‘KEJUTAN XIAOMI’ menjadi istilah baru di Korea Selatan. Dalam bahasa Mandarin, xiaomi berarti beras menir (beras yang dihancurkan kecil-kecil). Tapi, beras menir inilah yang kini sangat ditakuti Samsung. Sampai-sampai Menteri Komunikasi Korsel Choi Yang-hee mengunjungi pabrik smartphone Xiaomi di Beijing bulan lalu.
Samsung rupanya merasa terancam. Memang perusahaan baru smartphone di Beijing itu tiba-tiba saja jadi meteor. Tahun lalu Xiaomi langsung mampu menjual 70 juta smartphone. Atau naik hampir tiga kali lipat dari tahun sebelumnya. Dengan demikian, tiba-tiba saja Xiaomi telah menjadi produsen telepon pintar terbesar ketiga di dunia. Setelah Samsung dan Apple.
Memang penjualan smartphone Samsung masih di atas 300 juta, catatan tahun lalu. Tapi, untuk pasar Tiongkok Samsung sudah anjlok lebih dari separonya. Samsung sudah kalah dari si beras menir. Bahkan sudah kalah jauh. Padahal, Tiongkok adalah pasar telepon pintar terbesar di dunia. Maka pantas kalau Samsung tersentak.
Kalau dulu kita terkejut mendengar BlackBerry mengalahkan Nokia, lalu iPhone mengalahkan BlackBerry dan akhirnya iPhone dikalahkan Samsung, kini kita lebih terkejut lagi bila si anak bawang beras menir akan mengalahkan Samsung segera. Dunia telekomunikasi memang ibarat roller coaster. Kita tidak pernah membayangkan Nokia yang begitu merajalela dengan cepat dikalahkan BlackBerry. Kejayaan BlackBerry pun hanya seumur jagung: dikalahkan Apple. Dan tak disangka-sangka, raja Amerika Serikat ini disalip perusahaan dari Asia: Samsung.
Semula Huawei-lah yang disangka akan menjadi penantang terberat Samsung. Produk terbaru Huawei, Ascend 4G LTE, yang saya gunakan saat ini, luar biasa canggihnya. Sambutan dari pasar di Tiongkok pun gegap gempita. Untuk bisa membeli Huawei Ascend 4G LTE, harus antre seperti dulu orang Amerika antre beli iPhone.
Tapi, tiba-tiba ada Xiaomi. Muncul langsung bikin kejutan. Perusahaan si beras menir ini baru didirikan tahun 2010. Bahkan, orang di Indonesia pun belum banyak yang tahu. Tiba-tiba saja menjadi nomor tiga di dunia: mengalahkan Lenovo dan LG. Juga mengalahkan Huawei.
Maka pertempuran akan kembali seru. Dulu Amerika melawan Eropa. Lalu Asia melawan Amerika. Kini pertempuran akan terjadi sesama Asia, bahkan sesama Tiongkok. Xiaomi langsung begitu hot. Bahkan tahun ini mulai masuk pasar internasional. Minggu lalu, saat launching di Singapura, Xiaomi bikin gempar: stoknya langsung habis dalam dua menit.
Bagaimana mungkin perusahaan yang belum berumur lima tahun sudah begitu suksesnya? Ini tak lain karena strategi pendiri perusahaan itu, Lie Jun: gerak cepat. Lei Jun kini baru berumur 45 tahun. Gayanya mirip sekali dengan Steve Jobs, pendiri Apple. Ke mana-mana Lei Jun hanya mengenakan kaus hitam dengan celana jins.
Seperti Steve Jobs, Lei Jun juga mencapai kekayaan pertama USD 1 miliar (Rp 12,5 triliun) saat berumur 41 tahun. Kini kekayaan Lei Jun sudah mencapai USD 12 miliar. Berarti setiap tahun naik Rp30 triliun. Dia sudah menjadi orang terkaya nomor 26 di Tiongkok.
Sukses Lei Jun dimulai dari kejengkelannya saat bekerja di perusahaan sebelumnya. Dia merasa ide-idenya tidak cepat mendapat muara. Dia pun bertekad mendirikan perusahaan sendiri dan akan merespons dengan cepat ide apa pun dari siapa pun. Terutama dari pengguna Xiaomi. “Kalau perlu dalam seminggu sudah menjadi kenyataan,” katanya seperti dikutip media.
Tahun 1992, ketika baru berumur 22 tahun, Lei Jun bekerja di perusahaan software antivirus: Kingsoft. Enam tahun kemudian, saat umurnya baru 29 tahun, dia sudah mencapai puncak karir sebagai CEO-nya. Tiba-tiba dengan alasan ‘kesehatan’ dia mengundurkan diri. Ternyata dia mendirikan perusahaan online penjualan buku: Joyo. Perusahaan ini lantas dia jual ke Amazon.com dengan nilai USD 75 juta atau hampir Rp1 triliun.
Langkah besar pun disiapkan: mendirikan Xiaomi. Dia mengajak sepuluh partner untuk bergabung. Salah satunya adalah Temasek, BUMN Singapura. Termasuk perusahaan Taiwan Foxconn. Yang dulu sudah firm ingin masuk Indonesia, tapi tidak ada kabarnya lagi saat ini. Kini aset Xiaomi sudah mencapai USD 46 miliar.
Xiaomi ini dibuat sangat mirip (tampilan maupun kualitasnya) iPhone. Tapi dengan harga kurang dari separonya. Di Tiongkok, pasar smartphone terbesar di dunia, iPhone 4s dijual USD 790, sedangkan Xiaomi MI One dijual hanya USD 320. “Harga itu hanya sama dengan harga pembelian material bahan baku,” ujar Lei Jun.
Ini berarti Xiaomi tidak ambil keuntungan dari penjualan telepon pintarnya. Xiaomi akan ambil keuntungan dari software, aksesori, dan bahkan merchandise-nya. Xiaomi memang menciptakan maskot. Dijual dalam berbagai bentuk. Termasuk boneka ini: anak yang dibuat mirip kartun Poyo. Berkalung kain merah dan bertopi. Ada bintang merah di topi itu. Khas Tiongkok dan cocok untuk pasar besar di sana.
Lei Jun, kelahiran Hubei yang menamatkan SMA di Mianyang dan menyelesaikan sarjana science engineering di Wuhan University, kini dapat julukan ‘Steve Jobs’-nya Tiongkok. Rupanya gelar itu mengusiknya. Kalau Steve Jobs di Tiongkok, belum tentu dia bisa sukses. Tentu Lei Jun juga tidak mau mati muda karena kanker seperti Steve Jobs. (*)