31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Mu’jizat Besar Bernama Rosy

Kini, setelah jadi konglomerat papan atas Indonesia, Tahir dikenal begitu banyak memiliki kegiatan sosial. Termasuk yang bekerjasama dengan Bill Gate. Itu dia lakukan untuk memenuhi wasiat bapaknya, yang meninggal karena stroke lebih dari 20 tahun yang lalu. Wasiat itu diucapkan di tahun 1966. Saat nama Tahir ditetapkan oleh bapaknya sebagai pengganti namanya yang lama: Ang Tjoen Ming.

Wasiat itu intinya: Tahir, namamu nama Indonesia. Hanya satu kata. Kamu lahir di Indonesia. Besar di Indonesia. Mendapat hidup dari Indonesia. Kamu adalah orang Indonesia. Dan akan mati di Indonesia. Mengabdilah untuk Indonesia.

Sejak hari itu bapaknya, yang kelahiran Fujian, memanggilnya dengan nama Tahir. Mula-mula, karena belum terbiasa, nama Tahir diucapkan bapaknya dengan susah payah. Tapi lama-lama terbiasa: Tahir!
Meski tidak pernah percaya pada ramalan, Tahir merasa keberuntungannya begitu banyak dalam hidupnya. Yakni ketika bertemu orang yang tidak disangka-sangka menolongnya.

Seorang pejabat bea cukai di Singapura, tanpa dimintanya tiba-tiba menawarinya modal. Dirjen perdagangan luar negeri yang tanpa dia minta memberinya kuota ekspor garmen ke Amerika. Wakil menteri keuangan yang tidak dia sangka memperlancar ijinnya mendirikan bank. Dan tentu Dr Mochtar Riyadi yang kok bisa-bisanya mengambilnya jadi menantunya.

Menarik juga bagian buku yang menceritakan saat Tahir berhasil mendirikan bank. Saat itu, mertuanya gagal mendapat ijin serupa. Diceritakan bagaimana dia harus bersikap menghadapi keinginan mertuanya. Sebuah pelajaran memadukan sikap hormat dan teguh yang piawai.

Tapi, tulis Tahir, semua itu tidak ada artinya. Keberuntungannya menumpuk harta, memperbanyak asset dan memperbesar kekayaan itu kalah dengan keberuntungannya yang satu ini: mengawini Rosy. “Keberuntungan saya yang paling besar adalah bukan asset, bukan momen bisnis. Keberuntungan saya paling besar adalah Rosy”.

“Dia mukjizat paling besar dalam hidup saya”.

Sayangnya, Rosy tidak tampak hadir saat buku ini diluncurkan di sebuah pesta besar di Hotel Shangrila, Jakarta, pekan lalu. Tidak juga mertua dan ipar-iparnya. (*)

Kini, setelah jadi konglomerat papan atas Indonesia, Tahir dikenal begitu banyak memiliki kegiatan sosial. Termasuk yang bekerjasama dengan Bill Gate. Itu dia lakukan untuk memenuhi wasiat bapaknya, yang meninggal karena stroke lebih dari 20 tahun yang lalu. Wasiat itu diucapkan di tahun 1966. Saat nama Tahir ditetapkan oleh bapaknya sebagai pengganti namanya yang lama: Ang Tjoen Ming.

Wasiat itu intinya: Tahir, namamu nama Indonesia. Hanya satu kata. Kamu lahir di Indonesia. Besar di Indonesia. Mendapat hidup dari Indonesia. Kamu adalah orang Indonesia. Dan akan mati di Indonesia. Mengabdilah untuk Indonesia.

Sejak hari itu bapaknya, yang kelahiran Fujian, memanggilnya dengan nama Tahir. Mula-mula, karena belum terbiasa, nama Tahir diucapkan bapaknya dengan susah payah. Tapi lama-lama terbiasa: Tahir!
Meski tidak pernah percaya pada ramalan, Tahir merasa keberuntungannya begitu banyak dalam hidupnya. Yakni ketika bertemu orang yang tidak disangka-sangka menolongnya.

Seorang pejabat bea cukai di Singapura, tanpa dimintanya tiba-tiba menawarinya modal. Dirjen perdagangan luar negeri yang tanpa dia minta memberinya kuota ekspor garmen ke Amerika. Wakil menteri keuangan yang tidak dia sangka memperlancar ijinnya mendirikan bank. Dan tentu Dr Mochtar Riyadi yang kok bisa-bisanya mengambilnya jadi menantunya.

Menarik juga bagian buku yang menceritakan saat Tahir berhasil mendirikan bank. Saat itu, mertuanya gagal mendapat ijin serupa. Diceritakan bagaimana dia harus bersikap menghadapi keinginan mertuanya. Sebuah pelajaran memadukan sikap hormat dan teguh yang piawai.

Tapi, tulis Tahir, semua itu tidak ada artinya. Keberuntungannya menumpuk harta, memperbanyak asset dan memperbesar kekayaan itu kalah dengan keberuntungannya yang satu ini: mengawini Rosy. “Keberuntungan saya yang paling besar adalah bukan asset, bukan momen bisnis. Keberuntungan saya paling besar adalah Rosy”.

“Dia mukjizat paling besar dalam hidup saya”.

Sayangnya, Rosy tidak tampak hadir saat buku ini diluncurkan di sebuah pesta besar di Hotel Shangrila, Jakarta, pekan lalu. Tidak juga mertua dan ipar-iparnya. (*)

Artikel Terkait

Debat

Kisah Ikan Eka

Guo Nian

Sarah’s Bag Itu

Freeport

Terpopuler

Artikel Terbaru

/