26 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Dokter Erickson, Pencipta Modul Terapi Musik untuk Pemulihan ODGJ

Pantau Ekspresi Marah Pasien, Terapis Pakai Musik Rock

SUMUTPOS.CO – Pangeran Erickson Arthur Siahaan berhasil menciptakan modul terapi musik yang diklaim pertama di Indonesia. Modul tervalidasi itu khusus untuk pemulihan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Atas capaiannya tersebut, dokter spesialis kedokteran jiwa itu mendapat penghargaan dari Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri).

MUSIK bisa membuat kita lebih rileks. Itu sudah umum. Namun, berkat perkembangan keilmuan, musik kini bisa dimanfaatkan sebagai sarana terapi psikologis. Kepada Jawa Pos, dokter Erickson yang mengambil pendidikan spesialis kedokteran jiwa di Universitas Indonesia dan lulus pada 2021 itu, mengungkapkan latar belakang penciptaan modul terapi musik. Ternyata, semua berawal dari pengalaman pribadinya di masa lalu.

Dokter Erickson mengisahkan, saat remaja, dirinya sulit mengekspresikan emosinya. Baik ketika sedang senang maupun marah. Namun, ketika mendengarkan musik-musik tertentu, suasana hati dokter kelahiran Jakarta, 14 Agustus 1988, itu menjadi lebih tenang. Dia merasa lebih nyaman. Karena itu, di benaknya tebersit pikiran bahwa musik dapat menjadi sebuah terapi. Namun, Erickson remaja belum berpikir jauh. Belum ada ide untuk mengolah musik menjadi alat terapi.

Ide itu baru datang lagi ketika Erickson menjalani pendidikan dokter spesialis jiwa. “Akhirnya saya mulai mencari-cari jurnal serta teori-teori yang ada. Jadi, musik ini punya andil yang sangat besar dalam hidup saya,” ungkapnya.

Diakui laki-laki yang pernah menyabet penghargaan sebagai Abang Multitalented, Duta Pariwisata Abang None Jakarta 2013 itu, proses penciptaan karyanya memakan waktu sekitar dua tahun. Tepatnya sejak 2018 hingga 2020. Dimulai dari pembuatan modul berupa penciptaan lagu berikut validasinya, penelitian, hingga akhirnya selesai.

“Jadi, bikin modulnya secara sistematis karena ini juga dalam rangka penelitian sampai 10 sesi. Setelah selesai, dilakukan evaluasi, bagaimana kemajuan pengobatan dari awal sesi terapi musik sampai terakhir. Evaluasi dilakukan untuk menentukan ini bermanfaat atau tidak,” paparnya.

Modul terapi musik ciptaannya tersebut sudah dicoba diaplikasikan pada ODGJ berat seperti skizofrenia. Sebab, penderita skizofrenia punya penurunan kemampuan untuk mengenal emosi dasar. Penggunaan modul terapi musik tersebut setidaknya sudah diterapkan kepada 15–20 orang selama penelitian. ’’Jadi, hasilnya ternyata memang mereka (ODGJ, Red) mengalami kemajuan. Mereka bisa lebih mengerti emosi yang sedang dirasakan,’’ katanya. Selain itu, komunikasi interpersonal lebih nyambung. ’’Sebelumnya mereka sama sekali tidak mengenal emosinya. Apakah itu sedih, senang, atau marah,’’ terangnya.

Mengenai durasi terapi, dokter yang mengabdi di RSUD Cileungsi dan RS MH Thamrin Cileungsi tersebut mengatakan, tidak ada standar baku. Bergantung tujuan pengobatan. Biasanya lama terapi ditentukan sang terapis. Bisa berlangsung selama 10 sesi. Setelah 10 sesi dijalani, dilakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan terapi tersebut. “Semua usia bisa mendapatkan terapi musik, yang penting punya indra pendengaran yang baik. Karena musik didengarkan di telinga dan dipersepsikan di dalam otak,” terangnya.

Jenis musik yang digunakan untuk terapi terdiri atas berbagai genre, bergantung kebutuhan. Namun, yang biasa digunakan adalah instrumen musik klasik. Meski demikian, musik rock juga bisa digunakan ketika tujuan terapi untuk mengekspresikan perasaan marah. Musik yang digunakan bisa berupa instrumen tanpa vokal. Bisa juga musik dengan vokal seperti lagu yang biasa didengarkan sehari-hari. “Tapi, secara kaidah, terapi musik perlu dilakukan praktisi profesional. Karena itu, terapi ini sering dilakukan di institusi kesehatan, bisa klinik maupun rumah sakit,” ungkapnya.

Mendengarkan musik memang bisa dilakukan secara mandiri. Namun, menurut dr Erickson, hal itu bukan termasuk terapi musik, tapi music medicine.

