32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Melukis Surat Yasin dengan Rempah-rempah

Yasin Ronasli, Seniman Kaligrafi dari Belawan

Rempah-rempah selama ini dikenal untuk olahan bumbu masakan. Namun, nyatanya rempah juga bisa keluar dari jalurnya. Seperti yang dilakukan Yasin Ronasli yang bisa meraup rupiah dari rempah dengan kreativitas kaligrafi.

DONI HERMAWAN, Medan

Saat ditemui Yasin tengah konsentrasi merangkai huruf demi huruf. Hasilnya sebuah kaligrafi yang indah. Di rumah sederhana di Jalan Deli Asrama Satpol Airud  No 27, Medan-Belawan, Yasin setiap harinya mengolah berbagai jenis rempah seperti merica, ketumbar, cengkih, bunga lawang, biji-bijian, bubuk teh juga daun waru dan lainnya.

http://ayupratikto.files.wordpress.com/2011/01/img_5282.jpg
http://ayupratikto.files.wordpress.com/2011/01/img_5282.jpg
Yasin menyebut, penggunaan rempah adalah aktualisasi dari kondisi Indonesia yang memiliki banyak rempah-rempah menarik yang diakui dunia. Sejarah juga mencatat, Indonesia kali pertama dijajah, lantaran negeri ini punya sumber daya alam berupa rempah yang memikat.

Dari keahliannya ini, Yasin bisa ‘menyulap’ rempah tersebut menjadi bahan lukisan yang menarik. Tidak hanya kaligrafi, Yasin juga membuat lampu dengan hiasan dari rempah, papan nama dan lainnya. Untuk bisa ke tahapan tersebut, Yasin harus bergulat dengan batinnya.

Awalnya Yasin dikenal sebagai pembuat tato temporer. Pekerjaan itu dilakoninya sejak 1999.  Padahal pria kelahiran 26 Juni 1974 ini bisa menghasilkan rupiah yang lumayan. Dalam seminggu saja, dia bisa menghasilkan Rp3-4 juta. Namun, sebagai pribadi, Yasin tak menemukan ketenangan jiwa.
“Banyak pelanggan saya di Tanjungbalai dan Tebingtinggi, bisa dibilang saya perintis tato temporer di sini. Tapi itu tadi, uang banyak habis entah ke mana.

Saya juga merasa tidak nyaman, kalau ada pelanggan yang minta dibuatkan tato di daerah tertutup,” ungkapnya.
Selepas itu, Yasin berdoa dan tafakkur. Dia meminta agar diberikan jalan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. “Makanya kalau ditanya kenapa saya bisa terjun ke kaligrafi rempah, saya bingung. Saya menyebutnya hidayah dari Allah,” timpalnya.

Pada 2004, Yasin pulang ke Belawan dan mencoba usaha dengan membuat hiasan nama-nama. Lantas, Yasin melihat sebuah ayat, dia langsung cerita dengan sahabatnya tentang keinginan membuat kaligrafi. “Teman saya minta dibuatkan satu. Saya kemudian eksperimen membuat bangau, ketika saya mentok saya salat dan minta ditunjukkan jalan. Dan surat kaligrafi yang saya buat adalah surat yasin,” tukasnya.

Pada 2008, Yasin yang fokus ke kaligrafi mencoba membuat produk lain. Dengan daun waru dia membuat piring, lukisan dan lain-lain, agar yang non-Muslim juga bisa membeli produknya. Pada 2009, dia mengembangkan lampu semprong, tempat tisu. “Kalau ditotal sekarang ada 50-an jenis produk yang bisa saya hasilkan. Untuk bahan baku sejauh ini tidak menemui kendala.

Rempah tidak begitu mahal, yang pasti saya menggunakan yang baru. Bubuk teh juga saya gunakan yang baru, agar ketika dipakai untuk lampu misalnya, aromanya masih ada saat lampu dinyalakan. Sedangkan, untuk daun waru dibantu adik, saya mengambilnya di pinggiran jalan. Banyak berjatuhan tidak dimanfaatkan,” jelasnya.

Karya Yasin semakin dikenal. Beberapa pameran diikutinya. Seperti pada 2008, bersama PT Telkom, Yasin mengikuti pameran di Jakarta. Awalnya, tak ada yang memandang stan kaligrafi rempahnya di sana. Pada hari kedua, Yasin memasang tulisan yang lebih spesifik “Kaligrafi dari rempah”. “Setelah itu banyak yang datang, termasuk staf Menteri BUMN Pak Sofyan Djalil memesan kaligrafi ukuran besar,” kenangnya.

