27 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Bebas dari Tangan-tangan Jahil Manusia

Taman Eden 100 yang dikelola keluarga Leas Sirat memiliki luas 40 hektare (ha) dari 1.980 ha yang tersedia. Terletak di antara 20-30 derajatĀ  lintang utara hingga 20-42 lintang utara, Taman Eden menawarkan kekhasan tersendiri seperti gua kelelawar dan air terjun yang menawan.

BUAH: Dua siswa memetik buah strawberry  Taman Eden 100, belum lama ini.//M Sahbainy Nasution/sumut pos
BUAH: Dua siswa memetik buah strawberry di Taman Eden 100, belum lama ini.//M Sahbainy Nasution/sumut pos

Untuk mencapai taman ini dibutuhkan 20 menit perjalanan darat dari Kota Parapat. Atau, sekitar 16 kilometer (km) dari Parapat dan 55 km dari Kota Balige. Taman yang dikenal dengan keaslian alamnya ini berbatasan dengan Kabupaten Asahan di sebelah barat laut timur dan Kabupaten Simalungun di sebelah barat laut. Sedangkan di bagian selatannya terdapat jalan raya lintas Sumatera.

Diperkirakan 900 ha daerah hutan ini terdiri dari tebing tinggi dan sungai yang terjal serta deras. Sehingga hampir luas wilayah ini belum tersentuh tangan manusia.

Sekitar 40 ha tadi dikelola di bawah naungan Yayasan Elsaddai. Yayasan yang diketuai oleh Marandus Sirait (masih keluarga Leas Sirait) ini bergerak di bidang pelestarian alam.

Menurut sejarah, awal mulanya Leas Sirait menanam 100 pohon di lokasi tersebut. Dari 100 pohon tersebut kemudian berkembang banyak. Ujung-ujungnya, taman itu pun diberi nama dengan Taman Eden 100.

Awalnya, hutan wisata Taman Eden 100 lebih difungsikan keluarga Sirait sebagai kawasan wisata rohani umat Nasrani yang mengadakan kegiatan kerohanian dengan memedomani Firman Tuhan yang terdapat dalam Al Kitab yakni, ā€œUsahai dan lestarikan bumiā€ (Kejadian: 2;15).
Hingga akhirnya, pada Mei 2000 lokasi ini diresmikan menjadi daerah konservasi Sumber Daya Alam (SDA) oleh Pemerintah Kabupaten Tobasa (Toba Samosir).

Lokasi perbukitan ini mempunyai kekayaan alam yang sangat memesona. Pada 1985 seorang turis yang bernama Mr Janggle memasuki Desa Sionggang Utara dan melakukan ekspedisi ke dalam hutan dan tanpa sengaja sampai ke Gua kelelawar dan Bukit Manja yang dimiliki keluarga Leas Sirait.
Dari kunjungan itulah Mr Janggle bercerita pada Leas kalau tanah yang dikuasainya itu memiliki kekayaan yang luar biasa. Menyadari itu, Leas langsung membangun kawasan konservasi tersebut.

Saat ini, Taman Eden 100Ā  memiliki 350 jenis pohon yang telah terindetifikasi, terdapat juga air terjun tujuh tingkat dan dua tingkat, rumah Tarzan, dan gua kelelawar. Selain itu, Taman Eden 100 ini juga mempunyaiĀ  puncak Gunung Pangulubao dengan ketinggian sekitar 2.150,7 mdpl (meter di atas permukaan laut). Bahkan, kawasan itu diperkirakan dihuni Harimau Sumatera karena sering ditemui jejak kaki yang tertinggal di ketinggian 1.500 mdpl.
Flora di Taman Eden 100 juga cukup mencuri perhatian. Setidaknya dari data ekologi yang ditulis dr Ria N Telaumbanua dalam bukunya, anggrek di Taman Eden 100 ada ratusan jenis. Hutan Taman Eden 100 adalah hutan hujan tropis basah, dengan frekuensi udara dengan curah hujan dalam satu tahun lebih banyak dibandingkan udara kering. Ditambah lagi terdapat sungai besar dan deras. Kabut dan embun pun masih tampak di pagi hari menutupi tanaman hutan mulai dari subuh sampai pukul 09.00 WIB dan mulai kembali pada pukul 17.00 WIB hingga malam hari.

Dasar hutan begitu alami karena masih jarang disentuh tangan-tangan manusia. Sampah daun dan tumbuhan yang terdapat di permukaan tanah relatif tebal karena mempunyai hutan primer yang relatif tua. Lapisan sampah ini berperan sebagai humus dan penahan air untuk menjaga dan mempertahankan kelembaban.

Intensitas cahaya matahari yang di kawasan hutan wisata Eden bervariasi yang berkisar 180 sampai 800 lux. Selisih cukup besar, yang menandakan tidak seluruh homogen. Tapi, heterogen kanopi tanaman mulai tertutup penuh. Semakin ke puncak jenis tanaman semakin pendek menyebabkan intensitas cahaya di daerah tersebut meningkat.

Hal ini mengakibatkan intensitas cahaya yang diterima pada tumbuhan herba, terna, perdu dan semak sangatlah bervariasi tergantung kanopinya. Tekstur tanah di lokasi hutan wisata Taman Eden 100 mulai dan berliat halus, liat berpasir, lempung berpasir, lempung liat, berdebu halus, dan lempuk halus.

