Keprihatinan dengan kondisi nelayan yang identik dengan kemiskinan, membuat Abdur Rahman tergerak untuk memperbaiki kehidupan para nelayan itu. Ya, minimal para nelayan ini mendapat perhatian serius pemerintah acap kali membuat kebijakan.
HAL inilah yang mendorong pria kelahiran 30 Nopember 1972 itu terjun ke dalam organisasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Medan dan saat ini menduduki posisi wakil ketua di organisasi kaum nelayan tersebut.
Lalu, bagaimana pemikiran aktivis nelayan ini dalam menyoroti nasib para nelayan, dan seperti apa langkah-langkah yang harus dilakukan, berikut bincang-bincang wartawan Sumut Pos Fakhrul Rozi Ulhaq dengan Abdur Rahman, Wakil Ketua HNSI Medan.
Kemiskinan jadi momok menakutkan bagi kehidupan nelayan. Pengamatan Anda?
Kondisi nelayan saat ini memang masih termarginalkan, anak-anak nelayan jarang sekali sampai mengenyam pendidikan tinggi, rata-rata cuma sampai tamatan SMP. Mereka seperti sudah secara otomatis dipersiapkan untuk menjadi nelayan tradisional generasi berikutnya, menyambut tongkat estafet pendahulu. Ada pun anak-anak perempuan kaum nelayan juga demikian, seperti sudah garis takdir, mereka juga langsung dipersiapkan untuk mengurusi rumah tangga, dan tidak sedikit dari mereka yang menikah usia muda, yang siap menjadi istri seorang nelayan yang baru saja menerima tongkat estafet tadi.
Mengapa nelayan kita begitu sulit bangkit dari keterpurukan?
Saya kira itu karena kebijakan pembangunan perikanan dan kelautan sampai kini masih tetap dibangun dengan konsep yang masih mengeksploitir sumber daya kelautan dan perikanan dengan sasaran utama mengejar pertumbuhan ekonomi. Sementara aspek kesejahteraan nelayan, yang merupakan pelaku utama dan ujung tombak sektor kelautan dan perikanan terabaikan, termasuk di dalamnya aspek pemerataan dan keadilan. Jadi tak berlebihan jika kita melihat fakta bahwa nelayan kita yang miskin hidup di negeri kaya.
Bagaimana kondisi nelayan dengan kenaikan harga BBM subsidi saat ini?
Selama ini nelayan juga terkesan menjadi tumbal dari kebijakan pemerintah seperti kenaikan harga BBM. Dampaknya jelas sangat besar terhadap nelayan khususnya dalam biaya operasional. Misalnya, saat melaut mereka mesti membeli solar sedikitnya 40 liter jika dikali Rp5500 per liter, maka mereka harus mengeluarkan biaya Rp220 ribu, itu tidak termasuk operasional lainnya, tentunya beban ini tidak seimbang dengan pendapatan nelayan. Belum lagi zona tangkap nelayan tradisional diserobot oleh kapal- kapal ikan berukuran besar dengan alat tangkap tak ramah lingkungan, ini disebabkan lemahnya pengawasan dari instansi terkait yang sangat berdampak pada penghasilan nelayan tradisional.
Perlu keseriusan semua pihak tentunya dalam mengatasi persoalan (nelayan,red) ini.
Menurut Anda langkah apa yang harus dilakukan? Kalau dimulai dari kehidupan nelayan, setidaknya ada tiga hal yang menjadi penyebab kemiskinan, yakni, faktor alamiah (kondisi sumber daya alam), kultural (budaya) dan struktural (keberpihakan pemerintah).
Kesemuanya sangat berkait erat dengan kehidupan nelayan.
Jadi perlu adanya keseriusan dalam mengubah semuanya termasuk pola kehidupan nelayan sendiri, mereka juga mesti dibekali pelatihan dan pemerintah jangan setengah hati dalam memberikan bantuan terhadap mereka. Disamping perlu adanya kebijakan pemerintah dalam mendistribusikan solar subsidi khusus bagi nelayan.
Artinya, apa program pemerintah belum menyentuh ke nelayan?
Bukan seperti itu, tapi program pemerintah yang belum memihak ke nelayan, kebijakan pemerintah yang tidak memihak masyarakat miskin, banyak kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan bersifat top down dan selalu menjadikan masyarakat sebagai objek, bukan subjek. Kebijakan yang pro nelayan mutlak diperlukan, yakni sebuah kebijakan sosial yang akan mensejahterakan masyarakat dan kehidupan nelayan, jadi itu yang terpenting.
Bagaimana cara mengangkat harkat dan martabat nelayan agar lebih baik. Bisa Anda jelaskan?
Jika kebijakan pemerintah masih belum berubah dalam artian belum berpihak kepada nelayan, khususnya untuk mengatasi faktor permodalan ini, maka akan selamanya kondisi nelayan kita terpuruk. Bahkan tidak sedikit pengusaha kecil dan menengah di bidang pengolahan perikanan mengalami kolaps, dan mati terkapar begitu saja, akibat faktor permodalan ini. Dan ini satu lagi mata rantai sektor kelautan dan perikaan kita tidak mendapat pengamanan dan pembinaan begitu rupa, yang seharusnya menjadi paket kebijakan tadi.
Sistem permodalan seperti apa yang anda maksud?
Jadi mengatasi faktor permodalan ini, pemerintah yang bertanggungjawab langsung terhadap pembangunan sektor kelautan dan perikanan, mau tidak mau, mulai sekarang pemerintah harus memikirkan langkah konkrit untuk mengatasi masalah kemiskinan para nelayan ini. (*)
[table caption=”DAFTAR RIWAYAT HIDUP” delimiter=”:”]
Nama : Abdur Rahman
Kelahiran : Medan, 30 Nopember 1972
Agama : Islam
Istri : Lidyastuti Pancaratni Harahap
Anak : Muhammad Fadli
[/table]
[table caption=”PENDIDIKAN”]
SD Neg Desa Manunggal (1983)
SMP Yaspi (1986)
SMA Neg 19 Medan (1989)
Univ.Cut Nyak Dhien (1993)
[/table]
[table caption=”PENGALAMAN”]
Bendahara Pemuda Pancasila Ranting Belawan I (1995-1999)
Wakil Ketua Gerakindo (2000-2004)
Bendahara PK PAN Medan Belawan (2010-2014)
Wakil Ketua DPC HNSI kota Medan (2011-sampai sekarang)
[/table]