25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

AKBP Arif Rachman Menyesal, Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan Tak Bertanggung Jawab

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Terdakwa Arif Rahman Arifin mengaku menyesal bisa terlibat dalam kasus obstruction of justice alias merintangi penyidikan terkait tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Ia tak menyangka, Ferdy Sambo bisa membohongi banyak orang, hingga akhirnya banyak yang menjadi korban.

“Menyesal ternyata pimpinan saya tidak bertanggung jawab,” kata Arif dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (13/1).

Arif mengatakan, seharusnya Sambo bisa menjaga anak buahnya. Tapi dalam perkara ini, Sambo malah menjerumuskan para bawahannya untuk menyelamatkan dirinya sendiri. “Prinsip saya kalau saya jadi pimpinan, saya harus tanggung jawab terhadap bawahan saya, saya pikir pak jaksa juga sama, kalau menjadi pimpinan, tidak mau mengorbankan anak buah,” imbuhnya.

Nasi telah menjadi bubur. Arif mengatakan saat ini hanya bisa menjalani nasib buruknya. “Ya sekarang sudah menjalani (hukuman), Pak. Semuanya dijalani dengan baik,” pungkas Arif.

Diketahui, Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo bersama 6 orang lainnya didakwa melakukan pelanggaran obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Setelah proses penembakan Yosua, Sambo mengarang cerita bahwa kematian Yosua karena tembak menembak dengan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E.

Pada 8 Juli 2022 Sambo memanggil Brigjen Pol Hendra Kurniawan untuk datang ke rumah dinas di Jalan Duren Tiga, Mampang, Jakarta Selatan. “Saksi Hendra Kurniawan bertanya kepada terdakwa Ferdy Sambo ada peristiwa apa Bang? Dijawab oleh Ferdy Sambo ada pelecehan terhadap Mbakmu,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10).

Hendra Kurniawan kemudian menghubungi AKBP Ari Cahya Nugraha untuk melakukan screening CCTV di sekitar komplek rumah dinas Kadiv Propam Polri. Irfan Widyanto selaku anak buah Ari Cahya Nugraha melaporkan ada 20 CCTV. Irfan kemudian diperintahkan Agus Nurpatria mengambil DVR CCTV di pos sekuriti dan menggantinya dengan yang baru. DVR CCTV di rumah Ridwan Soplanit juga diminta diganti dengan yang baru.

DVR CCTV ini diserahkan kepada Chuck Putranto. Pada 10 Juli 2022 Arif Rahman kemudian meminta bertemu dengan Chuck Putranto di Polres Metro Jakarta Selatan. Pertemuan ini juga diikuti oleh saksi Rifaizal Samual. CCTV selanjutnya diberikan kepada penyidik Polres Metro Jakarta Selatan.

Atas hal itu, Ferdy Sambo didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (jpc/ila)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Terdakwa Arif Rahman Arifin mengaku menyesal bisa terlibat dalam kasus obstruction of justice alias merintangi penyidikan terkait tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Ia tak menyangka, Ferdy Sambo bisa membohongi banyak orang, hingga akhirnya banyak yang menjadi korban.

“Menyesal ternyata pimpinan saya tidak bertanggung jawab,” kata Arif dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (13/1).

Arif mengatakan, seharusnya Sambo bisa menjaga anak buahnya. Tapi dalam perkara ini, Sambo malah menjerumuskan para bawahannya untuk menyelamatkan dirinya sendiri. “Prinsip saya kalau saya jadi pimpinan, saya harus tanggung jawab terhadap bawahan saya, saya pikir pak jaksa juga sama, kalau menjadi pimpinan, tidak mau mengorbankan anak buah,” imbuhnya.

Nasi telah menjadi bubur. Arif mengatakan saat ini hanya bisa menjalani nasib buruknya. “Ya sekarang sudah menjalani (hukuman), Pak. Semuanya dijalani dengan baik,” pungkas Arif.

Diketahui, Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo bersama 6 orang lainnya didakwa melakukan pelanggaran obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Setelah proses penembakan Yosua, Sambo mengarang cerita bahwa kematian Yosua karena tembak menembak dengan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E.

Pada 8 Juli 2022 Sambo memanggil Brigjen Pol Hendra Kurniawan untuk datang ke rumah dinas di Jalan Duren Tiga, Mampang, Jakarta Selatan. “Saksi Hendra Kurniawan bertanya kepada terdakwa Ferdy Sambo ada peristiwa apa Bang? Dijawab oleh Ferdy Sambo ada pelecehan terhadap Mbakmu,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10).

Hendra Kurniawan kemudian menghubungi AKBP Ari Cahya Nugraha untuk melakukan screening CCTV di sekitar komplek rumah dinas Kadiv Propam Polri. Irfan Widyanto selaku anak buah Ari Cahya Nugraha melaporkan ada 20 CCTV. Irfan kemudian diperintahkan Agus Nurpatria mengambil DVR CCTV di pos sekuriti dan menggantinya dengan yang baru. DVR CCTV di rumah Ridwan Soplanit juga diminta diganti dengan yang baru.

DVR CCTV ini diserahkan kepada Chuck Putranto. Pada 10 Juli 2022 Arif Rahman kemudian meminta bertemu dengan Chuck Putranto di Polres Metro Jakarta Selatan. Pertemuan ini juga diikuti oleh saksi Rifaizal Samual. CCTV selanjutnya diberikan kepada penyidik Polres Metro Jakarta Selatan.

Atas hal itu, Ferdy Sambo didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (jpc/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/