Oleh: Dahlan Iskan
Menteri BUMN
“LIHAT mata ikan ini, Pak, warnanya putih!” ujar awak kapal itu sebelum menjatuhkan ikan beku sebesar bayi tersebut ke meja di depan saya. “Ini pertanda pembekuannya sempurna,” tambahnya.
Dia menjatuhkan ikan itu dari ketinggian yang cukup untuk menguji tanda kesempurnaan berikutnya: benturan ikan dengan meja tersebut menimbulkan suara “cling” yang keras.
Setelah dibekukan sampai -60 derajat Celsius, ikan itu memang keras sekali. Tidak usah khawatir turun kualitasnya, apalagi membusuk.
Nelayan di Bacan, satu pulau di Maluku Utara, menonton adegan tersebut dengan antusias. Itulah untuk pertama kalinya BUMN menempatkan kapal ikan di sana. Kapal ikan modern yang dilengkapi cold storage minus 60 derajat dengan kapasitas 150 ton.
Jumat minggu lalu, setelah ke Aceh Timur dan Arun, saya memang keliling ke Ternate, Pulau Bacan, dan ke Buli, ibu kota Halmahera Timur. Inilah kunjungan untuk menyaksikan hidupnya kembali usaha perikanan BUMN di “ibu kota ikan” Indonesia itu. BUMN pernah punya pusat perikanan di Bacan, tapi sudah lama sekali mati. Namanya PT Usaha Mina. Dia ibarat kucing yang mati di pasar ikan.
Lokasi almarhum tersebut masih ada: 5 hektare. Ditumbuhi semak. Bangunannya masih ada: kusam dan berantakan. Tulisan PT Usaha Mina masih terbaca: samar-samar. Artinya, dia sudah mati, tapi mayatnya masih utuh.
Upacara besar untuk menandai hidupnya kembali si almarhum dilakukan di Bacan. Gubernur baru Maluku Utara yang juga seorang ulama terkemuka Abdul Gani Kasuba ikut hadir. Beliau datang dari Ternate dengan speedboat yang mengarungi laut selama tiga jam. Bupati setempat yang juga ulama dan seorang doktor sastra Arab lulusan Islamabad, Pakistan, tampak selalu tersenyum.
Ini memang hari istimewa: BUMN perikanan hadir kembali di Bacan. Namanya: PT Perikanan Nusantara (Perinus). Kehadiran Perinus di kuburan PT Usaha Mina itu ditandai dengan beroperasinya pabrik es baru dan beroperasinya kapal ikan yang dilengkapi cold storage 150 ton tadi.
Gubernur dan bupati ini kebetulan memang kakak beradik. Dua-duanya lulusan Pesantren Al Khairat Bacan. Karena itu, keduanya ingat betul kejayaan Usaha Mina di Bacan sampai kematiannya yang diratapi seluruh penduduk Bacan.
“Pernah kami mencoba membantu menghidupkannya. Kami bantu dengan APBD Rp5 miliar, tapi mati lagi,” ujar Bupati Muhammad Kasuba yang sekarang sudah menjalani periode kedua di tahun keempat masa jabatannya.
Kepada ribuan masyarakat yang hadir di upacara itu, saya minta maaf: baru sekarang bisa menghidupkan kembali BUMN perikanan di Bacan. PT Perinus memang baru saja sehat kembali setelah bertahun-tahun seperti dalam keadaan pingsan.
Waktu saya diangkat sebagai menteri tiga tahun lalu, Perinus secara teknis sudah bangkrut. Utangnya dan akumulasi kerugiannya lebih besar daripada asetnya. Maka, saya minta direksi Perinus segera mengurangi utang dan menyelesaikan akumulasi kerugian dengan melakukan kuasi reorganisasi.
Direksi Perinus lantas bekerja keras dan membersihkan semua unit usahanya dari tikus-tikus berkaki dua. Abdussalam Konstituanto, Dirut Perinus yang baru, mulai menghidupkan unit usaha perikanan yang sudah mati di Bitung (Sulut). Berhasil. Lalu menghidupkan yang di Ambon. Berhasil. Menghidupkan yang di Benoa (Bali). Berhasil. Lalu menghidupkan yang di Sorong (Papua Barat). Juga berhasil.
Maka, kalau baru sekarang bisa menghidupkan yang di Bacan, memang Perinus tidak bisa melakukan semua itu sekaligus. Ibarat orang yang baru keluar dari opname di rumah sakit, Perinus tidak bisa langsung disuruh lari ke Bacan. Nanti jatuh lagi. Dia juga belum bisa dibebani benda yang berat di pundaknya. Nanti opname lagi. Apalagi, dia harus menanggung sendiri semua biaya penyehatan itu tanpa dana APBN.
Selama berada di Bacan, semula saya ingin bermalam di kapal ikan yang baru. Ini karena semua hotel penuh: ada pemilihan ulang anggota DPR di seluruh TPS di sana. Ketika kita semua sudah lupa pemilu, di sana masih ada pileg untuk menentukan siapa-siapa tiga anggota DPR yang mewakili Maluku Utara nanti. PDIP sudah pasti dapat satu kursi. Golkar juga dapat satu kursi. Pileg ulangan ini menentukan untuk siapa sisa satu kursi lagi: PKS atau PAN.
Malam itu gelombang sangat besar. Saya batalkan tidur di kapal. “Pak Dahlan, pemda punya guest house. Tolong jangan di kapal,” pinta Pak Bupati setelah menjamu kami makan malam dengan menu ikan bakar yang betul-betul fresh from the sea. Ditambah makanan pokok setempat: papeda (bubur sagu), singkong rebus, dan pisang mulubebe sebagai pengganti nasi.
Pagi-pagi, setelah senam masal Dahlan Style dan peresmian Senam Nusantara (senam resmi Maluku Utara), saya pun ke Buli, ibu kota Halmahera Timur. Semula saya hanya ingin meninjau investasi PT Antam sebesar Rp25 triliun di sini. Tapi, Bupati Halmahera Timur Drs H Rudi Irawan, yang ikut menyambut saya, curhat soal perikanan juga.
Maka, kami buatlah rencana baru: perikanan koridor Halmahera Timur-Sorong. Jarak dua wilayah ini tidak jauh. Hanya dipisahkan Kabupaten Raja Ampat. Seorang manajer Perinus langsung tidak boleh pulang hari itu. Untuk merumuskan model bisnis perikanan koridor baru Sorong-Halmahera Timur.
Hiduplah Perikanan Nusantara. Tentu jangan sampai mati lagi.(*)