Dalam memasarkan karyanya, Yasin bisa dibilang teramat sederhana. Dia memanfaatkan teras rumahnya, dan menggunakan jasa agen di seluruh Indonesia. Dia belum punya galeri khusus yang menjadi impiannya saat ini. Pada 2010, Yasin sempat diberi bantuan galeri di Jalan Raya Pelabuhan II, Belawan. Namun dia ketiban sial, karyanya dijual habis, saat dia terpaksa meninggalkan galerinya untuk mengurus ayah kandungnya yang sedang sakit.
Tak hanya itu, dia juga sempat ditipu agennya.  “Agen yang datang membeli ada puluhan. Saya tidak begitu tahu agen-agen tersebut. Hanya beberapa yang saya kenal. Ya, karena sistem agen ini juga saya sempat ditipu oleh orang dekat saya juga. Dia jual di Jakarta dan mengklaim ini karyanya. Sedih saya, tapi ya sudahlah, ilmu ini juga dari Allah,”
ungkapnya.

Karena sifatnya yang apa adanya ini, bapak satu putra ini merelakan penghargaan ASEAN Development Citra Awards 2012/2013, Juli di Shangrila Hotel, lantaran terkendala administrasi. “Saya harus mempersiapkan administrasi, tapi karena camat sedang bermasalah, surat saya belum siap, ya sudah, saya enggak berangkat untuk menerima penghargaan, walaupun saya ini wakil satu-satunya di Sumatera,” tuturnya.

Pelanggan karyanya, kata Yasin sudah sampai luar negeri. Karya kaligrafi bisa dibeli dengan harga Rp750 ribu sampai termahal Rp4 juta. Saat ini, dia sedang fokus mengerjakan permintaan eksportir di Belawan. Sang eksportir meminta Yasin membuatkan produk piring daun.
Dari bahan daun waru inilah, Yasin berharap produknya dibeli dan dibawa ke Korea. “Agen eksportir bilang ke saya, ada permintaan khusus untuk piring daun, mau dikirim ke Eropa dan Korea. Saya harus buat sampel, jika diterima, pesanannya bisa ribuan,” pungkasnya. (*)

Yasin Ronasli, Seniman Kaligrafi dari Belawan

Rempah-rempah selama ini dikenal untuk olahan bumbu masakan. Namun, nyatanya rempah juga bisa keluar dari jalurnya. Seperti yang dilakukan Yasin Ronasli yang bisa meraup rupiah dari rempah dengan kreativitas kaligrafi.

DONI HERMAWAN, Medan

Saat ditemui Yasin tengah konsentrasi merangkai huruf demi huruf. Hasilnya sebuah kaligrafi yang indah. Di rumah sederhana di Jalan Deli Asrama Satpol Airud  No 27, Medan-Belawan, Yasin setiap harinya mengolah berbagai jenis rempah seperti merica, ketumbar, cengkih, bunga lawang, biji-bijian, bubuk teh juga daun waru dan lainnya.

http://ayupratikto.files.wordpress.com/2011/01/img_5282.jpg
http://ayupratikto.files.wordpress.com/2011/01/img_5282.jpg
Yasin menyebut, penggunaan rempah adalah aktualisasi dari kondisi Indonesia yang memiliki banyak rempah-rempah menarik yang diakui dunia. Sejarah juga mencatat, Indonesia kali pertama dijajah, lantaran negeri ini punya sumber daya alam berupa rempah yang memikat.

Dari keahliannya ini, Yasin bisa ‘menyulap’ rempah tersebut menjadi bahan lukisan yang menarik. Tidak hanya kaligrafi, Yasin juga membuat lampu dengan hiasan dari rempah, papan nama dan lainnya. Untuk bisa ke tahapan tersebut, Yasin harus bergulat dengan batinnya.

Awalnya Yasin dikenal sebagai pembuat tato temporer. Pekerjaan itu dilakoninya sejak 1999.  Padahal pria kelahiran 26 Juni 1974 ini bisa menghasilkan rupiah yang lumayan. Dalam seminggu saja, dia bisa menghasilkan Rp3-4 juta. Namun, sebagai pribadi, Yasin tak menemukan ketenangan jiwa.
“Banyak pelanggan saya di Tanjungbalai dan Tebingtinggi, bisa dibilang saya perintis tato temporer di sini. Tapi itu tadi, uang banyak habis entah ke mana.

