24 C
Medan
Saturday, December 7, 2024
spot_img

Dosen USU Edukasi Peternak Manfaatkan Feses Domba jadi Penghasilan Tambahan

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Mayoritas masyarakat Desa Tuntungan 1, Kecamatan Pancurbatu, Deliserdang, Sumatera Utara, bekerja sebagai petani dan peternak. Menyadari hal itu, dosen pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) yang tergabung dalam tim pengabdian kepada masyarakat, memberikan edukasi pemanfaatan kotoran ternak domba menjadi pupuk kompos sebagai penghasilan tambahan.

Pengabdian kepada masyarakat dengan tema Pengolahan Feses Domba di Kelompok Berkah Sejahtera sebagai tambahan pendapatan peternak yang dilakukan Prof Dr Ir Darma Bakti MS dan Fuad Hasan SPt MSi ini, berlangsung di Dusun Rampah 2, Desa Sukaraya, Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deliserdang, Senin (8/8/2022).

“Mata pencarian masyarakat di desa tersebut didominasi sektor pertanian dan peternakan, sehingga dua sektor tersebut menjadi potensi untuk terus dikembangkan. Salah satunya dengan memanfaatkan hasil sampingan dari peternakan, yaitu kotoran ternak yang dapat diolah sebagai pupuk kompos untuk tanaman,” kata Prof Darma, selaku ketua tim pengabdian.

Menurutnya, kotoran ternak banyak tersedia di kalangan peternakan, namun belum termanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, perlunya penanganan untuk mengatasi hal tersebut dengan cara pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk kompos. “Pupuk kompos merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan, dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi,” jelas Prof Darma.

Lebih lanjut disampaikannya, jenis kotoran ternak yang sering digunakan untuk pupuk kompos di antaranya feses ayam, sapi, kambing, dan feses domba. Adapun cara pengolahan pupuk kompos terbagi menjadi dua yaitu POD (pupuk organik padat) dan POC (Pupuk organik cair). “Pada kegiatan pengabdian masyarakat kali ini, kami memberikan pelatihan kepada masyarakat terkait cara pembuatan POD yang berbahan dasar feses domba yang di fermentasi menggunakan bioaktivator EM4,” ungkapnya.

Pengomposan secara alami, lanjut Prof Darma, biasanya membutuhkan waktu yang lama yaitu sekitar 2-3 bulan. Dengan adanya penambahan EM4 dapat mempercepat proses pengomposan yaitu menjadi 2-3 minggu, “Hal ini dikarenakan EM4 mengandung mikroorganisme yang bermanfaat seperti Lactobacillus, bakteri fotosintetik, actynomycetes, ragi dan jamur fermentasi. Penggunaan EM4 terbukti dapat memperbaiki kualitas tanah, memperbaiki pertumbuhan serta jumlah dan mutu hasil tanaman,” jelasnya lagi.

Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam pembuatan pupuk kompos, yaitu feses domba, dedak, EM4, molases, air, terpal, sekop, plastik PE, ember, tali plastik, dan alat penggiling/penghalus kotoran ternak. “Adapun cara pembuatan pupuk kompos ini dimulai dengan mengeringkan feses domba, kemudian dilakukan penghalusan feses, setelah itu dilakukan pengaktifan bioaktivator EM4 dengan mencampurkan molases dan air, kemudian dilakukan pencampuran feses yang telah dihaluskan, dedak, dan bioaktivator yang telah diaktifkan,” ungkapnya.

Setelah itu, lanjut Prof Darma, semua bahan diaduk sampai tercampur merata, kemudian dimasukkan ke dalam plastik PE, dan diinkubasi dalam keadaan anaerob selama 2 minggu. “Setelah 2 minggu, plastik dibuka dan diaduk-aduk bahannya agar proses aerasi berlangsung. Pupuk yang telah matang akan terasa hangat dan pupuk kompos siap digunakan,” ujarnya..

