Gowes Bersama Joy Riders, Komunitas Sepeda Terbesar Singapura (2-Habis)
Jalanan Singapura bakal memuaskan penggemar sepeda balap. Jalan lebar, naik-turun menantang, dan kaya variasi belokan. Tapi hati-hati, lubang besar tetap siap menerkam setiap saat.
AZRUL ANANDA, Singapura
Joy Riders, komunitas sepeda terbesar di Singapura, punya lambang menarik. Nama ‘Joy’ tentu saja diambil dari nama pemrakarsanya: Joyce Leong.
Slogan Born to Ride juga didapat dari hari istimewa Joyce, yaitu ketika ada acara gowes bareng merayakan ulang tahunnya (hari born) ke-50. Kurang lebih saat itulah ‘enam tahun lalu’ komunitas tersebut terbentuk.
Lalu, ada gambar siput. Itu juga dari julukan Joyce, yaitu Snail Queen alias Ratu Siput. Ketika ditanya kenapa itu menjadi julukan, Joyce menjawab dengan cerita.
“Dulu itu saya pernah cedera parah. Tapi, tetap ingin bersepeda. Jadi, saya tanya teman-teman, ada nggak yang mau ikut saya bersepeda pelan-pelan seperti siput. Sejak saat itu saya punya julukan Snail Queen,” tutur pensiunan advertising sales tersebut.
Meski julukannya siput, jangan remehkan Joyce Leong. Dia mampu melaju kencang, dengan mudah mencapai rata-rata di atas 35 km per jam. Kalau kita meremehkan, bisa dipermalukan!
Selain siput, di lambang Joy Riders ada pula matahari hitam dengan tulisan angka ‘5’ di tengahnya. “Itu karena kami semua selalu berkumpul pukul 5 pagi, saat masih gelap,” jelas Joyce.
Kalau penasaran dengan Joy Riders, sangat mudah menemukan mereka di Singapura. Ya pukul 5 pagi itu datang saja ke Longhouse. Yaitu, sebuah pujasera di kawasan Upper Thomson, salah satu jalan utama di Singapura.
Di sana hampir setiap hari berkumpul ratusan ‘minimal puluhan’ anggota Joy Riders yang siap riding bersama. Total anggota lebih dari 1.000 orang, tapi tidak semua ikut setiap hari.
Walau jumlahnya bisa ratusan, bukan berarti semua berangkat berbarengan. Harus terbagi dalam beberapa kelompok, masing-masing maksimal 20 orang. Kelompok cepat berangkat duluan, lalu kedua, ketiga, dan seterusnya. Kelompok newbie (peserta baru) berangkat terakhir, ditemani oleh anggota senior yang membantu memandu. Tidak ada police escort (forerider), cukup saling menjaga satu sama lain.
Anggota Joy Riders memang disiplin. Peserta wajib pakai helm, menyalakan lampu putih depan dan lampu merah belakang plus senyum! Disarankan pakai jersey seragam untuk kemudahan identifikasi. Wajib seragam saat weekend atau even khusus.
Disarankan juga membawa botol minum (tentu sangat penting!), ban dalam cadangan, uang minimal 20 dolar untuk jaga-jaga, telepon seluler, dan kalau bisa bawa pompa mini.
Larangan lain: Jangan memakai earphone dan mendengarkan musik, menelepon saat riding, atau sok pamer.
Tentu saja harus ikut aturan lalu lintas yang tertulis untuk pemakai sepeda. Termasuk berhenti saat lampu merah, mengalah kepada pejalan kaki yang menyeberang, hanya boleh memakai lajur paling kiri, maksimal berjajar dua baris, dan hanya boleh menyalip dari kanan.
Menariknya, sepeda boleh naik ke jalan tol atau jalan layang. Syaratnya ya itu tadi: harus tetap di lajur paling kiri.
Rutenya macam-macam. Setiap hari berbeda. Kalau Senin, tentu libur. Tidak ada acara resmi Joy Riders. Silakan latihan sendiri-sendiri kalau ingin latihan. Selasa dan Kamis adalah hari ‘serius’ dengan rute keliling Singapura, dengan jarak total sekitar 60 km.
Rabu dan Jumat adalah hari recovery alias santai. Jarak tempuh 35 sampai 50 km dengan kecepatan lebih rendah. Sabtu biasanya touring jauh, di atas 100 km.
Sabtu ini juga ada kelompok khusus berjulukan Secret Society (kelompok rahasia). Yaitu, berangkat lebih dulu, pukul 04.40, untuk bisa menempuh jarak sejauh mungkin. “Kami sangat suka memberi nama untuk segalanya. Supaya lebih menyenangkan,” jelas Joyce.Minggu hari santai, bersepeda ke tempat wisata atau menuju tempat makan.Joyce sendiri mengaku serius bersepeda untuk mengimbangi hobinya yang lain: makan. “Kalau saya banyak bersepeda, saya boleh banyak makan,” ucapnya, lantas tertawa.
Setiap hari rute berakhir di tempat makan pula. Joyce tampaknya suka minum Dinosaur setiap kali habis bersepeda. Yaitu, es Milo dengan tambahan bubuk ekstrabanyak!
***
Tiga kali ikut gowes bareng Joy Riders, rasanya memang mengasyikkan. Jalanan Singapura membuat bersepeda tidak membosankan. Jalan lebar-lebar, naik-turun menantang, belokan sangat variatif.