Dokter Erickson menerangkan, terapi musik mengedepankan penggunaan media musik dengan berbagai jenis alat. Tujuannya juga tertentu atau spesifik. Misalnya, menenangkan pikiran, membantu partisipasi sosial, manajemen nyeri, memusatkan perhatian, hingga membantu pemulihan kondisi gangguan jiwa seperti depresi dan cemas berlebihan. ’’Terapi musik pada dasarnya dilakukan pakar yang berkompetensi di bidang terapi musik. Dalam kaitannya dengan tujuan pemulihan gangguan jiwa, terapi musik dilakukan juga oleh praktisi kesehatan jiwa seperti dokter psikiater yang memiliki interes dan kemampuan di bidang musik,’’ tuturnya.

Terapi musik, lanjut dia, tidak sekadar meminta pasien mendengarkan musik tertentu. Namun, terapi tersebut dipandu praktisi terapi musik. Tujuannya, alunan musik bisa dihayati dengan emosi tertentu.

Musik juga menjadi sarana untuk memasuki inner circle pikiran seseorang. Dengan begitu, dokter bisa mengetahui apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan pasien. Hal itu menjadi media masuk untuk psikoterapi.

Terapi juga bisa berupa bermain alat musik bersama-sama meski pasien tidak punya skill musik. “Manfaat modul terapi musik rekognisi emosi adalah membantu pengenalan kembali emosi-emosi dasar manusia yang mengalami kemunduran akibat gangguan jiwa. Terutama pada kondisi gangguan jiwa berat,” bebernya.

Menurut dia, manfaat terapi musik bisa dilihat sejak kali pertama mendapatkan terapi. Namun, secara umum, manfaat bisa dilihat saat modul terapi musik selesai. Perbedaan yang dirasakan pasien adalah terjadinya perbaikan pengenalan emosi dasar. Dengan adanya pengenalan dan persepsi emosi dasar yang benar, diharapkan pasien bisa lebih memahami kondisi diri sendiri.

“Di setiap sesi terapi musik, ada pembelajaran emosi dasar melalui musik tertentu, diskusi pengalaman yang terjadi di dalam hidup, dan hal yang ada dalam pikiran ketika mendengarkan musik tertentu,” jelasnya.

Dokter Erickson berharap modul terapi musik ciptaannya dapat diaplikasikan di dalam praktik klinis sehari-hari. Termasuk juga ada pengembangan ke tahap selanjutnya. Utamanya terkait dengan metode-metode terapi musik yang lain untuk gangguan jiwa tertentu. “Apalagi, ini juga sudah pernah mendapat rekomendasi dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia bahwa ini adalah modul terapi musik yang pertama untuk pemulihan ODGJ yang telah tervalidasi,” tandasnya. (c7/oni/jpg)

 

SUMUTPOS.CO – Pangeran Erickson Arthur Siahaan berhasil menciptakan modul terapi musik yang diklaim pertama di Indonesia. Modul tervalidasi itu khusus untuk pemulihan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Atas capaiannya tersebut, dokter spesialis kedokteran jiwa itu mendapat penghargaan dari Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri).

MUSIK bisa membuat kita lebih rileks. Itu sudah umum. Namun, berkat perkembangan keilmuan, musik kini bisa dimanfaatkan sebagai sarana terapi psikologis. Kepada Jawa Pos, dokter Erickson yang mengambil pendidikan spesialis kedokteran jiwa di Universitas Indonesia dan lulus pada 2021 itu, mengungkapkan latar belakang penciptaan modul terapi musik. Ternyata, semua berawal dari pengalaman pribadinya di masa lalu.

Dokter Erickson mengisahkan, saat remaja, dirinya sulit mengekspresikan emosinya. Baik ketika sedang senang maupun marah. Namun, ketika mendengarkan musik-musik tertentu, suasana hati dokter kelahiran Jakarta, 14 Agustus 1988, itu menjadi lebih tenang. Dia merasa lebih nyaman. Karena itu, di benaknya tebersit pikiran bahwa musik dapat menjadi sebuah terapi. Namun, Erickson remaja belum berpikir jauh. Belum ada ide untuk mengolah musik menjadi alat terapi.

Ide itu baru datang lagi ketika Erickson menjalani pendidikan dokter spesialis jiwa. “Akhirnya saya mulai mencari-cari jurnal serta teori-teori yang ada. Jadi, musik ini punya andil yang sangat besar dalam hidup saya,” ungkapnya.

Diakui laki-laki yang pernah menyabet penghargaan sebagai Abang Multitalented, Duta Pariwisata Abang None Jakarta 2013 itu, proses penciptaan karyanya memakan waktu sekitar dua tahun. Tepatnya sejak 2018 hingga 2020. Dimulai dari pembuatan modul berupa penciptaan lagu berikut validasinya, penelitian, hingga akhirnya selesai.

“Jadi, bikin modulnya secara sistematis karena ini juga dalam rangka penelitian sampai 10 sesi. Setelah selesai, dilakukan evaluasi, bagaimana kemajuan pengobatan dari awal sesi terapi musik sampai terakhir. Evaluasi dilakukan untuk menentukan ini bermanfaat atau tidak,” paparnya.

