Menpar Arief Yahya sependapat dengan usulan Menaker Hanif Dakhiri itu. Sejak tahun 2016 lalu, Kemenpar sudah membuat sayembara desain arsitekturalnya, dan masing-masing daerah (baca: 10 destinasi prioritas) sudah ketemu bentuk local wisdom-nya. “Dari bentuknya pun distandarkan, dan harus menggunakan kearifan lokal,” jelas Arief Yahya.
Lalu, standar layanan juga, Kemenpar sudah menurunkan tim dari Deputi Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata untuk mengajarkan hospitality. Soal kebersihan, kenyamanan, breakfast, soal atraksi masyarakat yang bisa memperkuat destinasi, soal budaya dan tradisi, sampai manajemen promosi via online.
Secara bertahap, homestay itu sudah di digitalisasi. Mereka diberikan template website yang sudah dilengkapi commerce, sekalian diinstal booking system dan payment engine. “Targetnya mereka bisa punya akses ke global market, ke pasar dunia, dan terbuka untuk look, book, pay dalam satu platform, melalui ITX, Indonesia Tourism Xchange,” jelas Arief Yahya.
Bahkan, Menpar Arief juga sudah meminta tim teknis untuk mengajarkan masyarakat dengan laporan keuangan berstandar akubtansi yang baku. Cukup bisa buat laporan laba rugi, cashflow dan neraca, agar makin maju dan standar dunia. “Inilah implementasi dari pemerataan di pariwisata,” kata Arief Yahya. (rel)