25 C
Medan
Wednesday, May 15, 2024

Menikmati Keindahan Indonesia, 32 Hari 8 Kota

Perjalanan ini tak akan berhenti pada delapan kota saja. Masih banyak kota lain yang akan disinggahi. Dan, setiap kota memiliki daya tarik tertentu yang tentu saja menyimpan begitu banyak kesan yang bisa dibawa pulang.

Ya, mereka adalah orang yang tak mau membiarkan anugerah Tuhan. Mereka terus mencari catra untuk menikmatinya. Dan, mereka terus menjelajahi satu kota ke kota lain untuk menikmati karunia Tuhan tersebut. Mereka adalah Nirwan, Elfa, Nova, dan Elfina.

Gunung Bromo, Jawa Timur
Gunung Bromo, Jawa Timur

Untuk meraih kenikmatan itu, mereka pun tidak menggunakan jasa travel atau apapun. Mereka melakukan  backpaker. Cukup dengan dana Rp4 juta-an, mereka pun berhasil menikmati keindahan Kota Surabaya, Manado, Makasar, Malang, Solo, Semarang, Salatiga, dan Jogjakarta.

Awal perjalanan mereka mulai dari Surabaya yang terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan. Di kota ini mereka menghabiskan waktu selama delapan hari. Bukan waktu yang singkat. Pasalnya, Surabaya adalah kota yang memiliki banyak lokasi yang bisa dikunjungi. Sebut saja menjelajahi kampus-kampus hingga ke Jembatan Suramadu yang fenomenal itu. Belum lagi kegiatan-kegiatan budaya yang mampu membuka cakrawala.

Setelah delapan hari, mereka pun ke Manado, Sulawesi Utara. Taman Nasional Bunaken pun menjadi incaran mereka. Namun, untuk menuju ke lokasi ini dari Surabaya bukan pekerjaan gampang. Mereka butuh sembilan hari agar sampai ke tujuan.

Ceritanya, setelah dari Surabaya, mereka memutuskan untuk memulai perjalanan dari yang terjauh. Menempuh perjalanan tiga hari tiga malam dengan menggunakan KM Gunung Dempo. Dengan sabar menunggu selama tiga hari, Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara di depan mata jua.

Setelah cukup beristirahat di Manado, Bunaken pun langsung dituju. Dari Kota Manado ke Bunaken terbentang jarak 5.000 kaki atau 1,5 kilometer. Jarak itu bisa ditembus dengan menggunakan perahu motor dari tepian pantai di Teluk Kuala Jengki dan dikenakan biaya Rp15.000.

Bunaken, Sulawesi Utara
Bunaken, Sulawesi Utara

Di sekitar Pulau Bunaken, terdapat Taman Nasional Bunaken yang merupakan bagian dari Taman Nasional Kelautan Manado Tua. Tempat ini dikenal sebagai taman laut yang memiliki biodiversitas kelautan tertinggi di dunia. Bunaken memiliki area seluas 75.265 hektare. Namun, niat untuk langsung menyelam harus ditunda. Tidak boleh sembarang menyelam di Bunaken. Lokasi yang disediakan hanya terbatas di sekitar pantai yang mengelilingi kelima pulau di kawasan itu. Petugas taman laut melarang pengunjung menyelam sampai ke tengah laut karena dikhawatirkan akan lepas dari pantauan petugas pantai.

Bunaken mempunyai sedikitnya 40 tempat penyelaman yang kaya akan ikan-ikan tropis dan terumbu karang. Pengunjung dapat menyelam dan menyaksikan 150 spesies dari 58 genus ikan-ikan serta terumbu karang. Dijamin penyelam akan takjub dengan kekayaan taman laut ini. Sedangkan titik penyelamannya (dive spot) berjumlah 20 titik penyelaman dengan kedalaman bervariasi hingga 1.344 meter. Dari 20 titik selam itu, 12 titik selam di antaranya berada di sekitar Pulau Bunaken. Dua belas titik penyelaman inilah yang banyak dikunjungi oleh penyelam dan pecinta keindahan pemandangan bawah laut. Bukan hanya itu, sunset di sini juga bakalan membuat Anda jatuh hati dengan kawasan ini.

Setelah itu, mereka melanjuti perjalanan ke Makassar. Butuh lima hari untuk mencapai kota yang sebelumnya sempat bernama Ujungpandang itu. Sampai di kota ini, mereka langsung merasakan cuaca yang cukup panas. Mandi adalah solusi terbaik. Setelah itu, kesegaran es pisang ijo cukup membangkitkan kembali kesegaran. Tak puas, mereka melanjuti Pantai Losari yang terletak di sebelah barat kota Makassar.

