26.7 C
Medan
Thursday, May 30, 2024

Utamakan Strategi di Wilayah Operasi

Bagi Laksamana Pertama TNI Didik Wahyudi SE meniti karir di TNI AL tidaklah mudah. Berbagai tantangan dilaluinya hingga akhirnya memangku jabatan Komandan Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal I) Belawan, tahun 2012 sampai sekarang. Lulusan AKABRI tahun 1983 ini ternyata sudah tujuh kali bertugas di daerah operasi, baik dalam maupun luar negeri.

 Lantamal I Belawan, Laksamana Pertama TNI Didik Wahyudi SE
Dan Lantamal I Belawan, Laksamana Pertama TNI Didik Wahyudi SE

Bagi ayah tiga anak ini, bertugas di daerah operasi memang menjadi tantangan sekaligus meningkatkan keprofesionalisme sebagai seorang tentara. Tapi semua itu bisa dijalani dengan baik, tugas berjalan lancar, visi operasi tercapai. Karena seringnya bertugas di daerah operasi, Didik Wahyudi dinilai lihai dalam mengatur strategi. Hal itu pula membuat ia berulang kali dipercaya mengemban tugas di kawasan operasi.

Terbukti begitu selesai melaksanakan tugas taruna di daerah Operasi Kartika Jala Krida di Perairan Perbatasan Jepang-Thailand tahun 1981, maka tahun 1983 usai menyelesaikan pendidikan ia kembali dipercayakan untuk mengemban tugas operasi di Perairan Singapura pada tahun 1992.

Di dalam negeri, pria kelahiran 1959 ini juga pernah empat kali ditugaskan di daerah operasi seperti, Operasi Amindojaya XVI di Selat Bali-Lombok, Operasi Tuna Jaya di Laut Aru, Operasi Sabang Jaya di Perairan Aceh dan Operasi Hadar di laut Timor-Timor. Kegigihannya dalam melaksanakan tugas di wilayah operasi itupula yang akhirnya menghantar ia mengikuti Study Stretegis Lemhanas di Polandia tahun 2010.

Lantas apa kesan dan harapannya selama berkarir di TNI AL? berikut petikan wawancara wartawan Sumut Pos, Fachrul Rozi Ul Haq dengan Laksamana Pertama TNI Didik Wahyudi SE di kediamannya Jalan Jenderal Sudirman, Medan, Jumat (22/3).

Apa pesan dan kesan Anda selama bertugas di Lantamal I?

Banyak sekali, sejak saya dilantik menjadi Komandan Lantamal I Belawan, tahun 2012 lalu banyak kesan yang saya dapatkan. Di Medan, Sumatera Utara meski masyarakatnya berwatak keras, tapi ternyata hatinya sangat lembut. Misalnya kalau ngomong nada kalimatnya kasar, tapi di balik itu mereka ternyata patuh dan santun.

Adakah kesan yang paling istimewa bagi Anda selama bertugas di Sumut?

Ada, di Sumatera Utara bukanlah daerah yang baru pertama kali bagi saya, tapi sudah berulang kali saya ditugaskan di sini. Yang membuat saya terkesan dan salut adalah tentang kerukunan beragamanya. Sekalipun tidak pernah saya mendengar adanya keributan sampai merusak rumah-rumah ibadah. Semoga kerukunan seperti ini terus tetap terjaga dan berlanjut kedepannya.

Apa kiat Anda selama bertugas di daerah operasi?

Kalau soal itu tentunya banyak sekali, cuma saya punya prinsip dimanapun ditugaskan, saya siap. Makanya, ketika saya ditugaskan berulang kali di daerah operasi, termasuk saya berusaha menjalaninya dengan profesional. Namun, intinya kita harus bisa merangkul siapa saja untuk diajak bekerja sama sesuai dengan UU nomor 34 Tahun 2004 pasal (9) yang mengatur tentang 5 tugas pokok TNI yaitu: 1.Menjaga kedaulatan NKRI, 2. Melaksanakan penegakan hukum, baik hukum nasional maupun internasional yang telah di ratifikasi, 3. Melaksanakan diplomasi TNI AL, 4. Ikut melaksanakan dan merencanakan membangun kekuatan Angkatan Laut, dan 5.Membina potensi maritim, untuk kemudian menjadi satu kekuatan maritim.

