31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Kita Cuma Butuh Dua Kata Kunci

Irfan Mutyara

Berkunjung ke berbagai belahan dunia, bertemu calon-calon investor asing, dan berbicara di sejumlah forum lokal dan nasional, Irfan Mutyara cuma mengingatkan dua kata kunci yang betul-betul menjadi ‘’kunci’’ ke arah pertumbuhan ekonomi daerah. Dua akar persoalan yang telanjur klasik di republik ini. Saking klasiknya justru nasibnya mirip genre musik klasik: didengarkan sebagai pengantar tidur saja!

‘’INFRASTRUKTUR dan kepastian hukum. Saya tegaskan sekali lagi: cuma dua ini saja. Kalau dua ini ada, kekurangan yang lain itu boleh dianggap tak ada,’’ katanya berulangkali. Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Sumut ini mengulangi konklusinya itu di forum yang mempertemukan kalangan dunia usaha dengan Wapres Budiono, Menteri Perhubungan EE Mangindaan, dan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Dalam kesempatan itu, Irfan yang ditunjuk sebagai juru bicara Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) koridor barat menyinggung kelambanan pembenahan infrastruktur di jalur transsumatera, program jalan tol di Sumut, Kawasan Industri Sei Mangke sebagai akselerator MP3EI, dan keterlambatan pembangunan bandara Kualanamu dan akses yang menyertainya.

Irfan tak lupa menyoroti truk-truk yang mengalami kesulitan penyeberangan di pelabuhan Bakaheuni, Lampung. Untuk mengatasi stagnasi (jam) di pelabuhan penyeberangan Jawa-Sumatera tersebut Irfan meminta Dephub menambah kapal RORO agar truk bisa tiba lancar dan tiba di tempat tepat waktu. Bila itu tak diatasi cepat akan berimplikasi pada transportasi biaya tinggi yang muaranya berimbas pada komponen harga jual.

Masalah pembangunan jalan tol Medan-Kualanamu, Medan-TebingTinggi, dan Medan-Binjai juga mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat. Di depan forum, Irfan mengatakan, Wapres Budiono berjanji mensuppor secara penuh. Apa yang disampaikan Wapres kembali dikonfirmasi oleh Irfan kepada Menteri BUMN. ‘’Terus terang selesai acara formal saya langsung temui Pak Dahlan,’’ ungkap Irfan. Di situ, Irfan menegaskan   kalangan dunia usaha- yang tergabung dalam Kadinda Sumut- meminta pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei (KISM) dipercepat.

Di depan Menteri BUMN pula, Irfan menyampaikan, bila Kadinda Sumut terus mendorong terbentuknya task force untuk percepatan pembangunan Sei Mangkei. Kawasan Sei Mangke adalah kawasan terpadu agroindustri yang memiliki luas 2002,77 hektare. Dari jumlah itu ada 60 persen yang diperuntukkan sebagai kawasan industri. Karena itu, katanya, semua pihak perlu mendorong pengembangan KISM karena merupakan proyek unggulan Sumut di koridor Barat dalam program MP3EI.

“KISM selain 60 persen sebagai kawasan industri, ada juga lahan penunjang dan komersil 40 persen, sehingga diharapkan dapat memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi Sumut,” katanya. Menjadi fokus dalam diskusi kecil antara keduanya adalah masalah lahan 5.000 hektare milik PTPN 2 yang segera selesai hak guna usaha (HGU)-nya. Jika tiba waktunya lahan bekas perkebunan itu akan dikembalikan ke Pemprovsu. Kelak pemerintah yang akan mengeluarkan kebijakan atas peruntukan lahan tersebut, apakah didistribusikan kepada warga, membangun sekolah, atau lainnya.

‘’Pemprovsu berkeinginan membangun kota baru di tempat tersebut,’’ tukas Irfan. Poin inilah yang didalaminya bersama Dahlan Iskan. Ditanyai apa respons Menteri ketika itu, Irfan menjawab: ‘’Pak Dahlan bilang oke-oke. Kita segera atur itu.’’

Diskusi infrastruktur itu berlanjut pada persoalan lahan milik PTPN yang tak pernah tuntas meski kepala daerah (baca: gubernur, Red) terus berganti. “Jangan lagi soal kepastian hukum. Lihat saja kasus sengketa lahan di Kawasan Industri Medan (KIM), perusahaan PMA juga ikut jadi korban. Mafia tanah leluasa bermain-main,’’ katanya.

