29 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Ribuan Wisatawan Meriahkan Ritual Yadnya Kasada 2017 di Bromo

Cuaca dingin mencapai 10 derajat celcius tidak menyurutkan para wisatawan untuk melihat ritual adat persembahan Suku Tengger kepada Jaya Kusuma, putra sulung Roro Anteng dan Joko Seger.

Sebelumnya, Pendopo Agung Desa Ngadisari menjadi titik awal prosesi Yadnya Kasada. Berbagai tahapan ritual dimulai di sana pada pukul 7 malam, dan pada tengah malam, berbagai sesajen mulai diarak menuju Pura Luhur Poten di lautan pasir persis di bawah kaki Gunung Bromo.

Para Dukun Suku Tengger, tokoh masyarakat dan warga Suku Tengger di sana memanjatkan doa meminta keselamatan, keberkahan dan kesejahteraan. Jelang dini hari, sesajen itu mulai dibawa naik ke kawah Gunung Bromo dan dilempar ke dalam kawah. Rangkaian prosesi ritual ini menjadi daya tarik wisata di Bromo.

Puncaknya, puluhan orang berebut sesaji yang dilarung ke kawah Bromo. Sesaji yang dilarung ini merupakan hasil kekayaan suku Tengger setiap tahunnya. Sedikit rezeki yang mereka dapatkan, dikeluarkan sebagian untuk acara Yadnya Kasada ini.

Hal itu merupakan bentuk syukur Suku Tengger atas nikmat dan rezeki yang sudah didapatnya. Sesaji ini berupa hasil bumi, mulai dari hasil pertanian , perkebunan, ternak hewan dan masih banyak lagi. Yadnya Kasada tahun ini, agak berbeda. Sebab, ada sebagian orang yang melarung uang pecahan Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu. Hal ini membuat warga pun berebut mendapatkan sesaji berupa uang lembaran itu.

Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menilai perhelatan ini sebagai budaya dan tradisi yang memiliki kearifan lokal di Bromo. Yang pasti, dia mengingatkan agar atraksi alamnya diperhatikan dengan baik. Menurutnya, atraksi alam dikombinasi dengan budaya lokal, itu sempurna untuk mengangkat citra Bromo.

“Bali itu perfect dengan budaya dan alamnya. Jogja juga mulai menemukan kombinasi apik, antara budaya dan alamnya. Bromo Tengger Semeru punya tradisi lokal yang bisa mengangkat destinasinya,” tutur Arief Yahya.

Kegiatan seperti ini juga bisa meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Semakin banyak orang datang dan beraktivitas, akan semakin hidup kegiatan ekonomi masyarakatnya.

“Hal ini bisa mendongkrak ekonomi warga desa, terutama yang berjualan makanan dan minuman serta sewa penginapan. Tapi masalah sampah harus tetap diperhatikan untuk menjaga agar Bromo tetap lestari, prinsipnya semakin dilestarikan semakin mensejahterakan, buat nyaman wisatawan berlama-lama di Bromo, agar mereka semua tahu, bahwa Indonesia punya semuanya. Mau Gunung ada, mau laut ada, budaya sangat lengkap, keindahan alam tiada tandingannya,” kata Menpar Arief Yahya. (rel)

Cuaca dingin mencapai 10 derajat celcius tidak menyurutkan para wisatawan untuk melihat ritual adat persembahan Suku Tengger kepada Jaya Kusuma, putra sulung Roro Anteng dan Joko Seger.

Sebelumnya, Pendopo Agung Desa Ngadisari menjadi titik awal prosesi Yadnya Kasada. Berbagai tahapan ritual dimulai di sana pada pukul 7 malam, dan pada tengah malam, berbagai sesajen mulai diarak menuju Pura Luhur Poten di lautan pasir persis di bawah kaki Gunung Bromo.

Para Dukun Suku Tengger, tokoh masyarakat dan warga Suku Tengger di sana memanjatkan doa meminta keselamatan, keberkahan dan kesejahteraan. Jelang dini hari, sesajen itu mulai dibawa naik ke kawah Gunung Bromo dan dilempar ke dalam kawah. Rangkaian prosesi ritual ini menjadi daya tarik wisata di Bromo.

Puncaknya, puluhan orang berebut sesaji yang dilarung ke kawah Bromo. Sesaji yang dilarung ini merupakan hasil kekayaan suku Tengger setiap tahunnya. Sedikit rezeki yang mereka dapatkan, dikeluarkan sebagian untuk acara Yadnya Kasada ini.

Hal itu merupakan bentuk syukur Suku Tengger atas nikmat dan rezeki yang sudah didapatnya. Sesaji ini berupa hasil bumi, mulai dari hasil pertanian , perkebunan, ternak hewan dan masih banyak lagi. Yadnya Kasada tahun ini, agak berbeda. Sebab, ada sebagian orang yang melarung uang pecahan Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu. Hal ini membuat warga pun berebut mendapatkan sesaji berupa uang lembaran itu.

Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menilai perhelatan ini sebagai budaya dan tradisi yang memiliki kearifan lokal di Bromo. Yang pasti, dia mengingatkan agar atraksi alamnya diperhatikan dengan baik. Menurutnya, atraksi alam dikombinasi dengan budaya lokal, itu sempurna untuk mengangkat citra Bromo.

“Bali itu perfect dengan budaya dan alamnya. Jogja juga mulai menemukan kombinasi apik, antara budaya dan alamnya. Bromo Tengger Semeru punya tradisi lokal yang bisa mengangkat destinasinya,” tutur Arief Yahya.

Kegiatan seperti ini juga bisa meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Semakin banyak orang datang dan beraktivitas, akan semakin hidup kegiatan ekonomi masyarakatnya.

“Hal ini bisa mendongkrak ekonomi warga desa, terutama yang berjualan makanan dan minuman serta sewa penginapan. Tapi masalah sampah harus tetap diperhatikan untuk menjaga agar Bromo tetap lestari, prinsipnya semakin dilestarikan semakin mensejahterakan, buat nyaman wisatawan berlama-lama di Bromo, agar mereka semua tahu, bahwa Indonesia punya semuanya. Mau Gunung ada, mau laut ada, budaya sangat lengkap, keindahan alam tiada tandingannya,” kata Menpar Arief Yahya. (rel)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/