Saya juga merasa tidak nyaman, kalau ada pelanggan yang minta dibuatkan tato di daerah tertutup,” ungkapnya.
Selepas itu, Yasin berdoa dan tafakkur. Dia meminta agar diberikan jalan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. “Makanya kalau ditanya kenapa saya bisa terjun ke kaligrafi rempah, saya bingung. Saya menyebutnya hidayah dari Allah,” timpalnya.

Pada 2004, Yasin pulang ke Belawan dan mencoba usaha dengan membuat hiasan nama-nama. Lantas, Yasin melihat sebuah ayat, dia langsung cerita dengan sahabatnya tentang keinginan membuat kaligrafi. “Teman saya minta dibuatkan satu. Saya kemudian eksperimen membuat bangau, ketika saya mentok saya salat dan minta ditunjukkan jalan. Dan surat kaligrafi yang saya buat adalah surat yasin,” tukasnya.

Pada 2008, Yasin yang fokus ke kaligrafi mencoba membuat produk lain. Dengan daun waru dia membuat piring, lukisan dan lain-lain, agar yang non-Muslim juga bisa membeli produknya. Pada 2009, dia mengembangkan lampu semprong, tempat tisu. “Kalau ditotal sekarang ada 50-an jenis produk yang bisa saya hasilkan. Untuk bahan baku sejauh ini tidak menemui kendala.

Rempah tidak begitu mahal, yang pasti saya menggunakan yang baru. Bubuk teh juga saya gunakan yang baru, agar ketika dipakai untuk lampu misalnya, aromanya masih ada saat lampu dinyalakan. Sedangkan, untuk daun waru dibantu adik, saya mengambilnya di pinggiran jalan. Banyak berjatuhan tidak dimanfaatkan,” jelasnya.

Karya Yasin semakin dikenal. Beberapa pameran diikutinya. Seperti pada 2008, bersama PT Telkom, Yasin mengikuti pameran di Jakarta. Awalnya, tak ada yang memandang stan kaligrafi rempahnya di sana. Pada hari kedua, Yasin memasang tulisan yang lebih spesifik “Kaligrafi dari rempah”. “Setelah itu banyak yang datang, termasuk staf Menteri BUMN Pak Sofyan Djalil memesan kaligrafi ukuran besar,” kenangnya.

Dalam memasarkan karyanya, Yasin bisa dibilang teramat sederhana. Dia memanfaatkan teras rumahnya, dan menggunakan jasa agen di seluruh Indonesia. Dia belum punya galeri khusus yang menjadi impiannya saat ini. Pada 2010, Yasin sempat diberi bantuan galeri di Jalan Raya Pelabuhan II, Belawan. Namun dia ketiban sial, karyanya dijual habis, saat dia terpaksa meninggalkan galerinya untuk mengurus ayah kandungnya yang sedang sakit.
Tak hanya itu, dia juga sempat ditipu agennya.  “Agen yang datang membeli ada puluhan. Saya tidak begitu tahu agen-agen tersebut. Hanya beberapa yang saya kenal. Ya, karena sistem agen ini juga saya sempat ditipu oleh orang dekat saya juga. Dia jual di Jakarta dan mengklaim ini karyanya. Sedih saya, tapi ya sudahlah, ilmu ini juga dari Allah,”
ungkapnya.

Karena sifatnya yang apa adanya ini, bapak satu putra ini merelakan penghargaan ASEAN Development Citra Awards 2012/2013, Juli di Shangrila Hotel, lantaran terkendala administrasi. “Saya harus mempersiapkan administrasi, tapi karena camat sedang bermasalah, surat saya belum siap, ya sudah, saya enggak berangkat untuk menerima penghargaan, walaupun saya ini wakil satu-satunya di Sumatera,” tuturnya.

Pelanggan karyanya, kata Yasin sudah sampai luar negeri. Karya kaligrafi bisa dibeli dengan harga Rp750 ribu sampai termahal Rp4 juta. Saat ini, dia sedang fokus mengerjakan permintaan eksportir di Belawan. Sang eksportir meminta Yasin membuatkan produk piring daun.
Dari bahan daun waru inilah, Yasin berharap produknya dibeli dan dibawa ke Korea. “Agen eksportir bilang ke saya, ada permintaan khusus untuk piring daun, mau dikirim ke Eropa dan Korea. Saya harus buat sampel, jika diterima, pesanannya bisa ribuan,” pungkasnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/