Irfan mengingatkan perlunya menegakkan berbagai kebijakan menarik minat investasi, termasuk mempercepat penyediaan infrastruktur yang dibutuhkan investor. Dia memberi contoh, pemerintah harus membuat landasan hukum yang lebih kuat dengan merevisi UU No.20/1961 tetang Pencabutan Hak Atas Tanah Bagi Kelancaran Proses Pengadan Tanah untuk Kepentingan Umum.

Guna menggesa pengadaan lahan dibutuhkan sebuah Peraturan Pemerintah Penggganti Undang-undang (Perpu) tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Materi aturannya adalah mengatur ketat pembebasan lahan bagi kepentingan umum, siapapun yang tinggal di atas tanah itu haknya dicabut demi hukum. ‘’Saya sudah speechless bila ditanyai soal ini. Satu-satunya cara pemerintah harus tegas. Gunakan dan jalankan kewenangan yang ada!’’ katanya. (valdesz)

Pembebasan Lahan itu PR Besar Pemprovsu

Soal pembebasan jalan tol bandara Kualanamu, Irfan berulangkali resah atas kelambanan Pemprovsu. Bukan cuma gregetan karena Sumut terlambat sekali mendapatkan bandara baru berkelas internasional. Tapi lebih dari itu. Pertumbuhan investasi di sekitar area bandara internasional Kualanamu juga kena imbasnya. Jika kelak beroperasi Irfan yakin segudang potensi bisnis- dari skala retail, UKM, hingga megabisnis- akan memicu pertumbuhan ekonomi di Medan, Deli Serdang dan wilayah sekitarnya. Efek domino pengembangan bandara ini yang ditunggu banyak kalangan sebetulnya. Keresahan Irfan ini terekam dalam wawancara dengan wartawan Sumut Pos Valdesz Junianto, Selasa (6/3). Penjelasan Irfan ini juga pernah dimuat di halaman ‘’SOROT’’ pekan lalu. Berikut petikannya:

Apa target ekonomi paling dekat dari beroperasinya Kualanamu?  
Dengan beroperasinya Bandara Kuala Namu akhir 2012 di Sumut, Sei Mangke ditetapkan sebagai bagian dari Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Pemerintah sudah meluncurkan program MP3EI yang diharapkan bisa mengundang investasi senilai Rp4.000 triliun. Peluncuran MP3EI ini ditandai dengan dimulainya proyek-proyek besar yang pencanangannya akan dipusatkan pada empat lokasi, yaitu Sei Mangke, Sumatera Utara, Cilegon, Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat), dan Timika Papua dengan pembangunan 17 proyek besar.

Seperti apa gambarannya?
Proyek ini dilakukan secara bertahap dan konektifitas kawasan Sei Mangke ke Bandara Kualanamu harus ada akses khusus. Sebab di lokasi itu direncanakan dibangun proyek pembangunan Kawasan Industri Kelapa Sawit Sei Mangke oleh PTPN III. Pelaksanaan mega proyek ini membutuhkan kerja sama antara akademisi dan pemerintah. Jadi pembangunannya sesuai dengan yang diharapkan. Seminarnya juga sudah dilaksanakan.

Kadinda sendiri melihat seperti apa perkembangan Kualanamu?
Ya kalau dibilang jelas lari dari target waktu. Semuanya molor. Ini akibat ketidakmampuan kita menyelesaikan masalah-masalah nonteknis. Misalnya saja pendekatan sosial soal pembebasan lahan untuk infrastruktur. Ini membuat pembangunan menjadi terputus-putus dan tidak sinkron. Kalau mau cepat ya, kita harus kompak. Seluruh elemen harus bekerja dan kompak.

Deskripsinya seperti apa memang?
Begini, pembangunan jalan tol Medan-Kualanamu itu proyek tol sepanjang 60 kilometer yang akan melalui rute Medan-Lubuk Pakam-Kualanamu hingga Tebing Tinggi. Proyek ini salah satu proyek prioritas yang diserahkan pelaksanaannya kepada Kementerian Pekerjaan Umum. Pembagiannya, pemerintah melaksanakan bagian dari Medan-Lubuk Pakam-Kuala Namu sepanjang 24 km, dengan kebutuhan lahan sebesar 197,94 hektare dan nilai investasi sekitar Rp1,75 triliun. Sementara dari Kuala Namu hingga Tebing Tinggi sepanjang 36 kilometer dengan kebutuhan lahan 243,59 hektare dan nilai investasi Rp 2,6 triliun.

