SUMUTPOS.CO – Ini sehari sebelum final Piala Dunia 2018. Sebuah pesawat menuju Kroasia ‘jatuh’ sedalam 9.000 meter. Dalam waktu satu menit.
Asal pesawat itu: Dublin, Irlandia. Tapi di atas wilayah Jerman terjadi petaka: tekanan udara di dalam pesawat hilang.
Pesawat Ryan Air itu tiba-tiba seperti terhempas ke bawah. Masker oksigen keluar dari tempatnya: bergelantungan di atas tiap kursi penumpang.
Sampai di ketinggian tinggal 3.000 meter pesawat seperti ditahan spiderman. Tidak lebih jatuh lagi. Lalu stabil.
Pilot memutuskan: mendarat darurat. Di Frankfurt. Kota terbesar di Jerman itu.
Penumpangnya 189 orang. Yang 33 terluka. Ada yang keluar darah dari hidung. Atau dari telinga.
Tidak ada yang meninggal dunia. Kelihatannya penumpang kurang disiplin: banyak yang tidak mengenakan sabuk pengaman.
Lima hari sebelumnya ada kejadian yang mirip. Pesawat Air China tiba-tiba ‘jatuh’ setinggi 8.000 meter. Saat baru setengah jam terbang dari Hong Kong. Dengan tujuan Dalian, Tiongkok timur laut. Dekat Korea Utara.
Saat itu pesawat baru mencapai ketinggian normalnya: 30.000 kaki. Baru tiba di atas Xiamen. Masih tiga jam lagi ke tujuan.
Tiba-tiba tekanan udara dalam pesawat hilang. Kantong oksigen bergelantungan. Menawarkan diri untuk segera dipasang di hidung masing-masing.
Penyebabnya?
Yang tujuan Kroasia itu belum jelas. Yang pasti tidak ada hubungannya dengan final Piala Dunia 2018 tadi malam: Kroasia vs Prancis. Tidak ada satu pun penumpangnya yang suporter Kroasia.
Tapi untuk pesawat Air China yang dari Hong Kong itu urusannya panjang: pilotnya langsung dipecat.
Hanya ada lima alasan tekanan udara dalam pesawat itu hilang: mesin pesawat rusak, sistem AC tidak berfungsi, setting AC tidak tepat, badan pesawat bocor, jendela/pintu pesawat copot.
Tidak ada penyebab lainnya.