Pola ”L” yang pendek tentu bisa kita terima. Tidak mungkin dari turun langsung bisa naik. Harus melalui masa-masa mendatar dulu. Tapi, kalau ”L”-nya terlalu panjang, kematianlah yang akan dihadapi.
Kita tentu mengharapkan pola ”L” itu segera berubah menjadi ”U”. Berarti segera sembuh dari kelesuan. Lantas, segera bangkit lagi ke atas. Pemegang pena harus berusaha keras menarik pena itu untuk membuat huruf ”U”, bahkan sejak ketika huruf ”I” sedang terjadi.
Ini tidak mudah. Persyaratannya banyak. Tintanya harus ada. Penanya harus ada. Kertasnya harus ada. Yang pegang pena juga harus punya kemampuan memegang pena. Semuanya akan teratasi kalau ada keyakinan mampu mengatasinya.
Banyak ekonom yang masih memegang teori lama ini: Biarkan rupiah melemah. Itu ada baiknya. Ekspor kita akan melonjak.
Teori itu benar. Pada masanya.
Tapi, para pengusaha yang sehari-hari bergerak di bidang ekspor bisa menemukan kenyataan lain. Pembeli di luar negeri bukan pedagang yang bodoh. Mereka tahu bahwa rupiah lagi melemah. Berarti eksporter Indonesia ambil untung terlalu banyak. Mereka juga berhitung. Lalu minta harga diturunkan.
Dari pengalaman itu, kita jadi tahu bahwa teori ”rupiah melemah, ekspor akan meningkat” tersebut kini hanya berlaku sebagian.
Kita hanya bisa melihat dan mengamati. Apakah dalam waktu tiga bulan ke depan huruf ”I” itu sudah akan mulai berubah menjadi ”L”? Atau ”I”-nya masih akan lebih panjang?