Pantai ini menjadi tempat bagi warga Makassar untuk menghabiskan waktu pada pagi, sore, dan malam hari sambil menikmati pemandangan. Ditambah suasana sunset yang memukau, akan membuat Anda tahu mengapa kota ini begitu romantis dan eksotis.

Puas dengan Pantai Losari, hari lainnya kami gunakan untuk mengunjungi Bantimurung. Tempat ini memang sudah kerap dilupakan. Butuh tiga kali pergantian aangkutan kota (angkot) t atau orang sana sering menyebutnya dengan pete-pete dari Makassar untuk mencapai Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung di Bantimurung, Maros. Pertama, mereka harus naik dari Sentral, pete-pete yang menuju Terminal Daya. Untuk sekali jalan, biayanya Rp3.000 dan turun di Terminal Daya. Penanda patung ayam jantan akan tampak di tempat ini. Naiklah pete-pete jurusan Pangkajene.
Taman yang terkenal dengan jenis kupu- kupunya ini, termasuk juga pappilo dan androcles yang sudah langkah memiliki luas 480 km2. Sayangnya jumlah spesies kupu-kupu menurun secara signifikan dalam dekade terakhir.

Dalam perhitungan pertama ada 270 spesies, pada tahun 1997 jumlah hanya 147 spesies dan pada perhitungan terakhir di tahun 2010 hanya bisa ditemukan 90 spesies. Selain penurunan spesies, jumlah kupu-kupu juga telah menurun secara signifikan. Kupu-kupu bukan hanya satu objek wisata yang bisa dinikmati di Bantimurung, pasalnya di  sana juga ada air terjun dan gua mimpi.

Selanjutanya mereka terbang ke Malang menuju gunung Bromo, di tempat ini mereka menghabiskan dua hari. Di tempati ini adrenalin mereka dipacu. Keindahan yang beda terasa. Semburan debu dan pasir vulkanik pasca meletusnya Pertengahan Oktober 2010 hingga Maret 2011 menjadi kenangan spesial bagi mereka.

Ya, perjalanan cukup sulit harus mereka lewati. Bukan hanya lautan pasir yang dihadapi, untuk menuju puncak, mereka harus berjalan kaki atau naik kuda dengan gundukan pasir yang dialaskan abu vulkanik. Mobil hardtop tidak boleh mendekat sampai ke kaki gunung karena terdapat pancang-pancang besi yang membatasi kendaraan.

Tarif naik kuda sendiri sangat variatif. Ada yang menawarkan Rp50.000, ada yang Rp70.000, bahkan ada yang menawarkan ongkos Rp100.000. Namun, bila ingin lebih dalam menikmati sensasinya, berjalan kaki menjadi pilihan yang tepat. Sambil berjalan, resapi pemandangan yang indah dengan latar belakan Gunung Semeru yang selalu mengeluarkan asap raksasa secara berkala. Telusuri tiap jengkalnya.

Setelah itu, mereka pun beralih ke Jawa Tangeh, tepatnya Surakarta. Di Kota yang dikenal dengan nama Solo ini, mereka langsuing mengunjungi Pasar Klewer. Ya, pasar legendaris ini memang terkenal dengan aneka ragam jenis atau variasi batik yang bagus dan murah. Pasar ini juga memiliki koleksi batik Banyumas, Pekalongan, Madura, Jogjakarta, dan lain-lain.

Puas di Pasar Klewer mereka melanjutkan ke Keraton Solo. Mereka pun mengunjungi kota di sekitar Solo, Salatiga menjadi tujuan. Di kota ini mereka menghabiskan dua hari.

Perjalanan panjang telah mereka lalui, tanpa terasa hampir sebulan penuh kami menjajaki beberapa kota di pulau Jawa dan Sulawesi. Pemandangan nikmat, seperti pantai dan gunung telah dilalap selama perjalanan. Salatiga menjadi kota yang tepat untuk menyejukkan diri.  Kota mungil yang kental dengan warna peninggalan Belanda ini memang kerap dijadikan sebagai kota peristirahatan dengan merasakan alam yang sejuk nan segar.

Mereka pun tak lupa untuk singgah melihat patung ganesha di pertigaan Jalan Tentara Pelajar yang berhadapan langsung dengan SMA Kristen 1 Salatiga yang berada di Jalan Osamaliki. Dari Lapangan Pancasila, sembari melewati jalan ini dengan rute Lapangan Pancasila- Osamaliki- Jetis- Diponegoro. Patung Ganesha yang ukurannya cukup besar, berada tepat di tengah pertigaan jalan.

Kota terakhir yang mereka singgahi di Kota Pendidikan atau Jogjakarta. Dua hari mereka nikmati kota yang jaraknya dari Solo hanya satu sampai dua jam perjalanan itu. Dan, kota ini menjadi kota terakhir dari perjalanan 32 hari mereka.

