26 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Lambang Perjuangan Rakyat Melayu

istana-lima-laras

Istana Niat Lima Laras. Sebuah situs sejarah masyarakat Melayu pesisir. Istana ini akrab dengan nama Lima Laras. Istana ini menyimpan kisah perjalanan dan perjuangan bangsa Indonesia. Terutama perjuangan masyarakat Melayu.

Mengunjungi dan melihat langsung kondisi Istana Lima Laras di Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara seakan berada di masa lalu. Tak heran Istana penuh nostalgia dan kenangan itu masih dikunjungi banyak wisatawan. Dari Medan, perjalanan ke sana ditempuh selama 3 jam.

Sesuai namanya, Istana Lima Laras berada di Desa Lima Laras, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara. Walaupun sedikit usang, Istana Lima Laras masih terlihat kokoh. Bahkan umur istana inipun telah mendekati 1 abad. Namun sayang kurang mendapat perhatian.

Warna hijau kelihatan kusam pada bangunan istana. Padahal warna itu menjadi ikon kemegahan Istana. Bahagian dalam Istana Lima Laras, kondisinya sangat memprihatinkan. Lantai dan dinding bangunan Istana masih berbahan kayu dan hampir sebahagian keropos termakan usia. Padahal sesungguhnya bangunan Istana ini, sangat mengagumkan. Hampir keseluruhan bahan bangunannya menggunakan kayu ukiran bernuansa Melayu.

Secara geografis, Istana Lima Laras menghadap ke arah Utara atau menghadap lautan. Istana ini memiliki empat anjungan dari empat arah mata angin. Sepintas bila dilihat dari depan, hampir mirip kapal yang berlayar di laut. Istana Lima Lima Laras memang masih terlihat megah, itu karena Istana ini dibangun dengan empat lantai di dalamnya. Lantai pertama terbuat dari beton, dilengkapi balai dan ruang atau tempat bermusyawarah masyarakat adat Melayu ketika masa pemerintahan Datuk Matyoeda. Di lantai dua, tiga dan empat terdapat sejumlah kamar dengan ukuran sekitar 6 x 5 meter. Kamar-kamar ini biasanya juga digunakan untuk para tamu kerjaan, yang datang berkunjung ke Istana Lima Laras. Sehingga jangan heran kalau Istana termegah di zaman kolonial Belanda ini, paling banyak pintu dan daun jendelanya. Ada sekitar 28 pintu dan 66 pasang daun jendela di Istana ini.

Amirsyah (35) menantu dari cucu Datuk Matyoeda mengajak berkeliling di ruangan dalam istana. Di dalam ruangan tengah, terlihat sebuah tangga dengan model berputar yang terbuat dari kayu. Tangga ini terlihat begitu indah. Seni ukiran dan model tangga, sudah menggunakan model dari Eropa. Namun 27 anak tangga di ruangan Istana juga masih berbahan dasar kayu.

Inilah keunikan dan keistimewaan Istana Lima Laras. Namun sayang bila ingin berkunjung ke Istana yang pernah megah ini, jangan bayangkan masih bisa melihat tangga putar itu masih utuh. Beberapa anak tangga ada yang sudah rusak. Harus berhati-hati bila ingin menuju ke lantai dasar Istana.

Perbaikan kecil ada dilakukan, tapi sifatnya hanya menunda kehancuran. Papan pada dinding istana, juga atap dan lantai sudah berlepasan. Beberapa tiang penyangga bernasib serupa. Penjaga Istana, Maddin, mengaku biaya perbaikan istana hanya berasal dari pihak keluarga.

Istana Lima Laras berada di atas tanah seluas 102 x 98 meter. Pendirinya Datuk Matyoeda, Raja ke XIII dari Kerajaan Lima Laras yang lahir pada tahun 1883 dan akhirnya wafat pada tahun 1919. Tepatnya 7 tahun Istana Lima Laras berdiri dan menjadi pusat pemerintahan di Batubara. Makamnya pun masih dapat kita lihat dikawasan Istana Lima Laras. Datuk Matyoeda adalah putra tertua dari Raja sebelumnya, yakni Datuk H. Djafar gelar Raja Sri Indra. Menurut sejarah, kerajaan Lima Laras diperkirakan telah ada sejak abad ke XVI, dan tunduk pada Kesultanan Siak di Riau. Semula istana ini bernama Istana Niat Lima Laras, karena rencana pembangunannya berdasarkan niat Datuk Matyoeda untuk mendirikan sebuah istana kerajaan. Sebelumnya pusat pemerintahan, sering berpindah-pindah karena belum punya istana yang permanen.

Niat Datuk Matyoeda untuk mendirikan istana bermula dari keputusan Belanda yang melarang para raja berdagang. Tidak jelas alasan larangan ini. Matyoeda yang kerap berdagang ke Malaysia, Singapura dan Thailand dan memiliki kapal besar tentu saja gusar. Apalagi pada saat keputusan keluar, beberapa armada dagangnya sedang berlayar ke Malaysia. Dengan adanya larangan ini, nasib kapal bersama isinya itu tidak terjamin lagi. Bisa disita Belanda setibanya kembali di Asahan, atau bisa tetap tinggal di Malaysia yang dulu masih bernama Malaka.  (Wiku Saptanadi)

istana-lima-laras

Istana Niat Lima Laras. Sebuah situs sejarah masyarakat Melayu pesisir. Istana ini akrab dengan nama Lima Laras. Istana ini menyimpan kisah perjalanan dan perjuangan bangsa Indonesia. Terutama perjuangan masyarakat Melayu.