Modul terapi musik ciptaannya tersebut sudah dicoba diaplikasikan pada ODGJ berat seperti skizofrenia. Sebab, penderita skizofrenia punya penurunan kemampuan untuk mengenal emosi dasar. Penggunaan modul terapi musik tersebut setidaknya sudah diterapkan kepada 15–20 orang selama penelitian. ’’Jadi, hasilnya ternyata memang mereka (ODGJ, Red) mengalami kemajuan. Mereka bisa lebih mengerti emosi yang sedang dirasakan,’’ katanya. Selain itu, komunikasi interpersonal lebih nyambung. ’’Sebelumnya mereka sama sekali tidak mengenal emosinya. Apakah itu sedih, senang, atau marah,’’ terangnya.

Mengenai durasi terapi, dokter yang mengabdi di RSUD Cileungsi dan RS MH Thamrin Cileungsi tersebut mengatakan, tidak ada standar baku. Bergantung tujuan pengobatan. Biasanya lama terapi ditentukan sang terapis. Bisa berlangsung selama 10 sesi. Setelah 10 sesi dijalani, dilakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan terapi tersebut. “Semua usia bisa mendapatkan terapi musik, yang penting punya indra pendengaran yang baik. Karena musik didengarkan di telinga dan dipersepsikan di dalam otak,” terangnya.

Jenis musik yang digunakan untuk terapi terdiri atas berbagai genre, bergantung kebutuhan. Namun, yang biasa digunakan adalah instrumen musik klasik. Meski demikian, musik rock juga bisa digunakan ketika tujuan terapi untuk mengekspresikan perasaan marah. Musik yang digunakan bisa berupa instrumen tanpa vokal. Bisa juga musik dengan vokal seperti lagu yang biasa didengarkan sehari-hari. “Tapi, secara kaidah, terapi musik perlu dilakukan praktisi profesional. Karena itu, terapi ini sering dilakukan di institusi kesehatan, bisa klinik maupun rumah sakit,” ungkapnya.

Mendengarkan musik memang bisa dilakukan secara mandiri. Namun, menurut dr Erickson, hal itu bukan termasuk terapi musik, tapi music medicine.

Dokter Erickson menerangkan, terapi musik mengedepankan penggunaan media musik dengan berbagai jenis alat. Tujuannya juga tertentu atau spesifik. Misalnya, menenangkan pikiran, membantu partisipasi sosial, manajemen nyeri, memusatkan perhatian, hingga membantu pemulihan kondisi gangguan jiwa seperti depresi dan cemas berlebihan. ’’Terapi musik pada dasarnya dilakukan pakar yang berkompetensi di bidang terapi musik. Dalam kaitannya dengan tujuan pemulihan gangguan jiwa, terapi musik dilakukan juga oleh praktisi kesehatan jiwa seperti dokter psikiater yang memiliki interes dan kemampuan di bidang musik,’’ tuturnya.

Terapi musik, lanjut dia, tidak sekadar meminta pasien mendengarkan musik tertentu. Namun, terapi tersebut dipandu praktisi terapi musik. Tujuannya, alunan musik bisa dihayati dengan emosi tertentu.

Musik juga menjadi sarana untuk memasuki inner circle pikiran seseorang. Dengan begitu, dokter bisa mengetahui apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan pasien. Hal itu menjadi media masuk untuk psikoterapi.

Terapi juga bisa berupa bermain alat musik bersama-sama meski pasien tidak punya skill musik. “Manfaat modul terapi musik rekognisi emosi adalah membantu pengenalan kembali emosi-emosi dasar manusia yang mengalami kemunduran akibat gangguan jiwa. Terutama pada kondisi gangguan jiwa berat,” bebernya.

Menurut dia, manfaat terapi musik bisa dilihat sejak kali pertama mendapatkan terapi. Namun, secara umum, manfaat bisa dilihat saat modul terapi musik selesai. Perbedaan yang dirasakan pasien adalah terjadinya perbaikan pengenalan emosi dasar. Dengan adanya pengenalan dan persepsi emosi dasar yang benar, diharapkan pasien bisa lebih memahami kondisi diri sendiri.

“Di setiap sesi terapi musik, ada pembelajaran emosi dasar melalui musik tertentu, diskusi pengalaman yang terjadi di dalam hidup, dan hal yang ada dalam pikiran ketika mendengarkan musik tertentu,” jelasnya.

Dokter Erickson berharap modul terapi musik ciptaannya dapat diaplikasikan di dalam praktik klinis sehari-hari. Termasuk juga ada pengembangan ke tahap selanjutnya. Utamanya terkait dengan metode-metode terapi musik yang lain untuk gangguan jiwa tertentu. “Apalagi, ini juga sudah pernah mendapat rekomendasi dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia bahwa ini adalah modul terapi musik yang pertama untuk pemulihan ODGJ yang telah tervalidasi,” tandasnya. (c7/oni/jpg)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/