Dengan keterbatasan  logistik  TNI, bagaimana cara Anda berada di daerah operasi?

Anda sendirikan sudah tahu logistik yang kita miliki tidak terlalu ideal, di tengah keterbatasan sarana dan prasarana itu kita harus punya strategi. Salah satu contohnya, pada saat saya ditugaskan dalam Operasi Mandau di Timor-Timor pada tahun 1996. Kalau Anda ingat, pada saat itu sering terjadi penculikan-penculikan. Di tengah keterbatasan logistik saat itu, saya harus membuat rumusan strategi agar tujuan tetap tercapai. Jadi kuncinya jalani tugas dengan baik dan tetap profesional, serta tujuan yang ingin dicapai harus mampu kita merumuskannya.

Lantas kenapa Anda bercita-cita menjadi TNI?

Wah, kalau itu panjang ceritanya. Sebenarnya kalau dibilang cita-cita dari sejak kecil sekali tidak juga. Kecintaan saya terhadap tentara saat saya duduk di bangku SMP, ketika itu saya bersekolah di SMP Blora, Jawa Tengah, melihat para taruna AKBRI yang melakukan Sitardaosis atau kalau mahasiswa sedang melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Para taruna tampak gagah, sehingga itu yang memotivasi saya untuk bergabung di TNI. Tapi untuk mencapai cita-cita itu ternyata tidak mulus, pertama mendaftar masuk AKABRI tahun 1978 begitu lulus SMA tapi gagal. Lalu saya mencoba lagi pada tahun 1979 dan pendaftaran kedua kalinya ini baru saya diterima.

Bagaimana dukungan orangtua pada waktu itu?

Pada saat saya mendaftar masuk AKABRI, ibu kandung saya sangat menentang sekali dan tidak mengizinkan, tapi kalau bapak saya setuju. Mungkin ibu saya yang sekarang sudah almarhum menganggap kalau anaknya masuk tentara nanti hidupnya sengsara, dihajar dan harus memiliki disiplin yang tinggi. Barang kali ibu saya tidak tega melihat saya seperti itu.

Jadi bagaimana perasaan orangtua dan Anda ketika lulus AKABRI?

Tentunya sangat bangga sekali. Walaupun sebelumnya begitu saya diterima pada pendaftaran kedua dan akan berangkat mengikuti pendidikan di Magelang, ibu saya hanya bisa terdiam, begitu juga dengan diri saya. Tapi kuncinya tetap menanamkan di dalam
diri seorang prajurit itu jangan pernah lemah dan harus pantang menyerah.

Sekarang Anda sudah menjadi Perwira Tinggi (Pati) di jajaran TNI AL, lalu pembenahan apa yang akan dilakukan.?

Dengan segala upaya, saya terus melakukan pembenahan terhadap para prajurit TNI AL, dengan meningkatkan operasional dan profesionalisme prajurit. Pembenahan itu melalui pelatihan, sosialisasi dan pendidikan di lingkungan prajurit TNI AL. Selain itu, saya ingin melakukan pembenahan terhadap tingkat kesejahteraan prajurit. Jadi ada 3 upaya pembenahan yang sedang saya lakukan.

Selain itu, sebagai seorang Pati apa harapan Anda?

Di umur seperti saya ini harapan pada diri saya untuk menjadi perwira tinggi sudah tercapai. Namun di sisa masa dinas saya yang tinggal beberapa tahun lagi, harapan saya pastinya ingin berbuat yang terbaik. Baik itu buat para prajurit dan masyarakat Sumatera Utara.

Untuk para prajurit, apa harapan dan pesan Anda?

Bagi seluruh prajurit TNI AL, saya berpesan untuk tetap profesional dengan didukung moril yang tinggi. Moril prajurit harus berkaitan dengan disiplin tinggi, dan disiplin itu harus ditempa dengan latihan. Tinggi rendahnya moril itu ditentukan oleh keras atau lemahnya latihan, jadi ketika prajurit itu latihan lemah berarti morilnya juga lemah. Tapi secara umum untuk generasi di bawah saya, harapan saya tentunya harus bertanggungjawab, mewarisi jiwa profesional dan pintar dalam segala hal.