Mengunjungi dan melihat langsung kondisi Istana Lima Laras di Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara seakan berada di masa lalu. Tak heran Istana penuh nostalgia dan kenangan itu masih dikunjungi banyak wisatawan. Dari Medan, perjalanan ke sana ditempuh selama 3 jam.

Sesuai namanya, Istana Lima Laras berada di Desa Lima Laras, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara. Walaupun sedikit usang, Istana Lima Laras masih terlihat kokoh. Bahkan umur istana inipun telah mendekati 1 abad. Namun sayang kurang mendapat perhatian.

Warna hijau kelihatan kusam pada bangunan istana. Padahal warna itu menjadi ikon kemegahan Istana. Bahagian dalam Istana Lima Laras, kondisinya sangat memprihatinkan. Lantai dan dinding bangunan Istana masih berbahan kayu dan hampir sebahagian keropos termakan usia. Padahal sesungguhnya bangunan Istana ini, sangat mengagumkan. Hampir keseluruhan bahan bangunannya menggunakan kayu ukiran bernuansa Melayu.

Secara geografis, Istana Lima Laras menghadap ke arah Utara atau menghadap lautan. Istana ini memiliki empat anjungan dari empat arah mata angin. Sepintas bila dilihat dari depan, hampir mirip kapal yang berlayar di laut. Istana Lima Lima Laras memang masih terlihat megah, itu karena Istana ini dibangun dengan empat lantai di dalamnya. Lantai pertama terbuat dari beton, dilengkapi balai dan ruang atau tempat bermusyawarah masyarakat adat Melayu ketika masa pemerintahan Datuk Matyoeda. Di lantai dua, tiga dan empat terdapat sejumlah kamar dengan ukuran sekitar 6 x 5 meter. Kamar-kamar ini biasanya juga digunakan untuk para tamu kerjaan, yang datang berkunjung ke Istana Lima Laras. Sehingga jangan heran kalau Istana termegah di zaman kolonial Belanda ini, paling banyak pintu dan daun jendelanya. Ada sekitar 28 pintu dan 66 pasang daun jendela di Istana ini.

Amirsyah (35) menantu dari cucu Datuk Matyoeda mengajak berkeliling di ruangan dalam istana. Di dalam ruangan tengah, terlihat sebuah tangga dengan model berputar yang terbuat dari kayu. Tangga ini terlihat begitu indah. Seni ukiran dan model tangga, sudah menggunakan model dari Eropa. Namun 27 anak tangga di ruangan Istana juga masih berbahan dasar kayu.

Inilah keunikan dan keistimewaan Istana Lima Laras. Namun sayang bila ingin berkunjung ke Istana yang pernah megah ini, jangan bayangkan masih bisa melihat tangga putar itu masih utuh. Beberapa anak tangga ada yang sudah rusak. Harus berhati-hati bila ingin menuju ke lantai dasar Istana.

Perbaikan kecil ada dilakukan, tapi sifatnya hanya menunda kehancuran. Papan pada dinding istana, juga atap dan lantai sudah berlepasan. Beberapa tiang penyangga bernasib serupa. Penjaga Istana, Maddin, mengaku biaya perbaikan istana hanya berasal dari pihak keluarga.

Istana Lima Laras berada di atas tanah seluas 102 x 98 meter. Pendirinya Datuk Matyoeda, Raja ke XIII dari Kerajaan Lima Laras yang lahir pada tahun 1883 dan akhirnya wafat pada tahun 1919. Tepatnya 7 tahun Istana Lima Laras berdiri dan menjadi pusat pemerintahan di Batubara. Makamnya pun masih dapat kita lihat dikawasan Istana Lima Laras. Datuk Matyoeda adalah putra tertua dari Raja sebelumnya, yakni Datuk H. Djafar gelar Raja Sri Indra. Menurut sejarah, kerajaan Lima Laras diperkirakan telah ada sejak abad ke XVI, dan tunduk pada Kesultanan Siak di Riau. Semula istana ini bernama Istana Niat Lima Laras, karena rencana pembangunannya berdasarkan niat Datuk Matyoeda untuk mendirikan sebuah istana kerajaan. Sebelumnya pusat pemerintahan, sering berpindah-pindah karena belum punya istana yang permanen.

Niat Datuk Matyoeda untuk mendirikan istana bermula dari keputusan Belanda yang melarang para raja berdagang. Tidak jelas alasan larangan ini. Matyoeda yang kerap berdagang ke Malaysia, Singapura dan Thailand dan memiliki kapal besar tentu saja gusar. Apalagi pada saat keputusan keluar, beberapa armada dagangnya sedang berlayar ke Malaysia. Dengan adanya larangan ini, nasib kapal bersama isinya itu tidak terjamin lagi. Bisa disita Belanda setibanya kembali di Asahan, atau bisa tetap tinggal di Malaysia yang dulu masih bernama Malaka.  (Wiku Saptanadi)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/