MEDAN- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) dinilai melakukan pelanggaran hak informasi publik, terkait pembatasan akses mendapatkan informasi yang diberlakukan institusi tersebut sejak Rabu (3/4) lalu. Dimana pihak Kejati Sumut memperketat akses tamu maupun wartawan yang ingin berkunjung ke gedung tersebut.
Praktisi hukum Kota Medan, Bukit Sitompul memandang adanya unsur-unsur tertentu dibalik penetapan dan pemberlakukan elektrisasi dan strelisasi bagi masyarakat yang datang ke Kejati Sumut. Pemahanan itu, justru dapat menjadi bumerang bagi institusi kejaksaan sendiri, apabila dikemudian hari, terdapat kesalahan dalam penerapan peraturan itu.
Seharusnya, pihak kejaksaan lebih mempertimbangkan kepentingan publik daripada kepentingan sepihak. Ini untuk menghindari image negatif yang selama ini melekat pada korps adyaksa.
“Harus dipertimbangkan lagi, dan kalau boleh, sementara waktu jangan dulu diberlakukan peraturannya,” himbaunya, Kamis (4/4).
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan Peradilan (PUSHPA), Muslim Muis, mengatakan tindakan yang dilakukan Kejati Sumut, memungkinkan masyarakat umum untuk melakukan gugatan A Judikasi (pembatasan informasi publik). Gugatan secara perdata tersebut ia jelaskan, mengandung unsur pengaduan pidana, apabila dalam pelaksanaan dimaksud pihak tergugat dalam hal ini Kejati Sumut tidak membuka akses informasi yang menjadi hak masyarakat umum.
Mantan Wadir Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan ini pun menjelaskan, eliminasir pengaksesan informasi yang dilakukan pihak Kejati Sumut, sangat berpengaruh atas kebebasan masyarakat untuk mengetahui dan mendapat haknya sebagai warga negara. Imbasnya, justru elitisasi akan semakin terlihat pada jajaran kejaksaan sendiri. “Ini harus menjadi perhatian yang serius,” tegasnya.
Sambungnya, azas keterbukaan informasi yang merupakan hak mutlak masyarakat, dan diakui dan dilindungi undang-undang, justru tidak diindahkan oleh penegak hukum. Dikhawatirkan, prilaku demikian justru membuka peluang terjadinya, korupsi, kolusi dan nepotisme.
“Perlu diingat, gedung kejaksaan merupakan milik negara yang diambil dari uang rakyat. Artinya, masyarakat atau siapapun itu, dooorappat masuk secara bebas tanpa harus mendapat pembatasan atau pun pengikatan kesempatan berinteraksi di gedung itu,” ujar Muslim.
Seperti diketahui, pihak Kejati Sumut, mulai memberlakukan sistem akses elektrisasi dan sterilasasi bagi masyarakat yang akan masuk kedalam gedung. Pemberlakukan itu, menurut Kabag TU Kejatisu, Andi Faisal, lebih kepada penertiban dan kondusifitas gedung. (far)