tersebut,” bebernya.
Persoalan lain kelistrikan Sumut, kata dia, adalah belum terealisasinya sejumlah proyek besar, seperti Asahan IV, Sei Batang Gadis, Batang Toru dan Aek Sibundong, yang memiliki potensi daya listrik ratusan mega watt (MW). “Ada persoalan perizinan dan segala macam yang menjadi kendala. Pemerintah daerah juga harusnya bisa mempercepat ini untuk pemenuhan energi listrik Sumut,” bebernya.
Memang untuk mewujudkan ini tidak sebentar, sebutnya. Tapi, sambung Sinurat, ada solusi lain yakni pengambilalihan PT Inalum. Pembangkit listrik PT Inalum saat ini memiliki 600 MW, dan bisa dimanfaatkan untuk masyarakat. “Pemda juga harus bisa mendorong agar daya dari PT Inalum dialihkan untuk masyarakat,” katanya.
Dalam diskusi ini, hadir sejumlah wartawan dan perwakilan masyarakat. Tanya jawab dan diskusi berlangsung menarik. R Manalu, peserta diskusi menyebutkan, pemerintah daerah harus bergerak cepat untuk mendapatkan suplai listrik dari Inalum.
“Itu harus diperjuangkan. Kemudian kon trak pembangkit mini hidro yang sampai sekarang tidak direalisasi, ditarik izinnya dan diserahkan ke orang Sumut saja. Ini saran saya untuk siapapun yang akan menjadi Gubernur Sumut nantinya,” kata Manalu yang juga aktif di IEEC. (tim)