Terus kendalanya?
Saat ini realisasi pembebasan tanah di ruas tol Medan-Kualanamu mencapai 46,47 persen atau sekitar 95,58 hektare dari toTal kebutuhan luas lahan 206,27 hektare. Artinya, masih ada sekitar 110 hektar lahan lagi yang harus dibebaskan di ruas tol tersebut. Ini kan sedang dikebut saat ini.

Soal infrastruktur ini kayaknya berat sekali ya?
Betul. Padahal ini sesungguhnya faktor krusial bila kita bicara poin pertumbuhan ekonomi. Kami berulangkali mendesak Pemrovsu dan Pemkab Deli Serdang agar lebih serius membangun infrastruktur. Apalagi itu merupakan rekomendasi utama dari hasil rapat pimpinan nasional (Rapimnas) di Jakarta beberapa waktu lalu. Pembangunan infrastruktur merupakan rekomendasi utama yang disampaikan Kadin kepada pemerintah pada Rapimnas. Sampai saat ini infrastruktur masih menjadi masalah utama dalam peningkatan perekonomian dan investasi di Indonesia, tidak terkecuali Sumut. Apabila hal itu tidak juga dibenahi tahun ini dikhawatirkan akan sulit peningkatannya ke depan. Cukuplah pusat memikirkan anggaran dan mengurusi teknis pembangunannya. Tak perlu mereka turun tangan mengurusi strategi pembebasan lahan. Ini yang bikin pengerjaan bandara dan infrastrukturnya tak sesuai target waktu.

Apakah tidak terlambat sekali dibenahi?
Saya pikir tak ada kata terlambat. Peningkatan infrastruktur sangat memungkinkan dilakukan tahun ini karena pemerintah pusat mengalokasikan dana sebesar 300 miliar dollar AS dari APBN. Dana itu seluruhnya dialokasikan untuk perbaikan infrastruktur, baik untuk transportasi darat maupun laut. (*)

Irfan Mutyara

Berkunjung ke berbagai belahan dunia, bertemu calon-calon investor asing, dan berbicara di sejumlah forum lokal dan nasional, Irfan Mutyara cuma mengingatkan dua kata kunci yang betul-betul menjadi ‘’kunci’’ ke arah pertumbuhan ekonomi daerah. Dua akar persoalan yang telanjur klasik di republik ini. Saking klasiknya justru nasibnya mirip genre musik klasik: didengarkan sebagai pengantar tidur saja!

‘’INFRASTRUKTUR dan kepastian hukum. Saya tegaskan sekali lagi: cuma dua ini saja. Kalau dua ini ada, kekurangan yang lain itu boleh dianggap tak ada,’’ katanya berulangkali. Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Sumut ini mengulangi konklusinya itu di forum yang mempertemukan kalangan dunia usaha dengan Wapres Budiono, Menteri Perhubungan EE Mangindaan, dan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Dalam kesempatan itu, Irfan yang ditunjuk sebagai juru bicara Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) koridor barat menyinggung kelambanan pembenahan infrastruktur di jalur transsumatera, program jalan tol di Sumut, Kawasan Industri Sei Mangke sebagai akselerator MP3EI, dan keterlambatan pembangunan bandara Kualanamu dan akses yang menyertainya.

Irfan tak lupa menyoroti truk-truk yang mengalami kesulitan penyeberangan di pelabuhan Bakaheuni, Lampung. Untuk mengatasi stagnasi (jam) di pelabuhan penyeberangan Jawa-Sumatera tersebut Irfan meminta Dephub menambah kapal RORO agar truk bisa tiba lancar dan tiba di tempat tepat waktu. Bila itu tak diatasi cepat akan berimplikasi pada transportasi biaya tinggi yang muaranya berimbas pada komponen harga jual.

Masalah pembangunan jalan tol Medan-Kualanamu, Medan-TebingTinggi, dan Medan-Binjai juga mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat. Di depan forum, Irfan mengatakan, Wapres Budiono berjanji mensuppor secara penuh. Apa yang disampaikan Wapres kembali dikonfirmasi oleh Irfan kepada Menteri BUMN. ‘’Terus terang selesai acara formal saya langsung temui Pak Dahlan,’’ ungkap Irfan. Di situ, Irfan menegaskan   kalangan dunia usaha- yang tergabung dalam Kadinda Sumut- meminta pembangunan Kawasan Industri Sei Mangkei (KISM) dipercepat.