Siapa tak kenal Jogja? Dan mereka sepakat, kota terkahir ini memang tak pernah membosankan. (mag-19)

Perjalanan ini tak akan berhenti pada delapan kota saja. Masih banyak kota lain yang akan disinggahi. Dan, setiap kota memiliki daya tarik tertentu yang tentu saja menyimpan begitu banyak kesan yang bisa dibawa pulang.

Ya, mereka adalah orang yang tak mau membiarkan anugerah Tuhan. Mereka terus mencari catra untuk menikmatinya. Dan, mereka terus menjelajahi satu kota ke kota lain untuk menikmati karunia Tuhan tersebut. Mereka adalah Nirwan, Elfa, Nova, dan Elfina.

Gunung Bromo, Jawa Timur
Gunung Bromo, Jawa Timur

Untuk meraih kenikmatan itu, mereka pun tidak menggunakan jasa travel atau apapun. Mereka melakukan  backpaker. Cukup dengan dana Rp4 juta-an, mereka pun berhasil menikmati keindahan Kota Surabaya, Manado, Makasar, Malang, Solo, Semarang, Salatiga, dan Jogjakarta.

Awal perjalanan mereka mulai dari Surabaya yang terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan. Di kota ini mereka menghabiskan waktu selama delapan hari. Bukan waktu yang singkat. Pasalnya, Surabaya adalah kota yang memiliki banyak lokasi yang bisa dikunjungi. Sebut saja menjelajahi kampus-kampus hingga ke Jembatan Suramadu yang fenomenal itu. Belum lagi kegiatan-kegiatan budaya yang mampu membuka cakrawala.

Setelah delapan hari, mereka pun ke Manado, Sulawesi Utara. Taman Nasional Bunaken pun menjadi incaran mereka. Namun, untuk menuju ke lokasi ini dari Surabaya bukan pekerjaan gampang. Mereka butuh sembilan hari agar sampai ke tujuan.

Ceritanya, setelah dari Surabaya, mereka memutuskan untuk memulai perjalanan dari yang terjauh. Menempuh perjalanan tiga hari tiga malam dengan menggunakan KM Gunung Dempo. Dengan sabar menunggu selama tiga hari, Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara di depan mata jua.

Setelah cukup beristirahat di Manado, Bunaken pun langsung dituju. Dari Kota Manado ke Bunaken terbentang jarak 5.000 kaki atau 1,5 kilometer. Jarak itu bisa ditembus dengan menggunakan perahu motor dari tepian pantai di Teluk Kuala Jengki dan dikenakan biaya Rp15.000.

Bunaken, Sulawesi Utara
Bunaken, Sulawesi Utara

Di sekitar Pulau Bunaken, terdapat Taman Nasional Bunaken yang merupakan bagian dari Taman Nasional Kelautan Manado Tua. Tempat ini dikenal sebagai taman laut yang memiliki biodiversitas kelautan tertinggi di dunia. Bunaken memiliki area seluas 75.265 hektare. Namun, niat untuk langsung menyelam harus ditunda. Tidak boleh sembarang menyelam di Bunaken. Lokasi yang disediakan hanya terbatas di sekitar pantai yang mengelilingi kelima pulau di kawasan itu. Petugas taman laut melarang pengunjung menyelam sampai ke tengah laut karena dikhawatirkan akan lepas dari pantauan petugas pantai.

Bunaken mempunyai sedikitnya 40 tempat penyelaman yang kaya akan ikan-ikan tropis dan terumbu karang. Pengunjung dapat menyelam dan menyaksikan 150 spesies dari 58 genus ikan-ikan serta terumbu karang. Dijamin penyelam akan takjub dengan kekayaan taman laut ini. Sedangkan titik penyelamannya (dive spot) berjumlah 20 titik penyelaman dengan kedalaman bervariasi hingga 1.344 meter. Dari 20 titik selam itu, 12 titik selam di antaranya berada di sekitar Pulau Bunaken. Dua belas titik penyelaman inilah yang banyak dikunjungi oleh penyelam dan pecinta keindahan pemandangan bawah laut. Bukan hanya itu, sunset di sini juga bakalan membuat Anda jatuh hati dengan kawasan ini.

Setelah itu, mereka melanjuti perjalanan ke Makassar. Butuh lima hari untuk mencapai kota yang sebelumnya sempat bernama Ujungpandang itu. Sampai di kota ini, mereka langsung merasakan cuaca yang cukup panas. Mandi adalah solusi terbaik. Setelah itu, kesegaran es pisang ijo cukup membangkitkan kembali kesegaran. Tak puas, mereka melanjuti Pantai Losari yang terletak di sebelah barat kota Makassar.

Pantai ini menjadi tempat bagi warga Makassar untuk menghabiskan waktu pada pagi, sore, dan malam hari sambil menikmati pemandangan. Ditambah suasana sunset yang memukau, akan membuat Anda tahu mengapa kota ini begitu romantis dan eksotis.

