30 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Transaksi Wisatawan Nusantara Tembus Rp 180 Triliun

Foto: Dame Ambarita/SUMUTPOS.CO Air terjun Pulau Mursala, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Air terjun tawar yang langsung terjun ke Samudra Hindia ini salah satu objek wisata bahari dalam negeri.
Foto: Dame Ambarita/SUMUTPOS.CO
Air terjun Pulau Mursala, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Air terjun tawar yang langsung terjun ke Samudra Hindia ini salah satu objek wisata bahari dalam negeri.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Potensi perputaran uang dari kegiatan pariwisata Indonesia cukup besar. Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Sahid, Jakarta Kusmayadi mengatakan, perputaran uang dari transaksi wisatawan nusantara (wisnus) menembus angka Rp 180 triliun per tahun.

Kusmayadi mengatakan jumlah transasksi yang sangat besar itu dihitung dari 240 juta pergerakan wisnus baik lintas provinsi dalam satu pulau atau provinsi antar pulau. Dengan jumlah itu, berarti rata-rata setiap pergerakan wisnus terjadi transksi sebesar Rp 750 ribu. “Transaksi itu riil mendongkrak ekonomi masyarakat yang berada di kawasan wisata,” ujarnya kemarin.

Transaksi yang dicatatkan wisnus itu jauh mengungguli raihan wisatawan mancanegara (wisman). Kusmayadi mendapatkan data bahwa transaksi wisman setiap tahunnya sekitar Rp 70 triliun hingga Rp 80 triliun. Dari jumlah itu, dia mengatakan masih ada potensi kebocoran devisa. Sehingga tidak benar-benar dirasakan manfaatkan oleh masyarakat Indonesia.

Kusmayadi mencontohkan wisman biasanya tidak mau menginap di sembarangan hotel. “Mereka biasanya memilih hotel mewah. Umumnya hotel mewah dimiliki investor asing. Uangnya keluar lagi dari Indonesia,” tandasnya.

Selain itu promosi pariwisaat untuk menggaet wisman juga menyedot anggaran yang cukup besar, yakni sekitar Rp 200 miliar per tahunnya. Berbeda dengan promosi pariwisata untuk menarik wisnus yang paling banter Rp 100 miliar saja.

Untuk itu Kusmayani mengatakan pemerintah harus bisa meningkatkan transaksi keuangan wisnus itu. Salah satu caranya adalah memperbanyak realisasi pembentukan desa-desa wisata. Dia mengatakan terlibat bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemen Parekraf) membangun 200 desa wisata. Tetapi sampai saat ini baru terealisasi sepuluh persen.

Kusmayadi menjelaskan bahwa saat ini terjadi pergeseran kegiatan berpariwisata. Dia mengatakan dulu pariwisata itu murni untuk mencari hiburan atau rekreasi. Tetapi saat ini sudah mulai bergeser. Yakni pariwisata juga diharpakan bisa mendapatkan nilai-nilai budaya.

Dengan pergeseran itu, dia mengatakan program desa wisata sangat tepat. Sebab dengan adanya desa wisata itu, spot yang dijual bukan hanya titik-titik rekreasi saja. Seperti air terjun, pantai, atau peninggalan sejarah. Lebih jauh dari itu, Kusmayadi mengatakan aktivitas masyarakat yang unik hingga urusan kuliner setempat, saat ini sudah mulai “dijual” untuk kegiatan pariwisata.

Nah kegiatan menjual kebudayaan masyarakat itulah yang dikembangkan dalam desa-desa wisata. Dia mengatakan desa wisata saat ini sudah tersebar. Di antaranya di dataran tinggi Malang, Jawa Timur. Kemudian ada juga di desa wisata Pentingsari, Jogjakarta dan desa wisata Jasri, Karangasem, Bali.