Di depan Menteri BUMN pula, Irfan menyampaikan, bila Kadinda Sumut terus mendorong terbentuknya task force untuk percepatan pembangunan Sei Mangkei. Kawasan Sei Mangke adalah kawasan terpadu agroindustri yang memiliki luas 2002,77 hektare. Dari jumlah itu ada 60 persen yang diperuntukkan sebagai kawasan industri. Karena itu, katanya, semua pihak perlu mendorong pengembangan KISM karena merupakan proyek unggulan Sumut di koridor Barat dalam program MP3EI.

“KISM selain 60 persen sebagai kawasan industri, ada juga lahan penunjang dan komersil 40 persen, sehingga diharapkan dapat memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi Sumut,” katanya. Menjadi fokus dalam diskusi kecil antara keduanya adalah masalah lahan 5.000 hektare milik PTPN 2 yang segera selesai hak guna usaha (HGU)-nya. Jika tiba waktunya lahan bekas perkebunan itu akan dikembalikan ke Pemprovsu. Kelak pemerintah yang akan mengeluarkan kebijakan atas peruntukan lahan tersebut, apakah didistribusikan kepada warga, membangun sekolah, atau lainnya.

‘’Pemprovsu berkeinginan membangun kota baru di tempat tersebut,’’ tukas Irfan. Poin inilah yang didalaminya bersama Dahlan Iskan. Ditanyai apa respons Menteri ketika itu, Irfan menjawab: ‘’Pak Dahlan bilang oke-oke. Kita segera atur itu.’’

Diskusi infrastruktur itu berlanjut pada persoalan lahan milik PTPN yang tak pernah tuntas meski kepala daerah (baca: gubernur, Red) terus berganti. “Jangan lagi soal kepastian hukum. Lihat saja kasus sengketa lahan di Kawasan Industri Medan (KIM), perusahaan PMA juga ikut jadi korban. Mafia tanah leluasa bermain-main,’’ katanya.

Irfan mengingatkan perlunya menegakkan berbagai kebijakan menarik minat investasi, termasuk mempercepat penyediaan infrastruktur yang dibutuhkan investor. Dia memberi contoh, pemerintah harus membuat landasan hukum yang lebih kuat dengan merevisi UU No.20/1961 tetang Pencabutan Hak Atas Tanah Bagi Kelancaran Proses Pengadan Tanah untuk Kepentingan Umum.

Guna menggesa pengadaan lahan dibutuhkan sebuah Peraturan Pemerintah Penggganti Undang-undang (Perpu) tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Materi aturannya adalah mengatur ketat pembebasan lahan bagi kepentingan umum, siapapun yang tinggal di atas tanah itu haknya dicabut demi hukum. ‘’Saya sudah speechless bila ditanyai soal ini. Satu-satunya cara pemerintah harus tegas. Gunakan dan jalankan kewenangan yang ada!’’ katanya. (valdesz)

Pembebasan Lahan itu PR Besar Pemprovsu

Soal pembebasan jalan tol bandara Kualanamu, Irfan berulangkali resah atas kelambanan Pemprovsu. Bukan cuma gregetan karena Sumut terlambat sekali mendapatkan bandara baru berkelas internasional. Tapi lebih dari itu. Pertumbuhan investasi di sekitar area bandara internasional Kualanamu juga kena imbasnya. Jika kelak beroperasi Irfan yakin segudang potensi bisnis- dari skala retail, UKM, hingga megabisnis- akan memicu pertumbuhan ekonomi di Medan, Deli Serdang dan wilayah sekitarnya. Efek domino pengembangan bandara ini yang ditunggu banyak kalangan sebetulnya. Keresahan Irfan ini terekam dalam wawancara dengan wartawan Sumut Pos Valdesz Junianto, Selasa (6/3). Penjelasan Irfan ini juga pernah dimuat di halaman ‘’SOROT’’ pekan lalu. Berikut petikannya:

Apa target ekonomi paling dekat dari beroperasinya Kualanamu?  
Dengan beroperasinya Bandara Kuala Namu akhir 2012 di Sumut, Sei Mangke ditetapkan sebagai bagian dari Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Pemerintah sudah meluncurkan program MP3EI yang diharapkan bisa mengundang investasi senilai Rp4.000 triliun. Peluncuran MP3EI ini ditandai dengan dimulainya proyek-proyek besar yang pencanangannya akan dipusatkan pada empat lokasi, yaitu Sei Mangke, Sumatera Utara, Cilegon, Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat), dan Timika Papua dengan pembangunan 17 proyek besar.

