27 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Ketika Turunan Merasa seperti Terbang

Melawan Siksaan Menuju Borobudur

Semarang ke Borobudur berjarak ‘hanya’ sekitar 80 kilometer. Tapi hampir separonya harus melintasi tanjakan curam. Kalau ditempuh naik sepeda, itu sama saja dengan melawan siksaan.

Kemarin (13/5), itulah yang dijalani hampir seribu peserta Tour de Borobudur ke-12, yang diselenggarakan oleh Semarang Bicycle Association (Samba). Sekitar 950 peserta memang mengikuti acara touring seru ini, datang dari berbagai penjuru Indonesia. Start dimulai di Markas Komando (Mako) Brimob Semarang di kawasan Srondol, berlanjut melalui rute Ungaran-Bawen-Ambarawa-Pringsu rat-Secang-Magelang-Mungkid, hingga finis di Hotel Manohara di kawasan Candi Borobudur.

Dimulai sekitar pukul 06.30 WIB, dilepas oleh Kapolda Jawa Tengah Irjen Didik Triwidodo dan Ketua Samba Henry Dwiyanto, para peserta sudah mulai mencapai finis sekitar pukul 10.15. Kebanyakan menggunakan road bike (sepeda balap), tidak sedikit memakai mountain bike (MTB). Beberapa nekat pakai sepeda lipat!

Bagi banyak peserta yang datang dari luar kota atau luar pulau, dan tidak familiar dengan tantangan rute, jarak hampir 80 kilometer mungkin sempat diremehkan. Apalagi, panitia menyiapkan tiga lokasi untuk break, masing-masing berjarak rata-rata 20 kilometeran.

Namun, begitu sadar banyak tanjakan curam harus dilintasi, banyak yang shock. Tidak menyangka rutenya begitu ‘menyiksa’. Khususnya pada 36 kilometer awal. Khususnya lagi antara Desa Jambu-Ambarawa dan Ambarawa-Secang, yang tanjakannya serasa tak berujung.
“Mungkin banyak yang meremehkan karena jaraknya hanya 80 kilometer. Tapi bagi yang pernah merasakan, pasti mengakui Semarang-Borobudur tidak bisa dianggap enteng,” kata Ketua Panitia Tour de Borobudur dari Samba, Susanto.

Para peserta yang begitu banyak – belum termasuk ratusan peserta tak resmi – dibagi oleh panitia menjadi tiga kelompok. Duluan start adalah Kelompok A alias kelompok cepat, lalu B, dan terakhir C. Masing-masing ada batas kecepatannya.

“Kelompok A di kisaran 25 sampai 30 km per jam. Kelompok B 20-25, dan Kelompok C lebih lambat,” jelas Susanto.
Bagi Kelompok A, kecepatan yang ditetapkan tetap ‘berhasil’ dilampaui. Kelompok ini rata-rata mampu menyelesaikan rute dalam waktu 3 sampai 3,5 jam. Setelah siksaan tanjakan ‘berakhir’ begitu memasuki Magelang, semua langsung melaju cepat. Tidak jarang mencapai lebih dari 60 km/jam di turunan, dan lebih dari 40 km/jam di dataran lurus (flat).

“Rutenya mantap pol. Tanjakannya banyak, turunannya bikin asyik,” komentar Teddy Moelijono, ketua Surabaya Road Bike Community (SRBC).
“Semua senang dan puas. Panitia benar-benar luar biasa. Rutenya berawal maut tapi ending-nya bagus,” tambah Azrul Ananda, direktur utama koran Jawa Pos, anggota SRBC.

Hampir semua peserta mengaku salut dengan penyelenggaraan Tour de Borobudur ini. Selain karakter rute yang seru, pengamanan di jalanan juga sangat rapi. Hampir di setiap ruas jalan, sejumlah polisi selalu bersiaga mengamankan para peserta. Kabarnya, jumlah personel yang mengamankan sama dengan jumlah peserta touring.

Bagi Fitra Tara Mizar, peserta dari Bandung, yang paling dia sukai adalah saat meluncur di turunan kawasan Ambarawa. Antara menyenangkan dan ngeri. “Di jalanan menurun saya seperti terbang. Rasanya tubuh saya enteng banget,” ucapnya.

Liem Tjong San, ketua Makassar Cycling Club (MCC), mengaku akan mengerahkan lebih banyak anggota kalau ada tur lagi tahun depan. “Saat ini kami hanya datang enam orang. Tahun depan pasti lebih banyak. Ini pengalaman seru dan menarik,” katanya.

“Di Makassar tidak ada tanjakan seperti di sini. Kalaupun ada, jalannya tidak sehalus di sini. Di tanjakan awal, rasanya saya mau menyerah. Tapi akhirnya benar-benar menyenangkan,” tambah Ruslan Rivai, anggota MCC.

Menurut Henry Dwiyanto, ketua Samba, Tour de Borobudur ini dulunya memang hanya untuk kalangan sendiri. Baru belakangan ini dibuka untuk peserta dari luar kota, dan tahun ini paling serius bikin yang luar biasa.

