PAPUA, SUMUTPOS.CO – Jika penasaran dengan tradisi perang suku Papua, melihat panorama alam yang unik dan tak biasa, baiknya Anda terbang ke Papua. Ada Festival Lembah Baliem yang siap digelar di Lembah Baliem, Pegunungan Jayawijaya, Papua, 8-11 Agustus 2017.
Di Lembah Beliem Anda bisa melihat budaya asli dari ratusan suku yang tersebar di Papua serta beragam keunikan yang membungkus kawasan di sekitar Wamena. “Silakan ke Papua. Hanya di Festival Lembah Baliem Anda Bisamenikmati sensasi keindahan alam dan budaya Papua yang unik,” kata Menteri Pariwisata Arief Yahya, Kamis (3/8).
Tahun ini, tema yanf diusung adalah “Art of Dance & War”. Ada unsur perang di dalamnya. Dan atraksi peperangan yang dibalut tari-tarian khas Papua akan dibuat lebih megah dan meriah dibanding tahun-tahun sebelumnya. “Tarian perang itu usianya ratusan tahun. Pengunjung bisa ikut serta bila mau,” tambah Menpar.
Dan jangan takut bosan. Acara tradisi adat yang berlangsung sejak 1989 ini kepopulerannya sudah sampai kancah Internasional. Acara ini biasanya diincar oleh para travel fotografer. Indahnya pemandangan Lembah Baliem serta atraksi peperangan yang dilakukan oleh suku-suku asli Papua tersebut jadi daya tarik yang membuat mereka selalu menantikan acara ini setiap tahunnya.
“Selain aksi peperangan dan pertunjukan tradisional lainnya, wisatawan pun bisa berinteraksi langsung dengan para penduduk asli Papua. Selain itu juga banyak pemandangan indah yang bisa dinikmati selama berada di sana,” timpal Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Esthy Reko Astuti didampingi Kepala Bidang Promosi Wisata Alam Asdep Segmen Pasar Personal Kemenpar Hendry Noviardi.
Esthy menerangkan, suku-suku asli Papua yang tersebar di beberapa lokasi akan berkumpul di lembah ini saat festival berlangsung. Mulai dari Suku Dani, Suku Yali, hingga Suku Lani hadir di sana untuk memeriahkan acara tersebut. Festival Lembah Baliem merupakan acara perang antarsuku Papua yang dilakukan sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan. Para prajurit kebanggaan suku-suku tersebut akan adu kekuatan mereka.
“Tenang, walau disebut perang, acara ini aman kok disaksikan oleh wisatawan,” tambah Esthy.
Hendry Noviardi menambahkan, masih banyak acara pendukungnya. Selain tarian tradisional, ada pertunjukan musik tradisional menggunakan Pikon, karapan babi, aksi teatrikal, lomba panahan dam lempar tombak, permainan Sikoko dan Puradaan, peragaan memasak dengan cara tradisional, dan pameran kerajinan tangan masyarakat suku adat.
Selain bentang alam yang indah, lanjut Hendry, wisatawan juga bisa menyaksikan mumi. Ada tiga mumi di Distrik Kurulu, tiga mumi lagi di Distrik Assologaima, dan satu mumi di Distrik Kurima.
Mumi-mumi ini bukanlah jasad orang biasa dari suku Dani, suku mayoritas di Wamena atau Kabupaten Jayawijaya dan sekitarnya. Mereka adalah kepala-kepala suku dan panglima perang yang disegani dan menjadi panutan di masanya. Pengawetan mumi-mumi dilakukan secara tradisional itu mampu bertahan hingga ratusan tahun.
“Untuk aksi teatrikal, nantinya akan diselenggarakan selama dua hari. Suara Pikon pun akan selalu terdengar saat acara berlangsung. Pikon adalah adalah alat musik tiup yang terbuat dari kulit kayu,” terang Hendry. (rel)