Rustono yang memegang rahasianya. Tidak ia berikan ke pemegang waralabanya: ragi. Di negara mana pun tempe dibuat: raginya harus dibeli dari Rusto’s Tempeh.
Kini literatur dunia tentang tempe selalu mengacu pada Rusto’s Tempeh.
”Banyak yang datang ke sini belajar bikin tempe,” ujar Rustono. Waralabanya yang di negara manca itu semua pernah ke Kyoto. Dua minggu tinggal di rumah Rustono. Tidur di situ. Di lantai atas rumahnya itu. Sampai merasa mampu membuat tempe di negara masing-masing. Dengan merk Rusto’s Tempeh.
Memang di negara mana pun ada ragi. Dalam bahasa Inggris disebut yeast. Yang untuk bikin roti itu. Tapi ragi untuk tempe berbeda. Kalau pakai ragi roti tempenya akan warna coklat.
”Ya itulah bagian dari yang harus saya rahasiakan,” kata Rustono. ”Istri saya pun belum saya beri tahu,” tambahnya.
Rahasia itu akan ia wariskan ke anaknya. Kelak. Si sulung masih ingin bekerja dulu sebagai pemandu wisata. Di Jepang. Lalu ingin jadi pemandu wisata di Eropa. Untuk turis Jepang. Setelah puas dengan itulah. Baru akan meneruskan usaha bapaknya. Kira-kira 15 tahun lagi. Khas orang Jepang: punya perencanaan jangka panjang.
Saya menghormati kerahasiaan Rustono akan raginya. Tidak apa-apa. Mengapa? Ia tidak tahu: saya bisa bikin ragi itu. Dulu. Saat masih kecil di desa. Mudah sekali. Dan cepat sekali. Rasanya, dulu, saya selalu membuat ragi sendiri. Dari tempe yang ada. Kalau belum lupa.
Rustono yang memegang rahasianya. Tidak ia berikan ke pemegang waralabanya: ragi. Di negara mana pun tempe dibuat: raginya harus dibeli dari Rusto’s Tempeh.
Kini literatur dunia tentang tempe selalu mengacu pada Rusto’s Tempeh.
”Banyak yang datang ke sini belajar bikin tempe,” ujar Rustono. Waralabanya yang di negara manca itu semua pernah ke Kyoto. Dua minggu tinggal di rumah Rustono. Tidur di situ. Di lantai atas rumahnya itu. Sampai merasa mampu membuat tempe di negara masing-masing. Dengan merk Rusto’s Tempeh.
Memang di negara mana pun ada ragi. Dalam bahasa Inggris disebut yeast. Yang untuk bikin roti itu. Tapi ragi untuk tempe berbeda. Kalau pakai ragi roti tempenya akan warna coklat.
”Ya itulah bagian dari yang harus saya rahasiakan,” kata Rustono. ”Istri saya pun belum saya beri tahu,” tambahnya.
Rahasia itu akan ia wariskan ke anaknya. Kelak. Si sulung masih ingin bekerja dulu sebagai pemandu wisata. Di Jepang. Lalu ingin jadi pemandu wisata di Eropa. Untuk turis Jepang. Setelah puas dengan itulah. Baru akan meneruskan usaha bapaknya. Kira-kira 15 tahun lagi. Khas orang Jepang: punya perencanaan jangka panjang.
Saya menghormati kerahasiaan Rustono akan raginya. Tidak apa-apa. Mengapa? Ia tidak tahu: saya bisa bikin ragi itu. Dulu. Saat masih kecil di desa. Mudah sekali. Dan cepat sekali. Rasanya, dulu, saya selalu membuat ragi sendiri. Dari tempe yang ada. Kalau belum lupa.