“Kepada masyarakat Indonesia, kita juga berpesan tidak terus menghamburkan uang untuk berwisata di luar negeri,” paparnya. Setiap desa wisata itu mendapatkan suntikan uang pembinaan sekitar Rp 50 juta hingga Rp 150 juta. (wan)

Foto: Dame Ambarita/SUMUTPOS.CO Air terjun Pulau Mursala, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Air terjun tawar yang langsung terjun ke Samudra Hindia ini salah satu objek wisata bahari dalam negeri.
Foto: Dame Ambarita/SUMUTPOS.CO
Air terjun Pulau Mursala, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Air terjun tawar yang langsung terjun ke Samudra Hindia ini salah satu objek wisata bahari dalam negeri.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Potensi perputaran uang dari kegiatan pariwisata Indonesia cukup besar. Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Sahid, Jakarta Kusmayadi mengatakan, perputaran uang dari transaksi wisatawan nusantara (wisnus) menembus angka Rp 180 triliun per tahun.

Kusmayadi mengatakan jumlah transasksi yang sangat besar itu dihitung dari 240 juta pergerakan wisnus baik lintas provinsi dalam satu pulau atau provinsi antar pulau. Dengan jumlah itu, berarti rata-rata setiap pergerakan wisnus terjadi transksi sebesar Rp 750 ribu. “Transaksi itu riil mendongkrak ekonomi masyarakat yang berada di kawasan wisata,” ujarnya kemarin.

Transaksi yang dicatatkan wisnus itu jauh mengungguli raihan wisatawan mancanegara (wisman). Kusmayadi mendapatkan data bahwa transaksi wisman setiap tahunnya sekitar Rp 70 triliun hingga Rp 80 triliun. Dari jumlah itu, dia mengatakan masih ada potensi kebocoran devisa. Sehingga tidak benar-benar dirasakan manfaatkan oleh masyarakat Indonesia.

Kusmayadi mencontohkan wisman biasanya tidak mau menginap di sembarangan hotel. “Mereka biasanya memilih hotel mewah. Umumnya hotel mewah dimiliki investor asing. Uangnya keluar lagi dari Indonesia,” tandasnya.

Selain itu promosi pariwisaat untuk menggaet wisman juga menyedot anggaran yang cukup besar, yakni sekitar Rp 200 miliar per tahunnya. Berbeda dengan promosi pariwisata untuk menarik wisnus yang paling banter Rp 100 miliar saja.

Untuk itu Kusmayani mengatakan pemerintah harus bisa meningkatkan transaksi keuangan wisnus itu. Salah satu caranya adalah memperbanyak realisasi pembentukan desa-desa wisata. Dia mengatakan terlibat bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemen Parekraf) membangun 200 desa wisata. Tetapi sampai saat ini baru terealisasi sepuluh persen.

Kusmayadi menjelaskan bahwa saat ini terjadi pergeseran kegiatan berpariwisata. Dia mengatakan dulu pariwisata itu murni untuk mencari hiburan atau rekreasi. Tetapi saat ini sudah mulai bergeser. Yakni pariwisata juga diharpakan bisa mendapatkan nilai-nilai budaya.

Dengan pergeseran itu, dia mengatakan program desa wisata sangat tepat. Sebab dengan adanya desa wisata itu, spot yang dijual bukan hanya titik-titik rekreasi saja. Seperti air terjun, pantai, atau peninggalan sejarah. Lebih jauh dari itu, Kusmayadi mengatakan aktivitas masyarakat yang unik hingga urusan kuliner setempat, saat ini sudah mulai “dijual” untuk kegiatan pariwisata.

Nah kegiatan menjual kebudayaan masyarakat itulah yang dikembangkan dalam desa-desa wisata. Dia mengatakan desa wisata saat ini sudah tersebar. Di antaranya di dataran tinggi Malang, Jawa Timur. Kemudian ada juga di desa wisata Pentingsari, Jogjakarta dan desa wisata Jasri, Karangasem, Bali.

“Kepada masyarakat Indonesia, kita juga berpesan tidak terus menghamburkan uang untuk berwisata di luar negeri,” paparnya. Setiap desa wisata itu mendapatkan suntikan uang pembinaan sekitar Rp 50 juta hingga Rp 150 juta. (wan)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/