Laporan: Dame Ambarita, Tapsel
Setelah deposit emas ditemukan, langkah selanjutnya adalah menghitung nilai ekonomis cadangan emas yang tersedia untuk ditambang. Tiga perusahaan mundur dari Kontrak Karya Generasi VI di Tanah Batak setelah bertahun-tahun menghitung. Hanya Agincourt Resources yang berani menambang. Untungkah?
Tiga perusahaan mundur dari Kontrak Karya Generasi VI dengan luas 659.060 hektare di tanah Batak, yang meliputi wilayah 5 kabupaten/kota. Alasannya, cadangan deposit emas di sana tidak sesuai skala mereka. Ketiganya masing-masing PT Danau Toba Mining, PT Horas Nauli, dan PT Newmont Horas Nauli.
Setelah kontrak beralih ke PT Agincourt Resources (Martabe), barulah ada eksploitasi. Lantas, mengapa hanya Agincourt Resources berani mengeksploitasi?
CEO Tambang Martabe, dr Peter Albert, menjawab pertanyaan Sumut Pos via juru bicara perusahaan, Catarina Siburian, mengatakan, cadangan dan sumber daya mineral biasanya dihitung per tahun dengan melibatkan berbagai ahli. Mulai dari Tim Ahli Geologi, para Insinyur Pertambangan, Tim Pengelolaan Lingkungan, Tim Hubungan Masyarakat, dan dibantu oleh konsultan.
“Puncaknya, pimpinan akan menyetujui jumlah cadangan dan sumber daya tersebut, dan kemudian memperbarui data di Bursa Efek,” kata Peter.
Ia menjelaskan, cadangan dihitung berdasarkan nilai ekonomis yang secara utama dipengaruhi oleh harga logam dan biaya operasional. “Pada kondisi harga logam yang rendah saat ini, banyak tambang berusaha keras menghasilkan keuntungan. Di Tambang Emas Martabe, kami menjalankan kegiatan operasional yang kompetitif dengan banyak keuntungan (infrastruktur pendukung), yang memastikan biaya kami akan tetap kompetitif, bila dibandingkan dengan persaingan dunia,” ungkapnya.
Namun tak bisa dipungkiri, penurunan harga emas dan perak baru-baru ini tetap memberikan dampak pada PT AR —dan juga pada semua perusahaan pertambangan di dunia–, yakni keuntungan menyusut secara substansial. “Kami tentu berusaha keras untuk mengefisienkan biaya operasional di berbagai lini,” jelasnya.
Ditanya mengapa tiga perusahaan sebelumnya memilih mundur dari Martabe, Peter menjawab, setiap perusahaan memiliki kriteria berbeda untuk mengevaluasi perkembangan tambang dalam rekam jejak mereka dan pada waktu yang berbeda. Selain itu, harga logam dan biaya produksi juga berdampak pada keputusan keuangan, sebagaimana juga dipengaruhi oleh faktor lainnya.
Adapun G Resources berani memutuskan menambang di Batangtoru, karena berdasarkan hitung-hitungan mereka, kegiatan eksplorasi dan operasi di Martabe akan berlangsung hingga puluhan tahun ke depan.
“Saat ini Martabe memiliki sumber daya sebesar 8,05 Moz, dan kami terus melakukan kegiatan eksplorasi untuk menemukan sumber-sumber baru. Kami berharap kegiatan ini akan terus berlanjut,” katanya. Ia berharap, Tambang Martabe terus memberikan manfaat bagi semua pihak, terutama masyarakat sekitar tambang di Batangtoru dan Muara Batangtoru.
Juru bicara Tambang Martabe, Catarina Siburian menambahkan, sumber daya mineral yang telah diidentifikasi hingga akhir tahun 2012 adalah 8.05 juta oz emas dan 77 juta oz perak. Jumlah itu berasal dari tujuh deposit di dalam area Martabe, yaitu: Purnama, Purnama Timur, Barani, Ramba Joring, Horas, Tor Ulu Ala, dan Ulu Ala Hulu.
“Jumlah ini terus bertambah seiring penemuan sumber daya baru dari kegiatan eksplorasi di dalam area Kontrak Karya. Pit Purnama salah satu deposit di Martabe, menghasilkan emas pertama Bulan Juli 2012,” katanya.
Kontrak Karya G-Resources seluas 163.927 hektar terletak pada zona termineralisasi yang sangat prospektif, meliputi Tambang Emas Martabe di Kecamatan Batangtoru, ke arah Utara hingga daerah Pahae, dan arah Selatan hingga Rantau Panjang. Saat ini kegiatan eksplorasi berjalan di wilayah Pahae, Panobasan, dan Southern Corridor (Tano Tombangan). Adapun konsentrasi pertambangan saat ini berada di lokasi tambang Purnama.
“Sesuai dengan kontrak karya, untuk memasuki ke tahap konstruksi, perusahaan boleh mempertahankan maksimum 25% dari luas wilayah KK semula,” kata Catarina. Washington Tambunan, penasihat PT AR mengatakan, area pertambangan Martabe dinilai ekonomis. “Lokasi strategis Proyek Martabe yang tidak jauh dari jalan lintas Sumatera, Pelabuhan Sibolga, Bandara Dr FL Tobing/Pinangsori dan Bandara Aek Godang, didukung fasilitas kelistrikan dari PLN menjadi nilai lebih pertambangan ini,” katanya.
Juanda dari Bagian Processing Tambang Martabe mengatakan, saat ini sebanyak 10 ribu sampai 11 ribu ton batu yang mengandung mineral (raw material) digiling per 24 jam operasional, menjadi seukuran debu. Hasil gilingan ini kemudian dicampur dengan air dan zat kimia lainnya, dan disaring dengan karbon yang berfungsi menangkap partikel emas.
Seluruh proses produksi ada enam tahapan. Dari 10 ribu-11 ribu ton bebatuan terpilih —biasa disebut ore— yang digiling per 24 jam operasional, rata-rata menghasilkan 150 kg batangan emas campur perak, dengan perbandingan 20 persen emas dan 80 persen perak.
Hasil tambang berupa batangan campuran emas dan perak yang disebut dore atau billion ini memiliki berat 18-20 kilo per batang. Dore ini kemudian dikirim ke PT Aneka Tambang di Jakarta untuk dimurnikan, dan selanjutnya dijual di pasar logam mulia internasional.
“Sebanyak 750 kg dore ini dikirim ke PT Antam 2 kali seminggu. Artinya dalam sebulan kira-kira 6 ton dore dikirim untuk pemisahan emas dan perak,” jelas Supervisor Gold Room PT AR, Antonio Ferdinando. Dengan perbandingan 20:80, bisa dihitung berapa kg emas yang ditambang tiap bulan. Belum lagi logam perak yang juga cukup berharga di pasaran.
“Pit Purnama diperkirakan masih bisa dieksploitasi sampai 10 tahun ke depan,” katanya. Wow. (Bersambung)