Karena orang yang hanya pintar secara akademis belum tentu diadu dengan orang-rang yang berada dilapangan yang memiliki daya juang yang tinggi.
Makanya, sering kali saya pesankan kepada anak buah harus profesional, pantang menyerah, memiliki moril yang tinggi. Dan bagaimana untuk mencapainya ya harus melalui latihan keras serta jangan pernah merasa puas dengan latihan-latihan seperti itu.(*)

Dibesarkan di Lingkungan Pendidik

Sejak kecil, Didik Wahyudi telah ditempa di lingkungan pendidik (guru). Bahkan suami Susanti Adining Tyas ini sempat tak mengenali orangtua kandungnya. Itu karena sejak kecil jenderal bintang satu ini diasuh oleh tantenya yang  berprofesi sebagai guru.

“Saya kira dulu tante merupakan orangtua kandung saya. Lama kelamaan saya mengenali orangtua saya, itu diketahui saat mengisi biodata untuk keperluan sekolah. Jadi karena tante saya tidak memiliki keturunan, sejak kecil saya sudah diangkat anak olehnya,” kata Didik.

Mantan Kepala Dinas (Kadis) Komunikasi Elektronika Angkatan Laut (Komlekal) Mabes TNI AL ini mengaku, meski hidup di lingkungan keluarga guru namun kecintaanya terhadap dunia militer mulai terpupuk sejak dia duduk di bangku SMP. Kala itu, personel AKABRI yang tengah melakukan Sitardaosis membuat dirinya terpesona. Kegagahan para taruna itulah yang akhirnya menghantarkannya menjadi tentara.

Menurut putra sulung dari lima bersaudara ini, yang mengikuti jejak orangtuanya sebagai seorang guru adalah adik bungsunnya.
”Adik saya nomor dua menjadi polisi, sedangkan adik ketiga dan ke empat karyawan di perusahaan swasta. Dan adik saya yang paling kecil mengikuti jejak orangtua menjadi guru di sekolah,” ungkap Didik.(rul)

[table caption=”Biodata” delimiter=”:”]

Nama    :     Didik Wahyudi SE
Lahir     : Nganjuk, 4 September 1958
Istri    : Susanti Adining Tyas
Anak    :    3 orang
: 1.Ceria Wahyu Susiwi
:   2.Vanie Kertika Sandi
: 3.Nidya Adesia
Jabatan : Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal I) Belawan

[/table]

Bagi Laksamana Pertama TNI Didik Wahyudi SE meniti karir di TNI AL tidaklah mudah. Berbagai tantangan dilaluinya hingga akhirnya memangku jabatan Komandan Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal I) Belawan, tahun 2012 sampai sekarang. Lulusan AKABRI tahun 1983 ini ternyata sudah tujuh kali bertugas di daerah operasi, baik dalam maupun luar negeri.

 Lantamal I Belawan, Laksamana Pertama TNI Didik Wahyudi SE
Dan Lantamal I Belawan, Laksamana Pertama TNI Didik Wahyudi SE

Bagi ayah tiga anak ini, bertugas di daerah operasi memang menjadi tantangan sekaligus meningkatkan keprofesionalisme sebagai seorang tentara. Tapi semua itu bisa dijalani dengan baik, tugas berjalan lancar, visi operasi tercapai. Karena seringnya bertugas di daerah operasi, Didik Wahyudi dinilai lihai dalam mengatur strategi. Hal itu pula membuat ia berulang kali dipercaya mengemban tugas di kawasan operasi.

Terbukti begitu selesai melaksanakan tugas taruna di daerah Operasi Kartika Jala Krida di Perairan Perbatasan Jepang-Thailand tahun 1981, maka tahun 1983 usai menyelesaikan pendidikan ia kembali dipercayakan untuk mengemban tugas operasi di Perairan Singapura pada tahun 1992.

Di dalam negeri, pria kelahiran 1959 ini juga pernah empat kali ditugaskan di daerah operasi seperti, Operasi Amindojaya XVI di Selat Bali-Lombok, Operasi Tuna Jaya di Laut Aru, Operasi Sabang Jaya di Perairan Aceh dan Operasi Hadar di laut Timor-Timor. Kegigihannya dalam melaksanakan tugas di wilayah operasi itupula yang akhirnya menghantar ia mengikuti Study Stretegis Lemhanas di Polandia tahun 2010.

Lantas apa kesan dan harapannya selama berkarir di TNI AL? berikut petikan wawancara wartawan Sumut Pos, Fachrul Rozi Ul Haq dengan Laksamana Pertama TNI Didik Wahyudi SE di kediamannya Jalan Jenderal Sudirman, Medan, Jumat (22/3).