ā€œKita selalu menjaga keasrian. Tak ada satu pun pohon yang kita tebang. Dan pengunjung senang karena selain indah, pengetahuan mereka juga bertambah,ā€ ungkap Leas dengan bangga. (bersambung)

Taman Eden 100 yang dikelola keluarga Leas Sirat memiliki luas 40 hektare (ha) dari 1.980 ha yang tersedia. Terletak di antara 20-30 derajatĀ  lintang utara hingga 20-42 lintang utara, Taman Eden menawarkan kekhasan tersendiri seperti gua kelelawar dan air terjun yang menawan.

BUAH: Dua siswa memetik buah strawberry  Taman Eden 100, belum lama ini.//M Sahbainy Nasution/sumut pos
BUAH: Dua siswa memetik buah strawberry di Taman Eden 100, belum lama ini.//M Sahbainy Nasution/sumut pos

Untuk mencapai taman ini dibutuhkan 20 menit perjalanan darat dari Kota Parapat. Atau, sekitar 16 kilometer (km) dari Parapat dan 55 km dari Kota Balige. Taman yang dikenal dengan keaslian alamnya ini berbatasan dengan Kabupaten Asahan di sebelah barat laut timur dan Kabupaten Simalungun di sebelah barat laut. Sedangkan di bagian selatannya terdapat jalan raya lintas Sumatera.

Diperkirakan 900 ha daerah hutan ini terdiri dari tebing tinggi dan sungai yang terjal serta deras. Sehingga hampir luas wilayah ini belum tersentuh tangan manusia.

Sekitar 40 ha tadi dikelola di bawah naungan Yayasan Elsaddai. Yayasan yang diketuai oleh Marandus Sirait (masih keluarga Leas Sirait) ini bergerak di bidang pelestarian alam.

Menurut sejarah, awal mulanya Leas Sirait menanam 100 pohon di lokasi tersebut. Dari 100 pohon tersebut kemudian berkembang banyak. Ujung-ujungnya, taman itu pun diberi nama dengan Taman Eden 100.

Awalnya, hutan wisata Taman Eden 100 lebih difungsikan keluarga Sirait sebagai kawasan wisata rohani umat Nasrani yang mengadakan kegiatan kerohanian dengan memedomani Firman Tuhan yang terdapat dalam Al Kitab yakni, ā€œUsahai dan lestarikan bumiā€ (Kejadian: 2;15).
Hingga akhirnya, pada Mei 2000 lokasi ini diresmikan menjadi daerah konservasi Sumber Daya Alam (SDA) oleh Pemerintah Kabupaten Tobasa (Toba Samosir).

Lokasi perbukitan ini mempunyai kekayaan alam yang sangat memesona. Pada 1985 seorang turis yang bernama Mr Janggle memasuki Desa Sionggang Utara dan melakukan ekspedisi ke dalam hutan dan tanpa sengaja sampai ke Gua kelelawar dan Bukit Manja yang dimiliki keluarga Leas Sirait.
Dari kunjungan itulah Mr Janggle bercerita pada Leas kalau tanah yang dikuasainya itu memiliki kekayaan yang luar biasa. Menyadari itu, Leas langsung membangun kawasan konservasi tersebut.

Saat ini, Taman Eden 100Ā  memiliki 350 jenis pohon yang telah terindetifikasi, terdapat juga air terjun tujuh tingkat dan dua tingkat, rumah Tarzan, dan gua kelelawar. Selain itu, Taman Eden 100 ini juga mempunyaiĀ  puncak Gunung Pangulubao dengan ketinggian sekitar 2.150,7 mdpl (meter di atas permukaan laut). Bahkan, kawasan itu diperkirakan dihuni Harimau Sumatera karena sering ditemui jejak kaki yang tertinggal di ketinggian 1.500 mdpl.
Flora di Taman Eden 100 juga cukup mencuri perhatian. Setidaknya dari data ekologi yang ditulis dr Ria N Telaumbanua dalam bukunya, anggrek di Taman Eden 100 ada ratusan jenis. Hutan Taman Eden 100 adalah hutan hujan tropis basah, dengan frekuensi udara dengan curah hujan dalam satu tahun lebih banyak dibandingkan udara kering. Ditambah lagi terdapat sungai besar dan deras. Kabut dan embun pun masih tampak di pagi hari menutupi tanaman hutan mulai dari subuh sampai pukul 09.00 WIB dan mulai kembali pada pukul 17.00 WIB hingga malam hari.

Dasar hutan begitu alami karena masih jarang disentuh tangan-tangan manusia. Sampah daun dan tumbuhan yang terdapat di permukaan tanah relatif tebal karena mempunyai hutan primer yang relatif tua. Lapisan sampah ini berperan sebagai humus dan penahan air untuk menjaga dan mempertahankan kelembaban.

Intensitas cahaya matahari yang di kawasan hutan wisata Eden bervariasi yang berkisar 180 sampai 800 lux. Selisih cukup besar, yang menandakan tidak seluruh homogen. Tapi, heterogen kanopi tanaman mulai tertutup penuh. Semakin ke puncak jenis tanaman semakin pendek menyebabkan intensitas cahaya di daerah tersebut meningkat.

Hal ini mengakibatkan intensitas cahaya yang diterima pada tumbuhan herba, terna, perdu dan semak sangatlah bervariasi tergantung kanopinya. Tekstur tanah di lokasi hutan wisata Taman Eden 100 mulai dan berliat halus, liat berpasir, lempung berpasir, lempung liat, berdebu halus, dan lempuk halus.

ā€œKita selalu menjaga keasrian. Tak ada satu pun pohon yang kita tebang. Dan pengunjung senang karena selain indah, pengetahuan mereka juga bertambah,ā€ ungkap Leas dengan bangga. (bersambung)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/