“Kami yakin even ini akan jadi agenda rutin sepeda nasional. Setiap tahun jumlah peserta akan kami tingkatkan, tapi pelayanan dan penyelenggaraan akan terus diperbaiki,” ucapnya. (aga/jpnn)

Melawan Siksaan Menuju Borobudur

Semarang ke Borobudur berjarak ‘hanya’ sekitar 80 kilometer. Tapi hampir separonya harus melintasi tanjakan curam. Kalau ditempuh naik sepeda, itu sama saja dengan melawan siksaan.

Kemarin (13/5), itulah yang dijalani hampir seribu peserta Tour de Borobudur ke-12, yang diselenggarakan oleh Semarang Bicycle Association (Samba). Sekitar 950 peserta memang mengikuti acara touring seru ini, datang dari berbagai penjuru Indonesia. Start dimulai di Markas Komando (Mako) Brimob Semarang di kawasan Srondol, berlanjut melalui rute Ungaran-Bawen-Ambarawa-Pringsu rat-Secang-Magelang-Mungkid, hingga finis di Hotel Manohara di kawasan Candi Borobudur.

Dimulai sekitar pukul 06.30 WIB, dilepas oleh Kapolda Jawa Tengah Irjen Didik Triwidodo dan Ketua Samba Henry Dwiyanto, para peserta sudah mulai mencapai finis sekitar pukul 10.15. Kebanyakan menggunakan road bike (sepeda balap), tidak sedikit memakai mountain bike (MTB). Beberapa nekat pakai sepeda lipat!

Bagi banyak peserta yang datang dari luar kota atau luar pulau, dan tidak familiar dengan tantangan rute, jarak hampir 80 kilometer mungkin sempat diremehkan. Apalagi, panitia menyiapkan tiga lokasi untuk break, masing-masing berjarak rata-rata 20 kilometeran.

Namun, begitu sadar banyak tanjakan curam harus dilintasi, banyak yang shock. Tidak menyangka rutenya begitu ‘menyiksa’. Khususnya pada 36 kilometer awal. Khususnya lagi antara Desa Jambu-Ambarawa dan Ambarawa-Secang, yang tanjakannya serasa tak berujung.
“Mungkin banyak yang meremehkan karena jaraknya hanya 80 kilometer. Tapi bagi yang pernah merasakan, pasti mengakui Semarang-Borobudur tidak bisa dianggap enteng,” kata Ketua Panitia Tour de Borobudur dari Samba, Susanto.

Para peserta yang begitu banyak – belum termasuk ratusan peserta tak resmi – dibagi oleh panitia menjadi tiga kelompok. Duluan start adalah Kelompok A alias kelompok cepat, lalu B, dan terakhir C. Masing-masing ada batas kecepatannya.

“Kelompok A di kisaran 25 sampai 30 km per jam. Kelompok B 20-25, dan Kelompok C lebih lambat,” jelas Susanto.
Bagi Kelompok A, kecepatan yang ditetapkan tetap ‘berhasil’ dilampaui. Kelompok ini rata-rata mampu menyelesaikan rute dalam waktu 3 sampai 3,5 jam. Setelah siksaan tanjakan ‘berakhir’ begitu memasuki Magelang, semua langsung melaju cepat. Tidak jarang mencapai lebih dari 60 km/jam di turunan, dan lebih dari 40 km/jam di dataran lurus (flat).

“Rutenya mantap pol. Tanjakannya banyak, turunannya bikin asyik,” komentar Teddy Moelijono, ketua Surabaya Road Bike Community (SRBC).
“Semua senang dan puas. Panitia benar-benar luar biasa. Rutenya berawal maut tapi ending-nya bagus,” tambah Azrul Ananda, direktur utama koran Jawa Pos, anggota SRBC.

Hampir semua peserta mengaku salut dengan penyelenggaraan Tour de Borobudur ini. Selain karakter rute yang seru, pengamanan di jalanan juga sangat rapi. Hampir di setiap ruas jalan, sejumlah polisi selalu bersiaga mengamankan para peserta. Kabarnya, jumlah personel yang mengamankan sama dengan jumlah peserta touring.

Bagi Fitra Tara Mizar, peserta dari Bandung, yang paling dia sukai adalah saat meluncur di turunan kawasan Ambarawa. Antara menyenangkan dan ngeri. “Di jalanan menurun saya seperti terbang. Rasanya tubuh saya enteng banget,” ucapnya.

Liem Tjong San, ketua Makassar Cycling Club (MCC), mengaku akan mengerahkan lebih banyak anggota kalau ada tur lagi tahun depan. “Saat ini kami hanya datang enam orang. Tahun depan pasti lebih banyak. Ini pengalaman seru dan menarik,” katanya.

“Di Makassar tidak ada tanjakan seperti di sini. Kalaupun ada, jalannya tidak sehalus di sini. Di tanjakan awal, rasanya saya mau menyerah. Tapi akhirnya benar-benar menyenangkan,” tambah Ruslan Rivai, anggota MCC.

Menurut Henry Dwiyanto, ketua Samba, Tour de Borobudur ini dulunya memang hanya untuk kalangan sendiri. Baru belakangan ini dibuka untuk peserta dari luar kota, dan tahun ini paling serius bikin yang luar biasa.

“Kami yakin even ini akan jadi agenda rutin sepeda nasional. Setiap tahun jumlah peserta akan kami tingkatkan, tapi pelayanan dan penyelenggaraan akan terus diperbaiki,” ucapnya. (aga/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/