Puas dengan Pantai Losari, hari lainnya kami gunakan untuk mengunjungi Bantimurung. Tempat ini memang sudah kerap dilupakan. Butuh tiga kali pergantian aangkutan kota (angkot) t atau orang sana sering menyebutnya dengan pete-pete dari Makassar untuk mencapai Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung di Bantimurung, Maros. Pertama, mereka harus naik dari Sentral, pete-pete yang menuju Terminal Daya. Untuk sekali jalan, biayanya Rp3.000 dan turun di Terminal Daya. Penanda patung ayam jantan akan tampak di tempat ini. Naiklah pete-pete jurusan Pangkajene.
Taman yang terkenal dengan jenis kupu- kupunya ini, termasuk juga pappilo dan androcles yang sudah langkah memiliki luas 480 km2. Sayangnya jumlah spesies kupu-kupu menurun secara signifikan dalam dekade terakhir.

Dalam perhitungan pertama ada 270 spesies, pada tahun 1997 jumlah hanya 147 spesies dan pada perhitungan terakhir di tahun 2010 hanya bisa ditemukan 90 spesies. Selain penurunan spesies, jumlah kupu-kupu juga telah menurun secara signifikan. Kupu-kupu bukan hanya satu objek wisata yang bisa dinikmati di Bantimurung, pasalnya di  sana juga ada air terjun dan gua mimpi.

Selanjutanya mereka terbang ke Malang menuju gunung Bromo, di tempat ini mereka menghabiskan dua hari. Di tempati ini adrenalin mereka dipacu. Keindahan yang beda terasa. Semburan debu dan pasir vulkanik pasca meletusnya Pertengahan Oktober 2010 hingga Maret 2011 menjadi kenangan spesial bagi mereka.

Ya, perjalanan cukup sulit harus mereka lewati. Bukan hanya lautan pasir yang dihadapi, untuk menuju puncak, mereka harus berjalan kaki atau naik kuda dengan gundukan pasir yang dialaskan abu vulkanik. Mobil hardtop tidak boleh mendekat sampai ke kaki gunung karena terdapat pancang-pancang besi yang membatasi kendaraan.

Tarif naik kuda sendiri sangat variatif. Ada yang menawarkan Rp50.000, ada yang Rp70.000, bahkan ada yang menawarkan ongkos Rp100.000. Namun, bila ingin lebih dalam menikmati sensasinya, berjalan kaki menjadi pilihan yang tepat. Sambil berjalan, resapi pemandangan yang indah dengan latar belakan Gunung Semeru yang selalu mengeluarkan asap raksasa secara berkala. Telusuri tiap jengkalnya.

Setelah itu, mereka pun beralih ke Jawa Tangeh, tepatnya Surakarta. Di Kota yang dikenal dengan nama Solo ini, mereka langsuing mengunjungi Pasar Klewer. Ya, pasar legendaris ini memang terkenal dengan aneka ragam jenis atau variasi batik yang bagus dan murah. Pasar ini juga memiliki koleksi batik Banyumas, Pekalongan, Madura, Jogjakarta, dan lain-lain.

Puas di Pasar Klewer mereka melanjutkan ke Keraton Solo. Mereka pun mengunjungi kota di sekitar Solo, Salatiga menjadi tujuan. Di kota ini mereka menghabiskan dua hari.

Perjalanan panjang telah mereka lalui, tanpa terasa hampir sebulan penuh kami menjajaki beberapa kota di pulau Jawa dan Sulawesi. Pemandangan nikmat, seperti pantai dan gunung telah dilalap selama perjalanan. Salatiga menjadi kota yang tepat untuk menyejukkan diri.  Kota mungil yang kental dengan warna peninggalan Belanda ini memang kerap dijadikan sebagai kota peristirahatan dengan merasakan alam yang sejuk nan segar.

Mereka pun tak lupa untuk singgah melihat patung ganesha di pertigaan Jalan Tentara Pelajar yang berhadapan langsung dengan SMA Kristen 1 Salatiga yang berada di Jalan Osamaliki. Dari Lapangan Pancasila, sembari melewati jalan ini dengan rute Lapangan Pancasila- Osamaliki- Jetis- Diponegoro. Patung Ganesha yang ukurannya cukup besar, berada tepat di tengah pertigaan jalan.

Kota terakhir yang mereka singgahi di Kota Pendidikan atau Jogjakarta. Dua hari mereka nikmati kota yang jaraknya dari Solo hanya satu sampai dua jam perjalanan itu. Dan, kota ini menjadi kota terakhir dari perjalanan 32 hari mereka.

Siapa tak kenal Jogja? Dan mereka sepakat, kota terkahir ini memang tak pernah membosankan. (mag-19)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/