Apa pesan dan kesan Anda selama bertugas di Lantamal I?

Banyak sekali, sejak saya dilantik menjadi Komandan Lantamal I Belawan, tahun 2012 lalu banyak kesan yang saya dapatkan. Di Medan, Sumatera Utara meski masyarakatnya berwatak keras, tapi ternyata hatinya sangat lembut. Misalnya kalau ngomong nada kalimatnya kasar, tapi di balik itu mereka ternyata patuh dan santun.

Adakah kesan yang paling istimewa bagi Anda selama bertugas di Sumut?

Ada, di Sumatera Utara bukanlah daerah yang baru pertama kali bagi saya, tapi sudah berulang kali saya ditugaskan di sini. Yang membuat saya terkesan dan salut adalah tentang kerukunan beragamanya. Sekalipun tidak pernah saya mendengar adanya keributan sampai merusak rumah-rumah ibadah. Semoga kerukunan seperti ini terus tetap terjaga dan berlanjut kedepannya.

Apa kiat Anda selama bertugas di daerah operasi?

Kalau soal itu tentunya banyak sekali, cuma saya punya prinsip dimanapun ditugaskan, saya siap. Makanya, ketika saya ditugaskan berulang kali di daerah operasi, termasuk saya berusaha menjalaninya dengan profesional. Namun, intinya kita harus bisa merangkul siapa saja untuk diajak bekerja sama sesuai dengan UU nomor 34 Tahun 2004 pasal (9) yang mengatur tentang 5 tugas pokok TNI yaitu: 1.Menjaga kedaulatan NKRI, 2. Melaksanakan penegakan hukum, baik hukum nasional maupun internasional yang telah di ratifikasi, 3. Melaksanakan diplomasi TNI AL, 4. Ikut melaksanakan dan merencanakan membangun kekuatan Angkatan Laut, dan 5.Membina potensi maritim, untuk kemudian menjadi satu kekuatan maritim.

Dengan keterbatasan  logistik  TNI, bagaimana cara Anda berada di daerah operasi?

Anda sendirikan sudah tahu logistik yang kita miliki tidak terlalu ideal, di tengah keterbatasan sarana dan prasarana itu kita harus punya strategi. Salah satu contohnya, pada saat saya ditugaskan dalam Operasi Mandau di Timor-Timor pada tahun 1996. Kalau Anda ingat, pada saat itu sering terjadi penculikan-penculikan. Di tengah keterbatasan logistik saat itu, saya harus membuat rumusan strategi agar tujuan tetap tercapai. Jadi kuncinya jalani tugas dengan baik dan tetap profesional, serta tujuan yang ingin dicapai harus mampu kita merumuskannya.

Lantas kenapa Anda bercita-cita menjadi TNI?

Wah, kalau itu panjang ceritanya. Sebenarnya kalau dibilang cita-cita dari sejak kecil sekali tidak juga. Kecintaan saya terhadap tentara saat saya duduk di bangku SMP, ketika itu saya bersekolah di SMP Blora, Jawa Tengah, melihat para taruna AKBRI yang melakukan Sitardaosis atau kalau mahasiswa sedang melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Para taruna tampak gagah, sehingga itu yang memotivasi saya untuk bergabung di TNI. Tapi untuk mencapai cita-cita itu ternyata tidak mulus, pertama mendaftar masuk AKABRI tahun 1978 begitu lulus SMA tapi gagal. Lalu saya mencoba lagi pada tahun 1979 dan pendaftaran kedua kalinya ini baru saya diterima.

Bagaimana dukungan orangtua pada waktu itu?

Pada saat saya mendaftar masuk AKABRI, ibu kandung saya sangat menentang sekali dan tidak mengizinkan, tapi kalau bapak saya setuju. Mungkin ibu saya yang sekarang sudah almarhum menganggap kalau anaknya masuk tentara nanti hidupnya sengsara, dihajar dan harus memiliki disiplin yang tinggi. Barang kali ibu saya tidak tega melihat saya seperti itu.

Jadi bagaimana perasaan orangtua dan Anda ketika lulus AKABRI?