Seperti apa gambarannya?
Proyek ini dilakukan secara bertahap dan konektifitas kawasan Sei Mangke ke Bandara Kualanamu harus ada akses khusus. Sebab di lokasi itu direncanakan dibangun proyek pembangunan Kawasan Industri Kelapa Sawit Sei Mangke oleh PTPN III. Pelaksanaan mega proyek ini membutuhkan kerja sama antara akademisi dan pemerintah. Jadi pembangunannya sesuai dengan yang diharapkan. Seminarnya juga sudah dilaksanakan.

Kadinda sendiri melihat seperti apa perkembangan Kualanamu?
Ya kalau dibilang jelas lari dari target waktu. Semuanya molor. Ini akibat ketidakmampuan kita menyelesaikan masalah-masalah nonteknis. Misalnya saja pendekatan sosial soal pembebasan lahan untuk infrastruktur. Ini membuat pembangunan menjadi terputus-putus dan tidak sinkron. Kalau mau cepat ya, kita harus kompak. Seluruh elemen harus bekerja dan kompak.

Deskripsinya seperti apa memang?
Begini, pembangunan jalan tol Medan-Kualanamu itu proyek tol sepanjang 60 kilometer yang akan melalui rute Medan-Lubuk Pakam-Kualanamu hingga Tebing Tinggi. Proyek ini salah satu proyek prioritas yang diserahkan pelaksanaannya kepada Kementerian Pekerjaan Umum. Pembagiannya, pemerintah melaksanakan bagian dari Medan-Lubuk Pakam-Kuala Namu sepanjang 24 km, dengan kebutuhan lahan sebesar 197,94 hektare dan nilai investasi sekitar Rp1,75 triliun. Sementara dari Kuala Namu hingga Tebing Tinggi sepanjang 36 kilometer dengan kebutuhan lahan 243,59 hektare dan nilai investasi Rp 2,6 triliun.

Terus kendalanya?
Saat ini realisasi pembebasan tanah di ruas tol Medan-Kualanamu mencapai 46,47 persen atau sekitar 95,58 hektare dari toTal kebutuhan luas lahan 206,27 hektare. Artinya, masih ada sekitar 110 hektar lahan lagi yang harus dibebaskan di ruas tol tersebut. Ini kan sedang dikebut saat ini.

Soal infrastruktur ini kayaknya berat sekali ya?
Betul. Padahal ini sesungguhnya faktor krusial bila kita bicara poin pertumbuhan ekonomi. Kami berulangkali mendesak Pemrovsu dan Pemkab Deli Serdang agar lebih serius membangun infrastruktur. Apalagi itu merupakan rekomendasi utama dari hasil rapat pimpinan nasional (Rapimnas) di Jakarta beberapa waktu lalu. Pembangunan infrastruktur merupakan rekomendasi utama yang disampaikan Kadin kepada pemerintah pada Rapimnas. Sampai saat ini infrastruktur masih menjadi masalah utama dalam peningkatan perekonomian dan investasi di Indonesia, tidak terkecuali Sumut. Apabila hal itu tidak juga dibenahi tahun ini dikhawatirkan akan sulit peningkatannya ke depan. Cukuplah pusat memikirkan anggaran dan mengurusi teknis pembangunannya. Tak perlu mereka turun tangan mengurusi strategi pembebasan lahan. Ini yang bikin pengerjaan bandara dan infrastrukturnya tak sesuai target waktu.

Apakah tidak terlambat sekali dibenahi?
Saya pikir tak ada kata terlambat. Peningkatan infrastruktur sangat memungkinkan dilakukan tahun ini karena pemerintah pusat mengalokasikan dana sebesar 300 miliar dollar AS dari APBN. Dana itu seluruhnya dialokasikan untuk perbaikan infrastruktur, baik untuk transportasi darat maupun laut. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/