Dengan adanya program pengabdian masyarakat ini, Prof Darma berharap, dapat membantu dan meningkatkan pengetahuan masyarakat di Dusun Rampah 2, Desa Sukaraya, Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deliserdang, dalam mengelola feses domba sebagai pupuk kompos. “Semoga dapat mendukung pelaksanaan kegiatan pertanian dalam hal penyediaan pupuk kompos,” pungkasnya. (adz)

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Mayoritas masyarakat Desa Tuntungan 1, Kecamatan Pancurbatu, Deliserdang, Sumatera Utara, bekerja sebagai petani dan peternak. Menyadari hal itu, dosen pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) yang tergabung dalam tim pengabdian kepada masyarakat, memberikan edukasi pemanfaatan kotoran ternak domba menjadi pupuk kompos sebagai penghasilan tambahan.

Pengabdian kepada masyarakat dengan tema Pengolahan Feses Domba di Kelompok Berkah Sejahtera sebagai tambahan pendapatan peternak yang dilakukan Prof Dr Ir Darma Bakti MS dan Fuad Hasan SPt MSi ini, berlangsung di Dusun Rampah 2, Desa Sukaraya, Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deliserdang, Senin (8/8/2022).

“Mata pencarian masyarakat di desa tersebut didominasi sektor pertanian dan peternakan, sehingga dua sektor tersebut menjadi potensi untuk terus dikembangkan. Salah satunya dengan memanfaatkan hasil sampingan dari peternakan, yaitu kotoran ternak yang dapat diolah sebagai pupuk kompos untuk tanaman,” kata Prof Darma, selaku ketua tim pengabdian.

Menurutnya, kotoran ternak banyak tersedia di kalangan peternakan, namun belum termanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, perlunya penanganan untuk mengatasi hal tersebut dengan cara pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk kompos. “Pupuk kompos merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan, dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi,” jelas Prof Darma.

Lebih lanjut disampaikannya, jenis kotoran ternak yang sering digunakan untuk pupuk kompos di antaranya feses ayam, sapi, kambing, dan feses domba. Adapun cara pengolahan pupuk kompos terbagi menjadi dua yaitu POD (pupuk organik padat) dan POC (Pupuk organik cair). “Pada kegiatan pengabdian masyarakat kali ini, kami memberikan pelatihan kepada masyarakat terkait cara pembuatan POD yang berbahan dasar feses domba yang di fermentasi menggunakan bioaktivator EM4,” ungkapnya.

Pengomposan secara alami, lanjut Prof Darma, biasanya membutuhkan waktu yang lama yaitu sekitar 2-3 bulan. Dengan adanya penambahan EM4 dapat mempercepat proses pengomposan yaitu menjadi 2-3 minggu, “Hal ini dikarenakan EM4 mengandung mikroorganisme yang bermanfaat seperti Lactobacillus, bakteri fotosintetik, actynomycetes, ragi dan jamur fermentasi. Penggunaan EM4 terbukti dapat memperbaiki kualitas tanah, memperbaiki pertumbuhan serta jumlah dan mutu hasil tanaman,” jelasnya lagi.

Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam pembuatan pupuk kompos, yaitu feses domba, dedak, EM4, molases, air, terpal, sekop, plastik PE, ember, tali plastik, dan alat penggiling/penghalus kotoran ternak. “Adapun cara pembuatan pupuk kompos ini dimulai dengan mengeringkan feses domba, kemudian dilakukan penghalusan feses, setelah itu dilakukan pengaktifan bioaktivator EM4 dengan mencampurkan molases dan air, kemudian dilakukan pencampuran feses yang telah dihaluskan, dedak, dan bioaktivator yang telah diaktifkan,” ungkapnya.

Setelah itu, lanjut Prof Darma, semua bahan diaduk sampai tercampur merata, kemudian dimasukkan ke dalam plastik PE, dan diinkubasi dalam keadaan anaerob selama 2 minggu. “Setelah 2 minggu, plastik dibuka dan diaduk-aduk bahannya agar proses aerasi berlangsung. Pupuk yang telah matang akan terasa hangat dan pupuk kompos siap digunakan,” ujarnya..

Dengan adanya program pengabdian masyarakat ini, Prof Darma berharap, dapat membantu dan meningkatkan pengetahuan masyarakat di Dusun Rampah 2, Desa Sukaraya, Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deliserdang, dalam mengelola feses domba sebagai pupuk kompos. “Semoga dapat mendukung pelaksanaan kegiatan pertanian dalam hal penyediaan pupuk kompos,” pungkasnya. (adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/