Tentunya sangat bangga sekali. Walaupun sebelumnya begitu saya diterima pada pendaftaran kedua dan akan berangkat mengikuti pendidikan di Magelang, ibu saya hanya bisa terdiam, begitu juga dengan diri saya. Tapi kuncinya tetap menanamkan di dalam
diri seorang prajurit itu jangan pernah lemah dan harus pantang menyerah.

Sekarang Anda sudah menjadi Perwira Tinggi (Pati) di jajaran TNI AL, lalu pembenahan apa yang akan dilakukan.?

Dengan segala upaya, saya terus melakukan pembenahan terhadap para prajurit TNI AL, dengan meningkatkan operasional dan profesionalisme prajurit. Pembenahan itu melalui pelatihan, sosialisasi dan pendidikan di lingkungan prajurit TNI AL. Selain itu, saya ingin melakukan pembenahan terhadap tingkat kesejahteraan prajurit. Jadi ada 3 upaya pembenahan yang sedang saya lakukan.

Selain itu, sebagai seorang Pati apa harapan Anda?

Di umur seperti saya ini harapan pada diri saya untuk menjadi perwira tinggi sudah tercapai. Namun di sisa masa dinas saya yang tinggal beberapa tahun lagi, harapan saya pastinya ingin berbuat yang terbaik. Baik itu buat para prajurit dan masyarakat Sumatera Utara.

Untuk para prajurit, apa harapan dan pesan Anda?

Bagi seluruh prajurit TNI AL, saya berpesan untuk tetap profesional dengan didukung moril yang tinggi. Moril prajurit harus berkaitan dengan disiplin tinggi, dan disiplin itu harus ditempa dengan latihan. Tinggi rendahnya moril itu ditentukan oleh keras atau lemahnya latihan, jadi ketika prajurit itu latihan lemah berarti morilnya juga lemah. Tapi secara umum untuk generasi di bawah saya, harapan saya tentunya harus bertanggungjawab, mewarisi jiwa profesional dan pintar dalam segala hal.

Karena orang yang hanya pintar secara akademis belum tentu diadu dengan orang-rang yang berada dilapangan yang memiliki daya juang yang tinggi.
Makanya, sering kali saya pesankan kepada anak buah harus profesional, pantang menyerah, memiliki moril yang tinggi. Dan bagaimana untuk mencapainya ya harus melalui latihan keras serta jangan pernah merasa puas dengan latihan-latihan seperti itu.(*)

Dibesarkan di Lingkungan Pendidik

Sejak kecil, Didik Wahyudi telah ditempa di lingkungan pendidik (guru). Bahkan suami Susanti Adining Tyas ini sempat tak mengenali orangtua kandungnya. Itu karena sejak kecil jenderal bintang satu ini diasuh oleh tantenya yang  berprofesi sebagai guru.

“Saya kira dulu tante merupakan orangtua kandung saya. Lama kelamaan saya mengenali orangtua saya, itu diketahui saat mengisi biodata untuk keperluan sekolah. Jadi karena tante saya tidak memiliki keturunan, sejak kecil saya sudah diangkat anak olehnya,” kata Didik.

Mantan Kepala Dinas (Kadis) Komunikasi Elektronika Angkatan Laut (Komlekal) Mabes TNI AL ini mengaku, meski hidup di lingkungan keluarga guru namun kecintaanya terhadap dunia militer mulai terpupuk sejak dia duduk di bangku SMP. Kala itu, personel AKABRI yang tengah melakukan Sitardaosis membuat dirinya terpesona. Kegagahan para taruna itulah yang akhirnya menghantarkannya menjadi tentara.

Menurut putra sulung dari lima bersaudara ini, yang mengikuti jejak orangtuanya sebagai seorang guru adalah adik bungsunnya.
”Adik saya nomor dua menjadi polisi, sedangkan adik ketiga dan ke empat karyawan di perusahaan swasta. Dan adik saya yang paling kecil mengikuti jejak orangtua menjadi guru di sekolah,” ungkap Didik.(rul)

[table caption=”Biodata” delimiter=”:”]

Nama    :     Didik Wahyudi SE
Lahir     : Nganjuk, 4 September 1958
Istri    : Susanti Adining Tyas
Anak    :    3 orang
: 1.Ceria Wahyu Susiwi
:   2.Vanie Kertika Sandi
: 3.Nidya Adesia
Jabatan : Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal I) Belawan

[/table]

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/