Kecepatan pun memuaskan. Saya tidak ikut kelompok cepat, yang secara konstan melaju di atas 35 km per jam (sering di atas 40 km per jam). Saya ikut kelompok kedua bersama Joyce. Di situs Joy Riders, kelompok kedua itu seharusnya melaju 33-35 km per jam. Tapi, jangan percaya tulisan begitu saja! Tetap saja kecepatan sering di atas 40 km per jam dan kalau sedang turunan (descent) dengan mudah bisa di atas 50 km per jam.
Terus terang, butuh semangat dan motivasi ekstra untuk bisa terus bersama kelompok kedua itu. Jarak tempuh 60 km diambil nyaris tanpa berhenti. Hanya sesekali berhenti kalau ada traffic light. Jangan sampai ‘putus’ dan malu. Apalagi, ada banyak anggota perempuan yang akan ‘melahap’ kita kalau kita mudah menyerah.
Pernah saya adu cepat dan ketahanan ‘lawan’ seorang perempuan umur akhir 20-an atau awal 30-an tahun. Dan dia mengaku baru saja enam pekan lalu melahirkan anak! Gile!
Jalanan mulus? Secara keseluruhan iya. Tapi, tetap hati-hati dengan lubang. Pada salah satu perjalanan Kamis pekan lalu (3/5), yang semestinya menempuh jarak 60 km, saya dapat pengalaman tidak enak itu.
Rutenya hari itu asyik. Dari Longhouse, kami ke arah utara. Ke kawasan Kranji (kalau menyeberang sudah ke Johor, Malaysia!). Lalu, ke selatan lagi via jalan layang West Coast Highway, melewati Harbour Front. Kalau mau, dari situ kita sudah melihat Sentosa Island. Dari situ, tujuannya lewat Marina Bay sebelum finis lagi di tengah kota.
Karena jalan yang relatif selalu mulus, kelompok dengan mudah melaju di atas 35 km per jam. Di jalan layang West Coast Highway, tepat di sebelah pusat perbelanjaan kondang Vivo City, saya dikejutkan oleh sebuah lubang besar.
Brakk!!!!
Sepeda saya menghantam lubang itu saat melaju sekitar 38 km per jam. Ban belakang langsung pecah, untung tidak jatuh, wheelset-nya tidak apa-apa, dan frame karbon juga tidak apa-apa. Meski dudukan as belakang bengkok, itu dengan mudah bisa diganti.
Kenapa saya khawatir? Sebab, itu sepeda pinjaman dari teman saya, Prajna Murdaya. Ribet juga kalau sampai frame-nya patah, he he he.
Ketika tahu saya punya masalah, anggota lain ikut berhenti. Padahal, saat itu di atas jalan layang serta truk-truk dan mobil-mobil mulai ramai melintas. Salah satu anggota menemani saya berjalan menuntun ke tempat yang aman, lalu berusaha membantu membetulkan sepeda.
Di Joy Riders, ketika ada masalah, minimal satu anggota lain harus membantu. Khususnya yang hari itu tidak tergesa-gesa harus segera kembali dan bekerja.
Sayang, waktu itu tidak sempat dilakukan perbaikan. Akhirnya, dia menemani saya turun jalan layang, mencari bus stop, dan mencari taksi!
Ini enaknya di Indonesia, ada tukang tambal ban di mana-mana!
Kata Prajna, kita memang harus benar-benar berhati-hati dengan lubang jalanan di Singapura. “Lubang bisa tiba-tiba menerkam begitu saja,” ujarnya.
Siangnya, saya pun membawa sepeda itu ke toko/bengkel sepeda yang sesuai. Dan di Singapura, ada puluhan toko sepeda mengasyikkan. Jadi, senang-senang saja pergi ke toko-toko itu!
***
Seperti ditulis di atas, setiap acara gowes bareng berakhir di kawasan makan. Misalnya, pujasera di Newton Square, dekat kawasan Bukit Timah. Di sana tentu saja semua asyik ngobrol seputar sepeda.
Salah satu tema: rencana touring bareng ke luar negeri, seperti ke Malaysia, Tiongkok, atau Spanyol.
Tema lain: urusan beli sepeda baru. David Lavery, seorang pengacara asal Kanada, mengaku baru saja berbuat ‘dosa’ dan membeli sepeda baru.
Dia menyampaikan gurauan, menyampaikan ungkapan dari sebuah komunitas serius di Italia soal jumlah sepeda yang harus kita miliki. “Ada dua pegangan soal jumlah sepeda yang harus kita punyai. Satu adalah N + 1, di mana N adalah jumlah sepeda yang kita miliki sekarang. Jadi, intinya, kita harus selalu menambah sepeda!” katanya, lantas tertawa.
“Yang satu lagi adalah S – 1,” tambah Lavery. “S adalah jumlah sepeda yang dimiliki yang akhirnya mengakibatkan kita bercerai dengan istri atau suami,” lanjutnya, disambut tawa yang lain.
Meski bicara soal sepeda baru, harus ditegaskan bahwa Joy Riders sangat tidak gengsi-gengsian. Road bike yang dipakai sangat beragam, kebanyakan justru yang masuk kategori harga terjangkau.
Joyce selalu menyampaikan ungkapan ini di e-mail-nya: “The happiest people don”t have the best of everything. They just made the best of everything.”
Artinya: Orang paling bahagia bukanlah orang yang memiliki segala hal yang terbaik. Melainkan, orang yang mampu memaksimalkan segala hal yang mereka miliki”. (*)