31.7 C
Medan
Saturday, April 27, 2024

Pembelian Gas Alam Cair dari Luar Negeri, Karen Didakwa Rugikan Negara Rp1,779 Triliun

JAKARTA, SUMUTPOS.Co – Mantan Dirut PT Pertamina 2009-2014 Karen Agustiawan menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat kemarin.

Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa Karen telah merugikan negara USD113 juta atau Rp1,779 triliun atas usulannya dalam pengadaan gas alam cair (LNG) dengan perusahaan Amerika Corpus Christi Liquefaction (CCL).

JPU KPK membacakan beberapa soal mengenai tindakan Karen yang merugikan negara tersebut. Karen dinilai sembrono dalam meneken kontrak untuk mendapatkan LNG . Karen tak meminta persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RPUS) saat mendatangani kontrak pada 4 Desember 2013 dan 1 Juli 2014.

Dia juga tidak meminta tanggapan tertulis dari Dewan Komisaris PT Pertamina yang mengakibatkan Pertamina merugi akibat over supply LNG lantaran gas alam cair yang dibeli ternyata tak terserap oleh pasar.

Mulanya, pasokan gas cair alam dari luar negeri itu untuk menunjang kebutuhan dalam negeri. Khususnya perusahaan-perusahaan yang membutuhkan gas cair seperti PLN dan Pertagas Niaga. Kementerian ESDM waktu itu juga memperkirakan bakal terjadi defisit pasokan gas dalam negeri pada 2014-2030. Dan diperkirakan pada 2019 terjadi kekurangan gas hingga 6 juta ton LNG.

Namun, belakangan Pertamina justru tak mendapat untung dari perjualan itu. Pasokan gas terlalu tinggi dan tak terserap di luar negeri, akibatnya Pertamina harus menjual ke pasar internasional dengan harga rendah.

Tercatat, penjualan ke luar negeri selama 2019-2021 ke beberapa perusahaan membuat Pertamina tekor. Padahal, mereka sudah terlanjur menjalankan kontrak panjang dengan CCL hingga 2040.

Tak hanya itu, Jaksa juga mendakwa Karen turut memperkaya diri dari hasil kontrak panjang dengan CCL. Usai tak menjabat sebagai Dirut, Karen mendapat tawaran bekerja di Cheniere Energy yang merupakan induk perusahaan CCL pada 2015 dengan jabatan sebagai Senior Advisor.

“Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya diri terdakwa sebesar Rp1 miliar dan USD104 dollar Amerika. Serta, memperkaya suatu korporasi LLC seluruhnya sebesar USD113,8 juta dollar,” ucap Jaksa KPK Wawan Yunarwanto kemarin.

Sementara itu, kuasa hukum Karen, Luhut MP Pangaribuan membantah tuduhan Jaksa Penutut KPK. Sesuai pernyataan Karen usai sidang, tuduhan ini merupakan error in personal. Sebab, dalam kontrak itu, Karen memang mendatangani perjanjian pada 2013-2014 untuk pembelian LNG. “Namun kontrak sudah diganti dan diperbaharui pada 2015. Dan itu merupakan aksi korporasi,” paparnya.

Pembelian LNG itu juga atas perintah jababatan. Dan jangan lupa, dampak pembelian LNG itu kini membawa untung bagi Pertamina. Itu dapat dilihat dari laporan Pertamina pada 2022. Karen, kata Luhut, seharusnya bukan diseret dan didakwa di muka persidangan, tapi harus mendapat reward. (elo/jpg/ila)

JAKARTA, SUMUTPOS.Co – Mantan Dirut PT Pertamina 2009-2014 Karen Agustiawan menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat kemarin.

Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa Karen telah merugikan negara USD113 juta atau Rp1,779 triliun atas usulannya dalam pengadaan gas alam cair (LNG) dengan perusahaan Amerika Corpus Christi Liquefaction (CCL).

JPU KPK membacakan beberapa soal mengenai tindakan Karen yang merugikan negara tersebut. Karen dinilai sembrono dalam meneken kontrak untuk mendapatkan LNG . Karen tak meminta persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RPUS) saat mendatangani kontrak pada 4 Desember 2013 dan 1 Juli 2014.

Dia juga tidak meminta tanggapan tertulis dari Dewan Komisaris PT Pertamina yang mengakibatkan Pertamina merugi akibat over supply LNG lantaran gas alam cair yang dibeli ternyata tak terserap oleh pasar.

Mulanya, pasokan gas cair alam dari luar negeri itu untuk menunjang kebutuhan dalam negeri. Khususnya perusahaan-perusahaan yang membutuhkan gas cair seperti PLN dan Pertagas Niaga. Kementerian ESDM waktu itu juga memperkirakan bakal terjadi defisit pasokan gas dalam negeri pada 2014-2030. Dan diperkirakan pada 2019 terjadi kekurangan gas hingga 6 juta ton LNG.

Namun, belakangan Pertamina justru tak mendapat untung dari perjualan itu. Pasokan gas terlalu tinggi dan tak terserap di luar negeri, akibatnya Pertamina harus menjual ke pasar internasional dengan harga rendah.

Tercatat, penjualan ke luar negeri selama 2019-2021 ke beberapa perusahaan membuat Pertamina tekor. Padahal, mereka sudah terlanjur menjalankan kontrak panjang dengan CCL hingga 2040.

Tak hanya itu, Jaksa juga mendakwa Karen turut memperkaya diri dari hasil kontrak panjang dengan CCL. Usai tak menjabat sebagai Dirut, Karen mendapat tawaran bekerja di Cheniere Energy yang merupakan induk perusahaan CCL pada 2015 dengan jabatan sebagai Senior Advisor.

“Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya diri terdakwa sebesar Rp1 miliar dan USD104 dollar Amerika. Serta, memperkaya suatu korporasi LLC seluruhnya sebesar USD113,8 juta dollar,” ucap Jaksa KPK Wawan Yunarwanto kemarin.

Sementara itu, kuasa hukum Karen, Luhut MP Pangaribuan membantah tuduhan Jaksa Penutut KPK. Sesuai pernyataan Karen usai sidang, tuduhan ini merupakan error in personal. Sebab, dalam kontrak itu, Karen memang mendatangani perjanjian pada 2013-2014 untuk pembelian LNG. “Namun kontrak sudah diganti dan diperbaharui pada 2015. Dan itu merupakan aksi korporasi,” paparnya.

Pembelian LNG itu juga atas perintah jababatan. Dan jangan lupa, dampak pembelian LNG itu kini membawa untung bagi Pertamina. Itu dapat dilihat dari laporan Pertamina pada 2022. Karen, kata Luhut, seharusnya bukan diseret dan didakwa di muka persidangan, tapi harus mendapat reward. (elo/jpg/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/